Mohon tunggu...
Ignatius Jovan Liem
Ignatius Jovan Liem Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - SMA Kanisius

Seorang siswa biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Runtuhnya Pembatas Kolese Kanisius

30 Maret 2023   20:03 Diperbarui: 30 Maret 2023   20:08 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kolese Kanisius merupakan suatu lembaga pendidikan Jesuit yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1927 oleh Pater Dr. J. Kurris, SJ. Awalnya Kolese Kanisius didirikan sebagai satu kesatuan yang disebut sebagai Algemene Middlebare School (AMS). Selanjutnya Kolese Kanisius juga diubah menjadi Hoogere Burgerschool (HBS) pada tahun 1938. 

Barulah pada tahun 1952, di Kolese Kanisius mengenal istilah Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) mengikuti program pendidikan di Indonesia. Perlahan Kolese Kanisius yang dulunya merupakan suatu kesatuan AMS atau HBS berubah menjadi dua instansi yang berbeda, yaitu SMP dan SMA. Perubahan Kolese Kanisius yang dulunya satu menjadi dua ini juga merubah banyak hal. Dimulai dari perbedaan pimpinan baik SMP dan SMA, perbedaan guru, kurikulum, kegiatan, dan masih banyak detail lainnya.

Pemisahan Kolese Kanisius menjadi dua instansi yang berbeda, yaitu SMP dan SMA ini terus berlanjut hingga tahun 2022 lalu yang ditandai dengan Pater Heru sebagai mantan rektor Kolese Kanisius mendapat tugas perutusan yang baru dan diangkatnya Pater Winandoko sebagai rektor Kolese Kanisius yang baru. Pater Winandoko memiliki impian untuk menyatukan Kolese Kanisius sebagai satu kesatuan, bukan sebagai SMP dan SMA. Impian ini tentu memiliki pendasaran mengenai mengapa Kolese Kanisius harus disatukan.

Setiap Kolese Jesuit di Indonesia merupakan satu instansi dan satu kesatuan, di mana kebanyakan merupakan SMA. Pater Winandoko memandang hal tersebut sebagai hal yang baik dan dapat diterapkan di Kolese Kanisius sendiri dengan mempersatukan SMP dan SMA. Dengan dipersatukannya SMP dan SMA, diharapkan ada peningkatan solidaritas dan persatuan antar Kanisian serta meningkatkan Kolese Kanisius ke sebuah tahap yang baru.

Impian ini kemudian beliau wujudkan perlahan dengan berbagai kebijakan-kebijakannya yang baru. Tetapi sayangnya, masih ada perbedaan antara SMP dan SMA yang menjadi pemisah bagi kedua instansi tersebut untuk benar-benar menjadi satu. Kedua instansi SMP dan SMA ini tidak langsung dapat berubah menjadi satu masa pendidikan yang mulai dari kelas 7 dan berakhir di kelas 12 sebagaimana yang diimpikan oleh Pater Winandoko. Hal ini disebabkan adanya hambatan yaitu tidak adanya sistem yang secara khusus mengatur waktu pendidikan sekolah menengah selama 6 tahun. 

Sedangkan sistem SMP dan SMA bisa melihat banyak contoh dari sekolah lain maupun dengan sistem yang diatur dalam undang-undang sendiri. Hal ini membuat pihak Kolese Kanisius sendiri yang memikirkan mengenai sistem pendidikan Kolese Kanisius selama 6 tahun tersebut sehingga masih ada banyak perbedaan yang membuat Kolese Kanisius belum bisa sepenuhnya bersatu.

Perbedaan yang pertama adalah pimpinan dari kedua instansi itu sendiri. Sebelumnya, masih ada perbedaan antara kepala sekolah SMP dan SMA, moderator SMP dan SMA, serta wakil kepala sekolah SMP dan SMA. Hal ini menjadi hambatan karena pasti ada perbedaan antara kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh para pimpinan instansi tersebut. Perbedaan pemikiran dan aspirasi akan membuat instansi tersebut semakin berbeda. Tetapi setelah Pater Edu dan Pater Wahyu selaku kepala sekolah dan moderator SMA Kolese Kanisius mendapat panggilan perutusan yang baru, maka kepala sekolah dan moderator dari SMP mengganti posisi mereka. 

Kepala sekolah Kolese Kanisius sekarang adalah Bapak Thomas Gunawan dan moderator Kolese Kanisius sekarang adalah Pater Dani. Demikian juga dengan wakil kepala sekolah di bawahnya. Akan tetapi, setelah penyatuan, hanya ada satu wakil kepala sekolah untuk setiap bidang.

Perbedaan kedua adalah perbedaan dari segi kurikulum pelajaran sendiri. Kurikulum meliputi segala hal yang terkait dengan kegiatan belajar mengajar, termasuk jam kegiatan belajar mengajar. Waktu kegiatan belajar mengajar antara SMP dan SMA masih terdapat perbedaan dari lamanya satu jam pelajaran, waktu istirahat, hingga waktu kepulangan. Perbedaan waktu kegiatan belajar mengajar tersebut dapat membatasi interaksi antar siswa SMP dan SMA. 

Ini kemudian menjadi salah satu bentuk perbedaan yang membatasi interaksi antar siswa. Untuk benar-benar mempersatukan SMP dan SMA, diperlukan adanya disamakan waktu kegiatan belajar mengajar dari kedua instansi SMP dan SMA.

Selain itu, perbedaan selanjutnya masih terkait dengan kurikulum, yaitu perbedaan seragam. Jika melihat satu kesatuan instansi, pasti hal yang dasar seperti seragam juga diperhatikan. Satu instansi yang sama biasanya akan memiliki jadwal seragam per hari yang sama persis. 

Tetapi masih ada perbedaan antara seragam yang dikenakan per hari oleh siswa SMP dan SMA yang menjadi salah satu pembeda di antara kedua instansi tersebut. Siswa baik SMP maupun SMA akan mudah mengenali bahwa seorang siswa SMP atau SMA dengan melihat seragam yang dikenakan siswa tersebut. Jika masih ada perbedaan dari segi seragam, maka instansi SMP dan SMA akan terus menjadi dua instansi yang berbeda.

Selanjutnya masih ada perbedaan-perbedaan lain yang mendorong stigma bahwa SMA dan SMP yang berbeda, salah satunya adalah kepengurusan OSIS atau Presidium di SMA dan Presidium Legionnaire di SMP. Perbedaan kepengurusan OSIS di SMP dan SMA sangat mencolok hingga bahkan nama dan sistemnya sendiri berbeda. Di SMP, seluruh siswa langsung dapat mengikuti kaderisasi OSIS setelah mengurus berkas-berkas yang diperlukan. Setelah menyelesaikan dan lulus proses kaderisasi, mereka akan menjadi Legionnaire. 

Gelar Presidium akan diberikan jika dia menjadi OSIS SMP untuk dua periode. Hal ini sangat berbeda dengan sistem kepengurusan OSIS di SMA. Siswa SMA tidak dapat langsung mengikuti proses kaderisasi jika mereka ingin, tetapi mereka harus terlebih dahulu mengikuti Advanced Leadership Training (ALT). 

ALT sendiri merupakan pelatihan kepemimpinan tingkat lanjut yang melatih keterampilan-keterampilan yang berkaitan dengan kepemimpinan. Siswa yang lulus dari ALT akan menjadi Legionnaire 1. Para Legionnaire 1 baru berhak mengikuti kaderisasi OSIS. Bagi yang lulus di kaderisasi OSIS akan menjadi Presidium, sedangkan yang tidak akan menjadi Legionnaire 2.

Sistem yang berbeda ini akan menjadi penghambat bagi para pengurus OSIS dari SMP dan SMA untuk melakukan kolaborasi. Tetapi hambatan tersebut bukan berarti tidak mungkin. Ada dua cara kolaborasi OSIS SMP dan SMA. Cara yang pertama adalah menghilangkan pembatasan SMP dan SMA itu sendiri sehingga hanya ada satu OSIS. Cara yang kedua adalah dengan menerobos pembatas tersebut dan berfokus pada persamaan-persamaan tujuan, visi, misi, dan sistem untuk melakukan kolaborasi. Kedua cara ini merupakan cara yang mungkin saja untuk dilaksanakan asalkan ada niat dari kedua pihak.

Cara yang pertama seperti yang sudah disampaikan adalah dengan menghilangkan atau meruntuhkan tembok pemisah SMP dan SMA itu sendiri. Cara ini merupakan cara yang membutuhkan tahapan panjang dalam prosesnya tetapi juga membantu penyatuan SMP dan SMA menjadi satu Kolese Kanisius sendiri. Penyatuan pengurus OSIS SMP dan SMA berarti harus ada sistem-sistem baru yang dibentuk sebagai penyeimbang. 

Misalnya dibentuk ketentuan baru yaitu siswa kelas tujuh belum memiliki hak untuk mendaftar sebagai pengurus OSIS karena masih merupakan masa adaptasi dan menghindari perbedaan umur, pengetahuan, dan keterampilan yang sangat jauh dari siswa kelas sepuluh atau sebelas. Selanjutnya perlu juga dibuat kegiatan seleksi dengan skala yang lebih besar dan anggota pengurus OSIS yang lebih banyak dikarenakan bertambahnya sasaran pelayanan dari OSIS sendiri. Selain itu, perbedaan sistem OSIS antara SMP dan SMA juga perlu disamakan, seperti bagaimana periode masa jabatan pengurus OSIS dan gelar dari Legionnaire dan Presidium.

Cara yang kedua merupakan tetap mencari celah kolaborasi walaupun sistem kepengurusan OSIS SMP dan SMA yang sangat berbeda. Jika hal ini terjadi, maka yang perlu dilakukan adalah mencari kesamaan dari visi dan misi serta tujuan dari OSIS itu sendiri. Dasar dari adanya kolaborasi adalah adanya kesamaan tujuan. Tanpa adanya kesamaan dari tujuan, maka kolaborasi tak akan mungkin terjadi. Setelah ditemukan kesamaan dari tujuan antara OSIS SMP dan SMA, maka baru mencari acara kolaboratif yang baik. 

Menurut saya sendiri, acara kolaboratif yang baik untuk saat ini adalah acara dinamika antara siswa dari SMP dan SMA karena pasti masih ada banyak siswa SMP yang belum mengenal banyak siswa SMA begitu sebaliknya. Dengan adanya acara dinamika, maka dapat membuat siswa SMP dan SMA menjadi lebih dekat. Acara dinamika sendiri dapat berupa permainan-permainan, makan bersama, nonton bersama, ataupun acara perlombaan di mana satu tim beranggotakan gabungan siswa SMP dan SMA. 

Sebaliknya, perlu dihindari adanya kompetisi antara siswa SMP dan SMA karena kurang efektif dalam mendekatkan hubungan siswa dari SMP dan SMA serta perbedaan baik keterampilan dan pengetahuan karena perbedaan umur dan pengalaman yang cukup jauh. 

Maka dari dua cara kemungkinan diadakannya kegiatan kolaboratif antara OSIS SMP dan SMA yang keduanya merupakan cara yang mungkin, dapat dipilih dan dilakukan. Dengan diadakannya kegiatan kolaboratif antara OSIS SMP dan SMA, maka diharapkan persatuan Kolese Kanisius semakin dekat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun