Merry dan Melly segera menoleh, ternyata sudah ada sekawanan bangau di tepi danau. Wajahnya tegang, matanya merah, tatapannya sinis. Kedua sahabat itu pun terkejut, tidak menyangka kalau bangau-bangau itu begitu marah.
“Bukankah danau ini milik umum, siapa saja boleh datang kesini?” kata Melly tetap berusaha tenang.
“Tidak! Danau ini milik kami! Kalian tidak boleh berenang disini!” hardik bangau yang paling besar, sepertinya ia pemimpin di kawanan itu.
“Mana buktinya kalau kalian pemilik danau ini?” kali ini Merry yang bersuara.
“Kalian jangan ngeyel! Sekali milik kami, ya milik kami, tidak perlu bukti-buktian!” bangau yang paling besar itu kembali menghardik. Suaranya lebih keras dari sebelumnya.
Sesaat, Melly dan Merry saling berpandangan, “Baik, kalau kalian merasa sebagai pemilik danau ini, kami mengalah, kami akan pergi dari sini....” Akhirnya kedua sahabat itu memutuskan untuk pergi. Bebek memang hewan yang tidak suka bertengkar, meski memiliki paruh yang panjang, lebar dan kuat, yang bisa digunakan untuk melawan siapa saja yang usil atau mengganggunya. Tapi, mereka lebih memilih untuk mengalah, bukankah damai itu lebih indah? Lantas, keduanya pun segera naik ke atas danau. Diiringi gelak tawa dan ejekan dari bangau-bangau itu.
“Hahaha... begitu saja takut!” ejek bangau yang berdiri disamping bangau besar.
“Bebek pengecut... hahaha....” bangau lain menimpali.
“Kasiaaan deh lu....” bangau yang paling kecil ikut mengejek, sambil mengepak-kepakan sayapnya.
Tapi kedua sahabat itu tidak menghiraukan, mereka terus saja berjalan, menjauh. Untuk apa menanggapi, dan ikut-ikutan terbawa emosi. Pertengkaran itu hanya melahirkan permusuhan. Hidup menjadi tidak tenang.
Sepeninggal Merry dan Melly, bangau-bangau itu segera turun ke danau, saling bersenda gurau, sambil menangkapi ikan-ikan sebagai santapan mereka. Tawa mereka pun terdengar membahana, penuh kepuasan, seolah merayakan kemenangan besar.