Kekuasaan berhasil dipindahkan ke tangan bangsa Indonesia, menyisakan "dan lain-lain" yang belum terungkap maksudnya. Goenawan Mohammad menyebut "dan lain-lain" adalah pengakuan, jika "kemerdekaan" adalah sebuah wacana, ia sebuah wacana yang belum selesai.
Serupa hidup, "dan lain-lain" adalah misteri yang berlanjut. Pasti atau mungkin, tegas atau ragu, gelap atau terang. Dalam bentuknya yang lain, "dan lain-lain" adalah notasi ghaib yang belum disingkapkan Tuhan hingga ada ikhtiar yang mewujudkan. Sebagai sebuah ketergesa-gesaan, "dan lain-lain" adalah kekuatan.
Kemudian, rakyat urunan tafsir "dan lain-lain", yang sebenarnya hanya diketahui Hatta dan Tuhan yang Maha Esa. Ada yang menyatakan pemindahan ekonomi, budaya, ada yang bilang pendidikan, olahraga, hukum, hak asasi, dan sebagainya. Masing-masing kepala memiliki "dan lain-lain" versinya sendiri. Versi kondisional saat ini: Haga telur mahal. Rupiah melemah terhadap dolar. Utang negara meningkat.
Ignas Kleden pernah menulis untuk Kompas edisi  20 Agustus 2015, "Pemindahan kekuasaan" yang dinyatakan dalam proklamasi hendak diselesaikan "dalam tempo sesingkat-singkatnya", tetapi kemudian kita berurusan dengan "pemindahan budaya" yang mungkin belum selesai juga setelah lewat 70 tahun.
Pemindahan budaya yang diungkapkan Ignas membuka peluang untuk diganti dengan pemindahan ekonomi, hukum, politik, dan sebagainya sesuai yang dirasakan bangsa saat ini. Pemerintah sebagai tali sambung proklamator bertugas memindahkan "dan lain-lain" itu kepada rakyatnya sendiri. (bukan memindahkan apa yang sudah ada pada rakyat ke luar). Dengan cara seksama dan tempo yang sesingkatnya. Sesingkat kehidupan manusia di dunia.
Suandri Ansah
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI