Wanita menjadi salah satu sasaran perdagangan manusia dan rentan menjadi korban perdagangan manusia dibandingkan pria. Seperti halnya di Vietnam, perempuan menjadi objek utama dalam perdagangan manusia, termasuk perdagangan ke Tiongkok. Para wanita di Vietnam ini diperdagangkan dan dieksploitasi secara seksual baik sebagai pekerja seks maupun marriage trafficking atau pemaksaan pernikahan.
Sejak Tahun 2005-2009 telah dicatat terdapat 40.000 wanita telah dilaporkan menghilang dan perdagangan manusia lah yang menjadi kemungkinan utama bagi kasus ini. Berdasarkan CEOP tahun 2011, pada jangka tahun 2005-2009 tersebut berhasil diidentifikasi oleh otoritas Tiongkok dan Vietnam terdapat 6000 kasus perdagangan perempuan.
Penyaluran perdagangan perempuan dilakukan dari Vietnam ke Tiongkok melalui beberapa daerah di Vietnam yang berbatasan dengan Tiongkok, yaitu Lao Cai, Muong Khuong, Tan Thanh, dan Mong Cai yang setelahnya akan dikirim ke provinsi di Tiongkok yaitu Yunnan, Jiangsu, Hubei, Guangxi, dan Guangdong. Dari jalur-jalur tersebut terdapat 3 jenis perdagangan perempuan Vietnam, yaitu sex trafficking, marriage trafficking, and labour trafficking.
Faktor pendorong terjadinya perdagangan perempuan Vietnam ke Tiongkok ini dapat dilihat melalui perspektif socialis-feminism yang dapat diketahui bahwa tindak kejahatan ini bermula dari struktur budaya patriarki yang dianut oleh Vietnam dan Tiongkok. Vietnam dan Tiongkok beranggapan bahwa perempuan hidup sebagai warga kelas dua dalam masyarakat sehingga perempuan cenderung mendapatkan diskriminasi.
Sejarah Vietnam menyatakan bahwa pada masa lalu yaitu di tahun 1009-1225 pada Dynasty Ly dan the Hong Duc perempuan memiliki kedudukan yang sama, namun semenjak Tiongkok mulai berkuasa dan pengaruh ajaran confucianism dan Perancis, Vietnam berubah menjadi patriarki. Pengaruh-pengaruh tersebut membuat Vietnam lebih mengutamakan laki-laki dibandingan perempuan. Orang tua di Vietnam juga cenderung untuk memiliki anak laki-laki. Kecenderunggan inilah yang menyebabkan terjadinya ketimpangan sex ratio dan tingginya angka aborsi.
Fenomena ini terus menggiring perempuan di Vietnam ke jurang diskriminasi dan ancaman paling besarnya adalah perdagangan manusia yang menimpa kelompok minoritas perempuan di Vietnam. Terlebih di dalam sistem patriarki Vietnam, perempuan hanya memiliki sedikit akses ke bidang pendidikan. Sebanyak 60% anak-anak perempuan tidak dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Dalam hal ini, perempuan Vietnam pun memiliki pembatasan hak bagi diri mereka sendiri.
Tentu dari pemerintahan Vietnam sudah memiliki National Action Plan (NPA) on Criminal Against Woman and Children pada tahun 2007 yang memiliki 4 komponen utama yaitu:
- Mengedukasi masyarakat tentang perdagangan manusia;
- Memerangi perdagangan anak dan perempuan serta menerima dan mendukung perempuan dan anak korban kembali dari luar negeri;
- Mengembangan dan memperkuat kerangka hukum dalam kaitannya dengan pencegahan perdagangan manusia;
- Memerangi perdagangan pidana perempuan dan anak.
Pemerintah juga kerap menerapkan hukum dan kebijakan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi akibat struktur budaya patriarki Vietnam. Namun tradisi dan budatya yang sudah menempel pada masyarakat Vietnam membuat pola pikir masyarakat sulit untuk diubah. Terlebih dengan daerah-daerah yang jauh dari jangkauan pemerintah yang menjadikan NPA tidak mencapai target yang dituju.
Dan banyak dari pelaku melakukan pendekatan secara langsung dengan korban maupun keluarga dari korban tersebut sehingga banyak dijumpai keluarga korban sendirilah yang memberikan anaknya menjadi target perdagangan perempuan dan bahkan pelaku tersebut merupakan orang terdekat korban yang menjadikan ancaman perdagangan perempuan di Vietnam dari segala arah.
Kesempatan emas bagi pelaku perdagangan perempuan mulai dari rendahnya tingkat pendidikan perempuan di Vietnam maupun orang tua yang menuntut anak perempuannya untuk turut membantu perekonomian keluarganya. Situasi inilah yang membuka kesempatan emas bagi para pelaku untuk melakukan perdagangan perempuan.
Dari sisi perekonomian di Vietnam sendiri yang termasuk ke dalam berpenghasilan rendah dengan ruang lingkup ekonomi yang sempir, teknologi terbelakang, biaya produksi tinggi dan daya saing yang rendah serta isu sosial yaitu kualitas pendidikan, pendapatan rendah, pengetahuan ilmiah yang belum memenuhi standar, jaminan sosial belum stabil, dan bencana alam menjadikan tujuan pembangunan Vietnam belum dapat terlaksana dengan baik.