Mohon tunggu...
Just Riepe
Just Riepe Mohon Tunggu... Guru (Honorer) -

I am a simple people (Reading, writing, singing, watching, traveling)

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Bebek yang Penyabar

28 Maret 2017   13:12 Diperbarui: 28 Maret 2017   13:21 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pixabay.com

Hari ini begitu cerah. Matahari bersinar terang. Awan putih berarak, bergerak-gerak, tertiup angin. Di tepi hutan, tepatnya di jalan setapak, dua ekor bebek tampak berjalan beriringan, mereka adalah dua sahabat, Merry dan Melly. Keduanya hendak pergi ke danau untuk berenang.

Sepanjang perjalanan mereka lalui dengan riang, saling bercanda, tertawa dan terkadang bernyanyi. Semua binatang yang ada di hutan sudah mengetahui kalau persahabatan mereka begitu erat, maka tidak heran, kalau mereka selalu pergi kemanapun berdua. Tapi, bukan berarti mereka tidak mau berteman dengan yang lain, mereka tetap ramah dan baik kepada siapapun. Tidak pernah membeda-bedakan teman.

Tak terasa langkah mereka hampir sampai. Danau yang mereka tuju sudah terlihat. Airnya jernih dan tenang, membuat mereka tidak sabar ingin segera menceburkan diri dan menikmati kesegarannya.

“Mell, ayo lari... aku sudah tidak sabar ingin nyemplung....” seru Merry sambil berlari, meninggalkan sahabatnya di belakang.

Melly sedikit tersentak, lalu segera berlari menyusul. “Iya Merr... ayo....”

Dan, begitu tiba di tepi danau, mereka berdua segera meluncur ke dalam air.

“Ahaaa... segar sekali air danau ini....” Merry kembali berseru dengan riang, “Ayo Mell, tangkap aku kalau bisa,” lanjutnya sambil berenang kesana-kemari, mulutnya tak henti-henti mengeluarkan tawa, menantang sahabatnya.

“Baik, siapa takut? Siap-siap Kamu ya... aku kejar....” Melly menyambut tantangan itu, dan segera berenang mengejar Merry.

Mereka pun menggunakan kesempatan itu untuk bermain berkejaran, kalau Merry tertangkap, giliran Melly yang dikejar, begitu seterusnya.

Derai tawa dan nyanyian masih terdengar dari mulut mereka. Ceria. Hingga tiba-tiba, terdengar sebuah suara yang menggelegar.

“Hai bebek jelek, siapa yang mengizinkan kalian berenang di danau ini? Danau ini milik kami!”

Merry dan Melly segera menoleh, ternyata sudah ada sekawanan bangau di tepi danau. Wajahnya tegang, matanya merah, tatapannya sinis. Kedua sahabat itu pun terkejut, tidak menyangka kalau bangau-bangau itu begitu marah.

“Bukankah danau ini milik umum, siapa saja boleh datang kesini?” kata Melly tetap berusaha tenang.

“Tidak! Danau ini milik kami! Kalian tidak boleh berenang disini!” hardik bangau yang paling besar, sepertinya ia pemimpin di kawanan itu.

“Mana buktinya kalau kalian pemilik danau ini?” kali ini Merry yang bersuara.

“Kalian jangan ngeyel! Sekali milik kami, ya milik kami, tidak perlu bukti-buktian!” bangau yang paling besar itu kembali menghardik. Suaranya lebih keras dari sebelumnya.

Sesaat, Melly dan Merry saling berpandangan, “Baik, kalau kalian merasa sebagai pemilik danau ini, kami mengalah, kami akan pergi dari sini....” Akhirnya kedua sahabat itu memutuskan untuk pergi. Bebek memang hewan yang tidak suka bertengkar, meski memiliki paruh yang panjang, lebar dan kuat, yang bisa digunakan untuk melawan siapa saja yang usil atau mengganggunya. Tapi, mereka lebih memilih untuk mengalah, bukankah damai itu  lebih indah? Lantas, keduanya pun segera naik ke atas danau. Diiringi gelak tawa dan ejekan dari bangau-bangau itu.

“Hahaha... begitu saja takut!” ejek bangau yang berdiri disamping bangau besar.

“Bebek pengecut... hahaha....” bangau lain menimpali.

“Kasiaaan deh lu....” bangau yang paling kecil ikut mengejek, sambil mengepak-kepakan sayapnya.

Tapi kedua sahabat itu tidak menghiraukan, mereka terus saja berjalan, menjauh. Untuk apa menanggapi, dan ikut-ikutan terbawa emosi. Pertengkaran itu hanya melahirkan permusuhan. Hidup menjadi tidak tenang.

Sepeninggal Merry dan Melly, bangau-bangau itu segera turun ke danau, saling bersenda gurau, sambil menangkapi ikan-ikan sebagai santapan mereka. Tawa mereka pun terdengar membahana, penuh kepuasan, seolah merayakan kemenangan besar.

Tanpa mereka sadari, di atas sana, seekor elang yang kelaparan sedang mengawasi mereka. Dan, secepat kilat menyambar salah satu dari mereka, lalu membawanya pergi. Ternyata bangau yang dibawa adalah yang paling besar.

Menyadari itu, bangau-bangau menjadi sedih. Tawa mereka berubah menjadi tangis kehilangan. Pemimpin mereka telah mati, menjadi santapan elang. Mereka pun sadar dan menyesal, telah bersikap angkuh dan mengusir bebek-bebek itu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun