Kolese Kanisius merupakan suatu lembaga pendidikan Jesuit yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1927 oleh Pater Dr. J. Kurris, SJ. Awalnya Kolese Kanisius didirikan sebagai satu kesatuan yang disebut sebagai Algemene Middlebare School (AMS). Selanjutnya Kolese Kanisius juga diubah menjadi Hoogere Burgerschool (HBS) pada tahun 1938.Â
Barulah pada tahun 1952, di Kolese Kanisius mengenal istilah Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) mengikuti program pendidikan di Indonesia. Perlahan Kolese Kanisius yang dulunya merupakan suatu kesatuan AMS atau HBS berubah menjadi dua instansi yang berbeda, yaitu SMP dan SMA. Perubahan Kolese Kanisius yang dulunya satu menjadi dua ini juga merubah banyak hal. Dimulai dari perbedaan pimpinan baik SMP dan SMA, perbedaan guru, kurikulum, kegiatan, dan masih banyak detail lainnya.
Pemisahan Kolese Kanisius menjadi dua instansi yang berbeda, yaitu SMP dan SMA ini terus berlanjut hingga tahun 2022 lalu yang ditandai dengan Pater Heru sebagai mantan rektor Kolese Kanisius mendapat tugas perutusan yang baru dan diangkatnya Pater Winandoko sebagai rektor Kolese Kanisius yang baru. Pater Winandoko memiliki impian untuk menyatukan Kolese Kanisius sebagai satu kesatuan, bukan sebagai SMP dan SMA. Impian ini tentu memiliki pendasaran mengenai mengapa Kolese Kanisius harus disatukan.
Setiap Kolese Jesuit di Indonesia merupakan satu instansi dan satu kesatuan, di mana kebanyakan merupakan SMA. Pater Winandoko memandang hal tersebut sebagai hal yang baik dan dapat diterapkan di Kolese Kanisius sendiri dengan mempersatukan SMP dan SMA. Dengan dipersatukannya SMP dan SMA, diharapkan ada peningkatan solidaritas dan persatuan antar Kanisian serta meningkatkan Kolese Kanisius ke sebuah tahap yang baru.
Impian ini kemudian beliau wujudkan perlahan dengan berbagai kebijakan-kebijakannya yang baru. Tetapi sayangnya, masih ada perbedaan antara SMP dan SMA yang menjadi pemisah bagi kedua instansi tersebut untuk benar-benar menjadi satu. Kedua instansi SMP dan SMA ini tidak langsung dapat berubah menjadi satu masa pendidikan yang mulai dari kelas 7 dan berakhir di kelas 12 sebagaimana yang diimpikan oleh Pater Winandoko. Hal ini disebabkan adanya hambatan yaitu tidak adanya sistem yang secara khusus mengatur waktu pendidikan sekolah menengah selama 6 tahun.Â
Sedangkan sistem SMP dan SMA bisa melihat banyak contoh dari sekolah lain maupun dengan sistem yang diatur dalam undang-undang sendiri. Hal ini membuat pihak Kolese Kanisius sendiri yang memikirkan mengenai sistem pendidikan Kolese Kanisius selama 6 tahun tersebut sehingga masih ada banyak perbedaan yang membuat Kolese Kanisius belum bisa sepenuhnya bersatu.
Perbedaan yang pertama adalah pimpinan dari kedua instansi itu sendiri. Sebelumnya, masih ada perbedaan antara kepala sekolah SMP dan SMA, moderator SMP dan SMA, serta wakil kepala sekolah SMP dan SMA. Hal ini menjadi hambatan karena pasti ada perbedaan antara kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh para pimpinan instansi tersebut. Perbedaan pemikiran dan aspirasi akan membuat instansi tersebut semakin berbeda. Tetapi setelah Pater Edu dan Pater Wahyu selaku kepala sekolah dan moderator SMA Kolese Kanisius mendapat panggilan perutusan yang baru, maka kepala sekolah dan moderator dari SMP mengganti posisi mereka.Â
Kepala sekolah Kolese Kanisius sekarang adalah Bapak Thomas Gunawan dan moderator Kolese Kanisius sekarang adalah Pater Dani. Demikian juga dengan wakil kepala sekolah di bawahnya. Akan tetapi, setelah penyatuan, hanya ada satu wakil kepala sekolah untuk setiap bidang.
Perbedaan kedua adalah perbedaan dari segi kurikulum pelajaran sendiri. Kurikulum meliputi segala hal yang terkait dengan kegiatan belajar mengajar, termasuk jam kegiatan belajar mengajar. Waktu kegiatan belajar mengajar antara SMP dan SMA masih terdapat perbedaan dari lamanya satu jam pelajaran, waktu istirahat, hingga waktu kepulangan. Perbedaan waktu kegiatan belajar mengajar tersebut dapat membatasi interaksi antar siswa SMP dan SMA.Â
Ini kemudian menjadi salah satu bentuk perbedaan yang membatasi interaksi antar siswa. Untuk benar-benar mempersatukan SMP dan SMA, diperlukan adanya disamakan waktu kegiatan belajar mengajar dari kedua instansi SMP dan SMA.
Selain itu, perbedaan selanjutnya masih terkait dengan kurikulum, yaitu perbedaan seragam. Jika melihat satu kesatuan instansi, pasti hal yang dasar seperti seragam juga diperhatikan. Satu instansi yang sama biasanya akan memiliki jadwal seragam per hari yang sama persis.Â