Hingga artikel ini rilis, pandangan dan hasil pengamatan yang populer tentang  PDIP adalah partai banteng merah itu akan mengambil peran sebagai oposisi untuk lima tahun ke depan setelah pelantikan presiden baru. Kembalinya PDIP menjadi oposisi tidak dipandang buruk, malah ada yang mengapresiasikannya jika hal itu terjadi.Â
Selain adanya kerinduan akan kehadiran oposisi yang kuat, PDIP sudah makan asam garam dalam perpolitikan Indonesia. Sejak pendiriannya (baik itu PDI maupun PDIP), PDIP lebih banyak menghabiskan waktu sebagai oposisi dibanding penguasa. Tetapi, tidak seperti masa-masa sebelumnya, perjalanan PDIP menjadi oposisi akan jauh lebih berat. Setidaknya ada dua isu atau masalah yang harus diatasi PDIP jika ingin mempertahankan reputasinya di kancah politik Indonesia.
Masalah yang pertama dapat dideskripsikan dari pernyataan PDIP nih bagusnya jadi oposisi, tapi ketika dia menang, dia enggak bagus. Karena ketika dia menang, dia diam seperti kura-kura. Tapi ketika dia kalah baru dia betul-betul menjadi wong cilik. Itu pendapat saya.Â
Pernyataan tersebut diucapkan oleh seorang politisi Nasdem bernama Irma Suryani Chaniago dalam sebuah acara di Universitas Indonesia pada tanggal 7 Maret 2024. Ketika menjadi oposisi dari tahun 2004 hingga 2014 (masa pemerintahan SBY), PDIP memiliki reputasi sebagai oposisi yang tangguh. Itu juga menjadi masa ketika PDIP menunjukan bagaimana mereka memperjuangkan nilai-nilai Bung Karno dan wong cilik (orang kecil) dalam menghadapi pemerintahan SBY yang dianggap kental dengan neoliberalisme.
 Salah satu isu yang menunjukan militansi PDIP adalah ketika pemerintah hendak menaikan harga bahan bakar minyak (bbm) di tahun 2012 dan 2013. PDIP tidak hanya mengekspresikan penolakannya di gedung DPR. PDIP juga menunjukan sikapnya di jalanan seperti klaim mereka memimpin demo di seluruh Indonesia (Detik, 2012) dan melakukan long march ke Istana (Kompas, 2013).Â
Saat PDIP berubah posisi menjadi partai pemerintah, terjadi perbedaan sikap. Ketika harga bbm dinaikan pada masa Jokowi di tahun 2022, PDIP justru mendukung langkah Jokowi. Dua tahun sebelumnya, PDIP adalah satu dari tujuh fraksi yang menyetujui pengesahan RUU Omnibus Law.Â
Dari sudut pandang wong cilik, mendukung harga BBM naik dan Omnibus Law adalah sikap dari partai yang pragmatis atau pro-bisnis (seperti Golkar), bukan partai wong cilik.Â
Omnibus Law, misalnya, jika menggunakan kacamata bisnis, merupakan hal yang bagus karena memudahkan investasi di Indonesia, namun, dari sudut pandang buruh, Omnibus Law bisa menjadi mimpi buruk karena ketakutan ada hak-hak buruh yang akan dikurangi hingga dihapus.Â
Belum lagi PDIP dihantam segala kontroversi dari kader maupun pejabat PDIP seperti korupsi, ucapan yang tidak pantas, dan hal-hal yang mencoreng reputasi PDIP. Alhasil, pandangan PDIP sebagai partai wong cilik sudah pudar di banyak pemilih akibat sepak terjang partai pimpinan Megawati itu selama sepuluh tahun terakhir.
Isu yang kedua adalah soal bagaimana hubungan PDIP dengan PKS. Selain PDIP, partai yang berpeluang besar menjadi oposisi adalah PKS. Hingga saat ini, belum jelas apakah PKS dan PDIP akan berkoalisi sebagai oposisi atau telah membentuk poros mereka sendiri.Â
Satu hal yang pasti, bergabung atau tidaknya kedua partai dalam suatu koalisi akan menimbulkan kerugian tersendiri bagi PDIP. Jika PDIP dan PKS tidak bersatu, maka PDIP harus berusaha mempertahankan basis wong cilik dari PKS.Â
Saat ini, PKS dinilai sebagai oposisi yang teguh karena giat mempertanyakan dan mengkritik kebijakan pemerintah (seperti soal Omnibus Law dan kenaikan bbm di tahun 2022) serta setia dalam oposisi, walaupun saat ini harus menjadi satunya-satunya partai oposisi setelah bergabungnya Demokrat ke kubu Jokowi.
Satu hal yang bisa menjadi keunggulan PKS adalah sudah ada pembuktiannya. Misalnya, pada isu kenaikan bbm di tahun 2012 dan 2013, PKS juga menyuarakan penolakan kenaikan harga, meskipun berada di koalisi pemerintah dan mempunyai tiga menteri di kabinet. Apabila PDIP. tidak segera memperbaiki kesalahan mereka, PKS bisa saja mengambil hati dari para pemilih wong cilik.Â
Skenario PDIP dan PKS dalam satu koalisi juga menimbulkan kerugian pada PDIP (dan PKS) karena perbedaan ideologi dan akar rumput (grassroot) yang militan. PDIP memiliki basis dari wong cilik dan pemilih non-muslim, sedangkan PKS memiliki basis dari kalangan islam konservatif dan modernis.Â
Meskipun kedua partai akan cenderung bertindak sesuai kepentingannya (bukan ideologi) jika berada dalam pemerintahan, spektrum politik kedua partai tetap kental cukup jauh di antara keduanya.Â
PDIP dapat dikategorikan sebagai partai sayap kiri, sedangkan PKS adalah partai sayap kanan. Jika kedua partai berada dalam satu koalisi, terkhususnya bila mereka mengusung calon presiden dan wapres yang sama di pemilu tahun 2029, sangat mungkin para akar rumput akan eksodus dari kedua partai.Â
Pemilih PKS yang kecewa akan pindah ke partai yang lain, begitu juga dengan pemilih PDIP. Jika kita berbicara pemilu, terutama pilpres, bukanlah hal yang mustahil bagi kader partai untuk memilih paslon yang tidak didukung sehingga hasil pileg dan pilpres bisa tidak selaras.Â
Misalnya, untuk pemilu tahun in, PDIP memenangkan pileg di provinsi Bali, Jawa Tengah, dan Sulawesi Utara, tetapi paslon yang hasil pilpres di ketiga provinsi tersebut dimenangkan oleh paslon 02, bukan 03.
Satu hal yang pasti dalam politik adalah politik itu dinamis dan bisa berubah karena hal apa pun. Sekiranya hasil dari pemilu 2024 sudah cukup memberi pukulan bagi PDIP untuk berubah menjadi lebih baik.Â
Jejak rekam PDIP selama sepuluh tahun terakhir merupakan beban sekaligus amunisi dalam catur politik di negeri ini. Pilihan realistis bagi PDIP untuk mendapatkan kepercayaan dari rakyat untuk kembali ke pemerintahan hanyalah dua, yakni menemukan formula politik yang tepat atau mengharapkan blunder fatal dari koalisi 02.
Sumber:
Akbar, N. A. (2022, September 7). Tolak Kenaikan Harga BBM, Fraksi PKS Walk Out Rapat Paripurna. Republika. Diakses di https://news.republika.co.id/berita/rht9zq436/tolak-kenaikan-harga-bbm-fraksi-pks-walk-out-rapat-paripurna.Â
Astuti, N. A. R. (2020, Oktober 5). Demokrat-PKS Tolak RUU Cipta Kerja, 7 Fraksi Mendukung Jadi UU. Detik. Diakses di https://news.detik.com/berita/d-5200573/demokrat-pks-tolak-ruu-cipta-kerja-7-fraksi-mendukung-jadi-uu.Â
Hakim, Y. R. (2021). Kebijakan Omnibus Law Dalam Perspektif Kebijakan Buruh Di Indonesia. Jurnal PolGov, 3Â (1), halaman 235-267.
MerdekaDotCom. 2024, 7 Maret. [FULL] Keras! Irma Nasdem Blak-blakan Posisi PDIP: Oposisi Banci Semua [Video]. YouTube. Diakses di https://www.youtube.com/watch?v=rDK0AnHWmiA.Â
Nurrashid, Z. (2013, Juni 19). Tolak Kenaikan BBM, Massa PDI-P "Longmarch" ke Istana. Kompas. Diakses di https://nasional.kompas.com/read/2013/06/19/11093960/tolak-kenaikan-bbm-massa-pdip-longmarch-ke-istana.Â
Pakar UGM Soroti Pro Kontra UU Cipta Kerja. (2020, Oktober 7). Universitas Gajah Mada. Diakses di https://ugm.ac.id/id/berita/20184-pakar-ugm-soroti-pro-kontra-uu-cipta-kerja/.Â
PDIP Dukung Rencana Jokowi Naikkan BBM: Yakin Keputusan Terbaik. (2022, Agustus 31). CNN Indonesia. Diakses di  https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220831165008-32-841517/pdip-dukung-rencana-jokowi-naikkan-bbm-yakin-keputusan-terbaik.Â
PDIP Klaim Pimpin Demo Kenaikan Harga BBM di Seluruh Indonesia. (2012, Maret 27). Detik. Diakses di https://news.detik.com/berita/d-1877112/pdip-klaim-pimpin-demo-kenaikan-harga-bbm-di-seluruh-indonesia.Â
PKS Menolak Kenaikan Harga BBM. (2012, Maret 30). Tempo. Diakses di https://nasional.tempo.co/read/393756/pks-menolak-kenaikan-harga-bbm.Â
Soraya, S. (2020). Oposisi dan Partai Politik: Analisis terhadap Konsistensi Partai Keadilan Sejahtera di Luar Pemerintahan Joko Widodo Pada Periode 2014-2019 dan Periode 2019-2024. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Diakses di https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/55639/1/SARAH%20SORAYA.FISIP.pdf.Â
Tolak BBM Naik, PKS Siap Tanggung Risiko Soal 3 Menteri. (2013, Juni 17). Detik. Diakses di https://news.detik.com/berita/d-2275895/tolak-bbm-naik-pks-siap-tanggung-risiko-soal-3-menteri.Â
Tuswoyo. (2012). Oposisi dalam Sistem Presidensial: Sepenggal Pengalaman PDI Perjuangan (PDIP) di Era Pemerintahan SBY-JK. Masyarakat Indonesia, 38Â (2), halaman 399-425. Diakses di https://jmi.ipsk.lipi.go.id/index.php/jmiipsk/article/view/658.Â
Tuswoyo. (2013). Pelembagaan Oposisi dalam Sistem Presidensial: Studi tentang Oposisi PDIP di DPR. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 1 (1), halaman 132-155. Diakses di https://www.neliti.com/publications/195180/pelembagaan-oposisi-dalam-sistem-presidensial-studi-tentang-oposisi-pdip-di-dpr#cite.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H