“Ah, saya yang seharusnya terima kasih, Sir. Karena sudah diizinkan tampil di cafe semewah ini.”
“Terus asah kemampuanmu, saya yakin, suatu saat Kamu akan menjadi orang besar.”
Nada mengangguk, tak lupa kembali menyelipkan sebuah senyum. “Aamiin.” Baginya, Mr. Fritz bukan hanya seorang klien, tapi sewaktu-waktu bisa menjadi sahabat atau bahkan seorang kakak.
“Saya pamit, Sir. Good night.”
“Ok, Nada. Hati-hati. See you next week.”
***
Melancholic Masterpieceia pilih untuk membuka penampilannya kali ini, pada suatu malam yang basah di akhir Bulan Desember. Melalui lagu ini ia merasa seperti tengah berbicara pada diri sendiri. Benar-benar menyedihkan. Tapi dengan menghayati, perlahan-lahan akan kembali mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan. Seolah menemukan inspirasi yang bisa meringankan beban. Ia benar-benar berharap, bisa kembali meraih bahagianya dan terlepas dari beban harapan yang sangat menyiksa.
Zein, kenapa Kau tega meninggalkanku? Mengingkari janji yang Kau ucap, akan selalu menjagaku? Dimanakah Kau kini? Tak lihatkah aku yang selalu menanti?
Tangan kanannya terus saja memainkan busur biola dengan lincah sementara tangan kiri sibuk menekan senar sesuai kunci yang tepat. Melodi indah terus saja mengalun, begitu menyesak, syahdu.
Zein, apakah aku sudah tidak ada untukmu? Dan Kau sudah tidak peduli lagi padaku? Tak berartikah segala yang sudah kita lalui? Bahkan Kau tak datang di hari yang kita janjikan akan bertemu?
Ia mempercepat tempo. Tubuhnya ikut begetar mengikuti beat yang kian menghentak. Ritme pun mengalir dengan ketukan lebih cepat. Emosi tampak menguasai.