Untuk beberapa saat mereka saling diam. Mungkin sudah tidak ada bahan pembicaraan lagi. Atau mungkin jenuh. Ya,menunggu memang pekerjaan yang sangat menyebalkan. Terlebih bagi Rana yang saatini benar-benar membutuhkan waktu cepat.Â
Rana memang terbiasa naik kereta api kalau pulang mudik, yang biasanya dua bulan sekali, atau paling lambat tiga bulan. Tapi jarang mengalami telat seperti ini. Lalu kenapa saat ia benar-benar butuh waktu cepat, kereta yang ditunggunya tidak datang-datang?
Huuuh...! Hatinya semakin kesal. Rana memilih menggunakan kereta, karena rumah Bapak dekat dengan Stasiun Balapan Solo, dan bisa ditempuh dengan jalan kaki. Sementara kalau menggunakan bis harus ganti angkutan tiga kali, dilanjutkan dengan becak. Tidak efektif.
Rana melihat jam tangannya lagi. Satu jam sudah berlalu. Semoga kereta benar-benar tiba satu jam lagi, harapnya. Ia tidak mau menunggu lebih lama. Bapak itu masih duduk di sampingnya. Lantas ia mengeluarkan sebatang rokok dan membakarnya.
"Maaf Bu, saya merokok," katanya minta izindengan sopan.
"Silahkan Pak, tidak apa-apa."
Bapak itu mengepulkan asap, dan entah disengaja atau tidak, asapnya melintas di hidung Rana. Rana berusaha menepis, tapi tetap saja tercium. Rana terbatuk. Sebenarnya ia tidak begitu alergidengan rokok, karena Mas Tanto juga perokok. Tapi kali ini, ia merasa aromanya agak lain. Atau mungkin karena dirinya sedang tidak fit, karena terlalu memikirkan Bapak, jadi terasa sangat menyengat.
"Maaf Bu, terganggu ya?"
Rana terbatuk lagi.
"Ya sudah, saya matikan saja. Sekali lagi maaf,Bu."
Bapak itu mematikan rokoknya dengan cara menginjakdi lantai. Namun sebelumnya ia sempat mengepulkan asap dari isapan yangterakhir. Rana kembali terbatuk.
***