Mohon tunggu...
Suandri Ansah
Suandri Ansah Mohon Tunggu... Freelancer - Konten Kreator

Power Rangers Merah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sistem Zonasi Sekolah Hidupkan Nilai Komunal Siswa-Masyarakat

13 Agustus 2018   23:39 Diperbarui: 14 Agustus 2018   00:25 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) optimis Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 dapat menjamin pemerataan pendidikan. Setiap warga negara dijamin-atas izin Tuhan, upaya, dan doa- dapat menikmati hak pendidikan yang sama. Rendahnya angka anak terdidik dipandang bukan karena faktor gratisnya sekolah atau tidak, tetapi akses yang sulit atau mahal. Karenanya, sistem zonasi diharapkan dapat memperkecil hambatan itu.

"Kebijakan zonasi ini menjamin pemerataan akses pendidikan. Pak Menteri selalu menekankan anak tidak mampu agar diutamakan," kata Ari Santoso, Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud dalam urun pandang Kemendikbud dengan Kompasianer di Jakarta, 6 Agustus 2018.

Guna menciptakan iklim pendidikan yang inklusif, pemerintah terus mengupayakan peningkatan anggaran pendidikan. Dari Rp409.1 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp444.1 tirliun pada tahun 2018. Kemana larinya anggaran sebesar itu?

Komponen anggaran pendidikan disebar melalui Belanja Pemerintah Pusat (20 Kementerian/Lembaga dan BA BUN) Rp149.68 triliun, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (Dana Alokasi Umum, Dana Transfer Khusus, dan Dana Otsus) sebesar Rp279.45 triliun, dan Pengeluaran Pembiayaan (Pengembangan Pendidikan Nasional dan SWF) sebesar Rp15 triliun.

Kemenkeu.go.id
Kemenkeu.go.id
Tentu Kemendikbud tak boleh loyo, dalam hal ini membuat program pendidikan yang tidak siap guna. Zonasi sekolah dengan segala pro-kontra yang muncul diyakini Kemendikbud sebagai jalan terbaik saat ini untuk segera meratakan akses pendidikan, sambil pelan-pelan meningkatkan kualitas pendidik, sarana, dan prasarananya.

Lewat sistem zonasi, Kemendikbud berharap diskriminasi pendidikan dapat dihilangkan. Pertama, Ari menjelaskan, zonasi sekolah diharapkan dapat mendorong daya kreatif pembelajaran di sekolah. Sistem zonasi membuka homogentias lingkungan pendidikan yang terbentuk karena seleksi penerimaan siswa berbasis nilai Ujian Nasional. Penerimaan siswa dengan seleksi nilai selama ini dinilai hanya mengumpulkan siswa dan guru-guru pintar, yang kemudian memunculkan ekslusifitas sekolah favorit.

"Kreativitas mengajar guru juga dituntut, tidak monolog karena mengajar siswa yang heterogen," kata Ari.

"Tapi apakah gurunya sudah siap?" celetuk salah satu Kompasianer.

"Kalau menunggu siap, sampai kapan..." Kata Ari.

Ari Santoso, Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud
Ari Santoso, Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud
Dilematis memang. Kemendikbud sebagai pembuat kebijakan seperti dihidangkan buah simalakama. Kemendikbud dihadapkan pada pilihan membenahi sistem atau meningkatkan kualitas pendidikan yang sama-sama penting dan genting. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung Kemendikbud memilih pertaruhan yang tidak murah. Benahi sistem, maka kualitas pendidikan ikut terangkat. Begitu keyakinan Kemendikbud.

Kemudian yang paling penting, sistem zonasi diharapkan dapat menghidupkan nilai-nilai komunal pada peserta didik. Salah satu kekurangan sistem pendidikan di Indonesia yakni mampu menelurkan siswa yang pintar akademik, tetapi bodoh bermasyarakat. Pendidikan semacam ini hanya akan membuat siswa merasa sebagai "makhluk langit".

Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali - Tan Malaka

Pendidikan tidak untuk menciptakan generasi pintar apalagi generasi buruh, tetapi generasi bijak. Siswa boleh menjadi ahli ilmu matematika, bahasa asing, ilmu sosial, biologi, ekonomi, teknologi dan semacamnya. Bocah angon harus memanjat pohon untuk dapat memetik belimbing. Tak peduli hujan dan licin. Sesulit apapun jalan pendidikan itu. Peserta didik harus didorong cita-citanya. Lunyu-lunyu penekno.

Namun, dengan kepintarannya itu siswa tidak boleh memintari bangsanya, masyarakatnya, keluarganya, orang tuanya. Ia harus menjadi pembawa ketentraman dan penyejuk hati bagi lingkungannya. Mampu momong sesamanya. Membantu pedagang, menghormati petani, memuliakan pengangguran, memajukan perindutrian. Pendidikan adalah proses mbasuh dodo tiro. Pendidikan adalah menyeimbangkan pikiran dan perasaan. Mumpung padhang rembulane, mumpung Jembar kalangane.

Nah, di sinilah masuk tujuan lain sistem zonasi sekolah, mendekatkan lingkungan sekolah dengan peserta didik. Orang tua, masyarakat disebut memiliki peran terhadap suksesi pendidikan siswa. Sebagaimana Ki Hajar Dewantara mengonsepkan Tri Sentra Pendidikan yang melibatkan satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat.

Sistem zonasi diharapkan mampu membentuk ruang-ruang komunal yang membesarkan nilai sosial siswa dan menguatkan interaksi peserta didik dengan masyarakat. Tak boleh lagi ada kastanisasi antarsekolah, apalagi sekolah dengan masyarakat. Dengan demikian program Penguatan Pendidikan Karakter yang dicanangkan Kemendikbud lebih terarah.

Suandri Ansah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun