Ini tentang adik saya. Namanya Ari. Saat ini sedang menempuh pendidikan S1 di sebuah perguruan tinggi di kota resik, Tasikmalaya. Dia tergolong mahasiswa yang cukup aktif di kampus, terbukti dengan mengikuti beberapa organisasi kemahasiswaan yang ada. Malah, diantaranya, terpilih menjadi ketua dan pengurus inti. Tak heran, kalau hari-harinya habis untuk kuliah dan kegiatan.
Karena jarak dari rumah terbilang jauh, dia pun memilih kos. Sekalian belajar hidup mandiri, katanya. Tentu, sebagai keluarga, awalnya kami merasa khawatir. Kebayang, bagaimana kehidupan yang harus dia jalani; menyiapkan apa-apa sendiri, mengatur keuangan sendiri, dan kadang, harus berani mengambil keputusan sendiri. Tapi, bagaimana lagi? Kami menyadari, ini bagian dari perjuangan dan pembelajaran, ya, mau tidak mau harus dihadapi. Asalkan kita selalu bersikap positif dan optimis. Dan, seiring waktu, kekhawatiran kami pun memudar, berganti dengan keyakinan yang semakin tumbuh, terlebih, saat dia bisa membuktikan, kalau dia baik-baik saja. Syukurlah.
Untuk jadwal pulang mudik, selalu tak pernah bisa dipastikan. Terkadang satu minggu sekali, dua minggu sekali, atau satu bulan, bahkan lebih. Tergantung dari kesibukan, katanya. Â Yang jelas, kami tak akan pernah lepas memantau. Kami selalu berharap, perjuangan dan pengorbanan ini akan berbuah manis. Aamiin.
Suatu kali, ketika masa libur akhir tahun akademik tiba, dia pulang, dan bisa cukup lama tinggal di rumah. Untuk mengisi kekosongan, dia berkata, "A, hoyongfitness, ameh badan jadi bugar dan bisa membentuk tubuh." (Kak, ingin fitness, agar badan terasa lebih bugar dan sekalian membentuk tubuh). Tentu, saya menyambut dengan antusias dan mendukung. Apalagi, mengingat postur tubuhnya yang tinggi tapi agak tipis, sepertinya memang bagus mengikuti program latihan seperti itu. Semoga saja bisa menjadi solusi.
Lantas, kami pun mendaftar ke sebuah fitness center yang -kebetulan- tidak jauh dari rumah. Sebagai pemula, Ari mendapat jadwal yang cukup padat, dengan porsi latihan yang semakin meningkat. Pertama-tama bagian dada, bahu, tangan, lalu beralih ke bagian lain. Kadang-kadang, kalau sedang senggang, saya suka ikut latihan.
Ternyata, latihan yang semula saya anggap biasa saja, kenyataannya tak semudah yang dibayangkan. Bukan hanya gerakan-gerakannya yang sulit dan harus benar, tapi sungguh menguras tenaga dan konsentrasi. Terutama saat menggunakan alat, karena penggunaan yang tidak tepat, bisa menghambat proses. Untuk itu, tak salah kalau setiap latihan harus didampingi instruktur.
Bagi pemula seperti saya dan Ari, masa-masa awal latihan adalah masa-masa yang sangat menyiksa. Badan terasa sakit semua, pegal, kaku, bahkan untuk mandi dan nyisir rambut pun, rasanya sulit. Tapi, ternyata hal itu memang wajar. Kata instruktur, karena otot kita memang rusak, akibat terjadi pemecahan. Dan itu berlangsung sekitar 2-3 hari.
Rasa sakit yang timbul setelah latihan/olahraga merupakan respon dari tubuh yang berarti sedang mengalami masa adaptasi, untuk membuat otot lebih kuat dan tahan terhadap latihan-latihan berikutnya. Semestinya, jika mengalami hal itu, jangan lantas menyerah. Karena selain adaptasi, otot juga sedang mulai tumbuh. Bukankah itu yang diharapkan? Percayalah, setelah terlewati, tidak akan ada sakit atau pegal-pegal lagi, kata Instruktur menegaskan.
Tapi, rasa sakit itu memang tidak bisa diabaikan. Tetap saja menggangu aktivitas. Untuk menghilangkan secara total dan instant memang tidak mudah, karena hal itu terjadi secara alamiah. Dengan dibiarkan saja tanpa ada upaya pun, rasa sakit bisa hilang, tentu butuh waktu lebih lama. Dan untuk membantu mengurangi, setidaknya ada 5 hal yang bisa dilakukan:
Istirahat total
Oleskan obat anti peradangan
Melakukan peregangan dan pendinginan
Mengompres dengan es
Pemijatan pada otot
Untuk pemijatan, saya dibantu dengan GELIGA KRIM, yang memang sudah menjadi andalan keluarga sejak lama. Simbah saya, pengguna setia balsem geliga, begitu juga Ibu. Sehingga keduanya harus selalu tersedia di kotak obat.
Dan, memang benar! Geliga krim sangat membantu mengurangi sakit dan pegal-pegal. Setelah dioles sambil dipijat-pijat sendiri, berangsur-angsur, sakit dan pegal berkurang dan akhirnya hilang. Ditambah aromanya yang wangi, tidak lengket dan tidak menimbulkan noda pada pakaian, membuat saya dan keluarga semakin jatuh hati.
Sebenarnya saya tidak menyerah, tapi beberapa kesibukan membuat saya menjadi tidak rutin datang ke gym. Lain halnya dengan Ari, dia tetap menyelesaikan programnya dengan konsisten. Terlebih dengan adanya geliga krim, membuat hambatan bisa dengan mudah diatasi. Tidak ada lagi sakit-sakit, tidak ada lagi pegal-pegal, tidak ada lagi otot kaku, semuanya sudah lenyap diserap krim ajaib yang sangat jitu.
Terima kasih geliga krim, sungguh membantu mewujudkan hidup optimal tanpa pegal-pegal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H