Konsumsi rokok di Indonesia masihlah sangat tinggi. Bagaimana tidak, angka konsumsi rokok di Indonesia saja menyentuh lebih dari 340 miliar.
Meskipun penyuluhan tentang bahaya rokok terhadap kesehatan sudah cukup gencar, bahkan dengan penambahan gambar penderita penyakit akibat rokok pada kemasan, hal itu tidak membuat masyarakat sadar. Menurut data Global Adult Tobacco Survei (GATS) pada tahun 2021 yang diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan, jumlah perokok dewasa bertambah sebanyak 8,8 juta orang dalam sepuluh tahun terakhir.
Menurut data yang dirilis oleh WHO, tembakau telah merenggut nyawa 7 juta orang per tahunnya. Menurut WHO, kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko terkena penyakit. Dan di Indonesia sendiri, kasus kematian akibat kebiasaan merokok juga tidaklah rendah.
Merokok juga tidak hanya berbahaya bagi sang perokok aktif, akan tetapi berbahaya juga untuk para perokok pasif. Perokok pasif memang tidaklah merokok secara langsung, akan tetapi mereka menghirup asap rokok secara tidak langsung dari para perokok aktif di sekitarnya. Hal ini yang membuat terkadang perokok pasif tidak sadar akan risiko yang mereka dapatkan.
Banyak hal yang dilakukan oleh pemerintah agar membuat masyarakat menyadari tentang risiko dari merokok. Namun tetap saja gagal. Hingga pada tahun 2023, pemerintah membuat sebuah kebijakan, yaitu dengan menaikkan besaran cukai rokok. Cukai rokok dinaikkan sebesar 10%. Hal ini diharapkan dapat mengurangi angka penggunaan rokok.
Namun seperti yang sudah-sudah, tidak terjadi perubahan signifikan. Memang terjadi sedikit penurunan angka penjualan rokok, akan tetapi angka penjualan tersebut tetap masih tergolong tinggi.
Melihat angka pendapatan cukai rokok yang cukup tinggi, tentu perlu digunakan bagi sektor-sektor yang penting. Salah satu sektor yang penting tersebut adalah kesehatan.
Pelayanan kesehatan di Indonesia sendiri masih jauh dari kata layak. Dari segi sarana prasaran terlebih dahulu, masih banyak daerah yang tidak memiliki rumah sakit yang layak. Jangankan rumah sakit yang layak, klinik maupun puskesmas yang mereka miliki saja masih jauh dari kata layak.
Dari segi jumlah tenaga kesehatan, Indonesia masih sangat kekurangan dokter. Pada bulan Juli 2022, Indonesia masih kekurangan 130 ribu dokter. Dan pada tahun 2023 sendiri, Indonesia masih kekurangan sekitar 30 ribu dokter spesialis.
Itu baru dari segi jumlah tenaga kesehatan. Bagaimana dengan dari segi kesejahteraan para tenaga kesehatan? Banyak sekali tenaga kesehatan yang mengeluhkan upah yang amat sangat tidak layak. Apalagi bagi para perawat, mereka masih dipandang sebelah mata.
Untuk membenahi semua permasalahan tersebut, tentu diperlukan waktu dan dana yang amat sangat banyak. Lalu mengapa pendapatan cukai rokok yang besar itu tidak dialokasikan bagi penambahan pembiayaan kesehatan?