Tanpa disadari, di dalam kehidupan kita sehari-hari kita selalu berdampingan dengan vektor-vektor yang dapat merugikan manusia. Tidak hanya di tempat tertentu, tetapi di rumah pun kita juga hidup berdampingan dengan vektor-vektor tersebut.Â
Timmreck (2004) menjelaskan bahwa vektor adalah setiap makhluk hidup selain manusia yang membawa penyakit (carrier) yang menyebarkan dan menjalani proses penularan penyakit, misalnya lalat, kutu, nyamuk, hewan kecil seperti mencit, tikus, atau hewan pengerat lain.Â
Vektor menyebarkan agen dari manusia atau hewan yang terinfeksi ke manusia atau hewan lain yang rentan melalui kotoran, gigitan, dan cairan tubuhnya, atau secara tidak langsung melalui kontaminasi pada makanan. Dalam hal ini manusia merupakan target utama dari vektor-vektor tersebut dan manusia berperan sebagai reservoir.Â
Reservoir merupakan pusat penyakit menular, karena reservoir adalah komponen utama dari lingkungan penularan dimana agen meneruskan dan mempertahankan hidupnya, dan juga sekaligus sebagai pusat / sumber penularan dalam suatu lingkungan penularan. Salah satu vektor yang selalu hidup berdampingan dengan manusia adalah Aedes aegypti.
Nyamuk Aedes aegypti memiliki ciri-ciri secara umum sebagai berikut : 1) Badan dan tungkai bergaris hitam putih. 2) Sayap berukuran 2,5-3,0 mm bersisik hitam. 3) Ukuran tubuh lebih kecil dari nyamuk biasa. 4) Gigitannya terasa gatal dan agak panas. 5) Dalam keadaan istirahat pantatnya mendatar (tidak menungging seperti nyamuk Anopheles). 6) Pada saat menggigit tidak mengeluarkan bunyi berdenging. 7) Hinggap di tempat yang gelap (Frida, 2008).Â
Sedangkan tanda atau khas Aedes aegypti ditunjukkan dengan adanya lyre pada bagian dorsal toraks (mesonotum) yaitu sepasang garis putih yang sejajar di tengah dan garis lengkung putih yang lebih tebal pada tiap sisinya. Proboscis berwarna hitam, skutelum bersisik lebar berwarna putih, dan abdomen berpita putih pada bagian basal.Â
Ruas tarsus kaki belakang berpita putih. Aedes aegypti biasa berkembangbiak di dalam tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, dan barang bekas yang dapat menampung air hujan di daerah urban dan sub urban (Cecep, 2011).Â
Nyamuk Aedes aegypti bersifat antropofilik (senang sekali kepada manusia) dan hanya nyamuk betina yang menggigit. Nyamuk betina biasanya menggigit di dalam rumah, kadang-kadang di luar rumah, di tempat yang agak gelap.Â
Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat (Sumarmo, 1988).Â
Aktivitas menggigit mencapai puncak saat perubahan intensitas cahaya, tetapi bisa menggigit sepanjang hari dan intensitas mengigit paling tinggi adalah sebelum matahari terbenam. Jadi, nyamuk Aedes aegypti aktif menghisap darah pada siang hari (day biting mosquito) dengan dua puncak aktivitas yaitu pada pukul 08.00-12.00 dan 15.00- 17.00 (Cecep, 2011).
Selama ini banyak orang mewaspadai vektor Aedes aegypti dalam rangka menghindari penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Padahal, sebenarnya yang harus diwaspadai bukan hanya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), tetapi juga penyakit Chikungunya.Â
Chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya atau disingkat CHIK virus berupa RNA virus yang termasuk dalam genus Alphavirus. Nama chikungunya sendiri berasal dari bahasa Kimakonde dari suku Mozambique di Afrika yang berarti "yang berubah bentuk atau bungkuk".Â
Hal tersebut dikarenakan tubuh penderita yang membungkuk akibat radang sendi. Epidemik chikungunya tercatat pernah terjadi awal 1824 di India. Banyak KLB chikungunya terjadi di Afrika and Asia. Di Asia, strain dari CHIK virus berhasil diisolasi di Bangkok tahun1960; dari beberapa tempat di India termasukVellore, Calcutta dan Maharashtra tahun 1964; Sri Lanka tahun 1969; Vietnam tahun 1975; Myanmar tahun 1975 dan Indonesia tahun 1982 (WH0,2008a)(WH0,2008b).Â
Menurut Hadi (2013), Chikungunya ditularkan oleh nyamuk. Aedes sp, untuk wilayah Asia species nyamuk penularnya adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus dengan Aedes aegypti sebagai vektor utamanya. WHO (2008b) menjelaskan bahwa Chikungunya mempunyai masa inkubasi, yaitu 2-4 hari (rentang 2-14 hari).Â
Gejala klinis yang khas untuk chikungunya adalah demam tinggi, mengigil, sakit kepala, mual dan muntah, sakit perut, timbul bintik-bintik merah di kulit terutama badan dan lengan, nyeri sendi.Â
Virus pada penyakit chikungunya ini termasuk self limiting disease atau hilang dengan sendirinya. Namun, rasa nyeri masih tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan. Nyeri sendi pada penderita dewasa umumnya lebih berat daripada anak-anak. Pada anak kecil dimulai dengan demam mendadak dan kulit kemerahan.Â
Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Mata biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu. Sering dijumpai anak kejang demam. Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Â muntah. Pada umumnya demam pada anak hanya berlangsung selama 3 hari dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan maupun syok.
Saat ini belum ada vaksin maupun obat khusus untuk Chikungunya, sehingga penanganan yang dapat dilakukan cukup dengan meminum obat penurun panas dan penghilang rasa sakit yang dapat dibeli di apotek, dan yang terpenting adalah cukup istirahat, minum serta mengkonsumsi makanan yang bergizi.Â
Penderita sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi, cukup karbohidrat, dan terutama protein, serta minum sesering mungkin. Memperbanyak konsumsi buah-buahan segar dan sebaiknya minum jus segar.Â
Pada umumnya, setelah lewat lima hari, demam akan berangsur-angsur turun, rasa ngilu maupun nyeri pada persendian dan otot berkurang, dan penderitanya akan sembuh seperti semula. Â
Satu-satunya cara mencegah penyakit ini adalah menghindari gigitan nyamuk pembawa virusnya. Nyamuk ini, senang hidup dan berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih. Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk tersebut mulai dari tingkat larvanya.Â
Menaburkan larvasida (bubuk Abate) secara teratur setiap minggu, memelihara ikan pemakan jentik pada bak mandi, atau menggunakan larvasida alami seperti ekstrak tumbuh-tumbuhan.Â
Pembersihan lingkungan dari tempat-tempat perkembangbiakkan nyamuk penular dan penggunaan kawat pelindung nyamuk di pintu dan jendela juga diperlukan sebagai langkah pencegahan terjadinya penularan Chikungunya melalui gigitan vektor Aedes aegypti. Sebagai warga yang cerdas, kenali gejalanya, kenali penyakitnya, dan kenali penyebabnya! Salam hidup sehat!!
Jovita Lavenia
Mahasiswi Fakultas Bioteknologi UKDW
Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H