Cukup mudah mengenali desa ini, karena di lengkap dengan sebuah gamelan berukuran besar gapura depan desa sudah terpampang tulisan "Desa Gamelan"
Desa Wirun terletak di Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo. Jaraknya hanya 1 km sebelah timur kota Solo. Sepintas, desa ini tidak berbeda dengan desa lainnya. Namun ada satu hal yang membuat desa ini  istimewa. Desa ini  dikenal sebagai pusat produksi alat musik gamelan, namun tidak hanya itu desa Wirun juga memiliki kerajinan tanah liat dan wisata Embung pengantinnya.
Di desa Wirun, gamelan dibuat dengan cara tradisional. Bahkan proses pembuatannya harus melalui serangkaian proses yang berbasis kearifan lokal, seperti ritual penyembuhan Jawa. Banyak wisatawan  lokal maupun mancanegara  datang ke desa ini, terutama karena mudah dijangkau dari kota Solo.
Desa Wirun dikenal sebagai pusat kerajinan gamelan terbesar di dunia, dikutip dari wirun-sukoharjo.desa.id. Gamelan buatan perajin di Desa Wirun ini dijual kepada penggemar di luar negeri serta berbagai daerah di Indonesia
Wisatawan juga dapat mengunjungi desa ini untuk melihat proses pembuatan gamelan. Menanggapi hal tersebut, Kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Â menyiapkan paket wisata dimana wisatawan dapat mencicipi makanan asli desa Wirun sambil belajar membuat gamelan.
Pembuatan gamelan di kota ini terbilang modern. Pengrajin menggunakan pemanas  gas untuk memasak  dan memanaskan kompor. Sedangkan proses menjadikan lempengan menjadi gamelan sesuai  ukuran yang diinginkan masih mengandalkan tenaga manusia  dengan palu. Jadi, jika semuanya berjalan lancar,  setiap kelompok perajin bisa membuat dua gamelan dalam satu hari.
Proses pembuatan gamelan dimulai dengan menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kompor. Bahan yang digunakan adalah timah dan tembaga. Kedua bahan disiapkan dalam pot tanah liat. Setelah kedua bahan  meleleh dan diperoleh campuran yang diinginkan, tuang ke dalam cetakan. Ukuran cetakan dan jumlah bahan jadi tergantung pada ukuran gamelan yang sudah jadi.
Setelah dingin, keluarkan campuran kedua bahan  dari cetakan dan bentuk piring. Piring kemudian  dipanaskan kembali dan ditempa menjadi bentuk yang diinginkan. Proses penempaan memakan waktu sekitar 2 jam 15 menit sampai diperoleh bentuk yang diinginkan tanpa macet. Sekitar 79 pekerja berpartisipasi dalam proses ini.
Setelah mendapatkan bentuk dan ukuran yang diinginkan  sesuai dengan spesifikasi yang  ditentukan, gamelan melanjutkan ke proses selanjutnya. Nada gamelan disesuaikan dengan standar nada yang  ada. Penyesuaian nada ini sering didasarkan pada naluri, meskipun teknik telah ditemukan untuk membuat prosesnya lebih mudah. Setelah  nada yang diinginkan tercapai, gamelan  dipoles agar  terlihat menarik dan bercampur dengan gamelan lainnya.
Dalam 4 bulan, Anda bisa membuat sekitar 300 gamelan (dari kecil hingga gong) yang diproduksi. Harganya tergantung  jumlah dan ukuran gamelan yang diinginkan. Satu set gamelan  lengkap bisa ditaksir hingga puluhan juta rupiah.
Para pengrajin gamelan di Desa Wirun membuat lebih dari sekedar gamelan Jawa. Gamelan Bali juga dibuat oleh pengrajin lokal. Sementara itu, mereka tidak hanya menerima pesanan untuk rumah tangga. Gamelan buatan pengrajin di desa Birun diekspor ke berbagai negara termasuk Jepang dan Malaysia.
Desa Wirun juga memiliki sumber daya alam yang cukup besar yaitu embung pengantin, nantinya kawasan ini akan dikembangkan dan dikelola untuk berbagai rekreasi bagi warga lokal, maupun luar
Spot wisata selanjutnya adalah Embung Pengantin, yang berada di Dusun Godegan, Embung Pengantin cukup murah dan memiliki banyak spot foto yang bagus. Tiket masuknya hanya 2.000 rupiah untuk premotor dan 5.000 rupiah untuk mobil, dan pengunjung diberikan bonus berupa makanan ikan dalam wadah seukuran segelas air minum kemasan. Pagi dan sore hari adalah waktu yang tepat untuk berkunjung. Karena  matahari tidak terlalu terik
Kita bisa memberi makan ikan dari atas jembatan atau dari tepi kolam. Ada ikan mas dan nila. Dan di sebelah utara waduk terdapat taman dengan berbagai macam bunga. Ini juga merupakan tempat  yang teduh untuk menikmati bendungan ini. Ada dua observatorium mini dengan gubuk azumoro dan pengintai segitiga. Pokoknya Instagramable
Embung Pengantin juga dapat dinikmati dengan menyewa sebuah perahu dayung kecil berkapasitas 4 orang, dikenakan biaya Rp10.000. Sedangkan harga satu perahu yang bisa mengangkut hingga 12 orang adalah Rp 5.000 untuk kapal besar. Disana juga menawarkan hidangan dari Soto hingga nasi pecel dengan harga  terjangkau. Embung Pengantin baru dibuka saat lebaran tahun lalu. Namun, banyak wisatawan yang sudah mengunjunginya menurut Koordinator Pengelola
Syadimun mengatakan Embung Pengantin hanyalah lahan yang dipompa untuk mengisi pembangunan saluran irigasi Bendungan Kolo. Karena menjadi baskom berisi air hingga menjadi reservoir. Yang dulunya tempat pemancingan berubah menjadi kumuh karena tidak terawat. Â "Warga Wirun akhirnya berinisiatif menjadikan bendungan ini sebagai objek wisata. Awalnya, warga ketiga RT menghabiskan waktu hampir dua bulan untuk membersihkan sampah, teratai, dan eceng gondok secara bersama-sama. Alhasil jadilah bendungan", jelas Syadimun.
Ternyata nama 'Embung Pengantin' memiliki sejarahnya sendiri. Syadimun mengatakan dahulu ada pengantin baru sedang bermain di kolam ini pada tahun 1982. Namun keduanya  tenggelam. Sejak saat itu, bendungan tersebut diberi nama "Embung Pengantin". "Ini adalah peristiwa nyata, bukan mitos." Jelas Syadimun
 "Kami mendapatkan 200 hingga 300 pengunjung pada hari kerja. Pada hari libur, terutama pada hari Sabtu dan Minggu, hingga 2.000 orang bisa datang." Ujar Syadimun   Â
Kini, Embung Pengantin terus dikembangkan, hingga pengunjung yang datang merasa nyaman dan semakin terpuaskan saat mengunjungi Embung Pengantin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H