Di dunia yang sangat cepat berkembang, kebutuhan akan keahlian juga cepat berubah. Sekarang, teknologi AI (Artificial Inteligent) dan robot mulai mendominasi dan meggantikan pekerjaan manusia.
"Kalian jangan pernah malas berpkir", ucap salah satu guru di kelas. Ya, begitulah model pendidikan di sekolahku. Model pendidikan yang dulu banyak menggunakan pilihan ganda kini digantikan oleh esai. Setiap ulangan harian, penilaian tengah semester, dan akhir semester, saya harus bekerja lebih keras. Sebenarnya, saya lebih menyukai pilihan ganda karena jika tidak tahu jawabannya, saya bisa "nembak". Tidak jarang, trik-trik takhayul dengan mantra-mantra rohani digunakan agar jawaban yang ditebak bisa benar.
Selama menjalani pendidikan di Kanisius, saya selalu ditekankan untuk berpikir kritis dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Setelah dipikir-pikir, pendekatan ini memang benar adanya karena setiap argumen harus memiliki dasar ilmiah yang valid agar dapat dipertanggungjawabkan.
Eksistensi manusia sebagai penguasa bumi sekarang terancam oleh adanya otomatisasi. Pekerjaan manusia yang hanya mengandalkan kekuatan fisik menjadi yang paling rentan untuk tergantikan. Sebuah kenyataan pahit bahwa nilai seseorang harus tergantikan oleh mesin hanya karena alasan efisiensi.Â
Oleh sebab itu, pendekatan pendidikan yang diajarkan di sekolah-sekolah harus berevolusi untuk bisa menjawab tantangan zaman. Pendidikan yang hanya mengandalkan ingatan dan teori sudah tidak relevan lagi. Teori-teori tersebut dapat dengan mudah ditemukan di internet, seperti Google dan ChatGPT.
Pendidikan harus bertujuan untuk membentuk pribadi yang tangguh dan memiliki kecakapan berpikir kritis. Selain itu, pendidikan harus membekali individu dengan kemampuan berkomunikasi, mendengarkan, dan memiliki hati yang baik. Nilai-nilai ini adalah keutamaan manusia yang unik dan hanya bisa diberikan oleh Sang Pencipta. Keunikan inilah yang membuat manusia tetap eksis di tengah kemajuan teknologi.
C-XLENCE (1)
Kegiatan Canisius Exhibition of Learning Experience (C-XLENCE) Â merupakan kegiatan penelitian ilmiah yang dilakukan oleh siswa kelas 9 dan 12 yang bersekolah di Kanisius. Kegiatan ini merupakan salah satu syarat kelulusan sehingga setiap siswa akan mengalaminya.Â
Kegiatan ini diawali dengan memilih topik penelitian dan menekuninya selama 1 semester. Sebagai bentuk pertanggungjawaban, hasil penelitian akan dipresentasikan kepada khalayak umum dan diuji oleh bapak-ibu guru.Â
Sebagai alumi dari SMP Kanisius, saya pernah melewati tahap tersebut. Pada saat itu,kegiatan penelitian dilakukan secara daring karena masih dalam kondisi pandemi. Satu tim terdiri dari 3 orang dengan memilih topik sains atau humaniora. Saya dan kelompok meneliti mengenai potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) panel surya apabila dipasang di Kolese Kanisius.
Pengalaman ini sungguh membentuk saya menjadi pribadi yang tangguh karena prosesnya sangat kompleks. Kami mencoba mewawancarai salah satu pengurus di Gereja Katedral Jakarta sebagai referensi. Proses penelitian panjang dan melelahkan, setiap minggu kami harus bolak-balik konsultasi dan revisi.
Penulisan karya ilmiah pun tidak bisa sembarangan. Ada aturan baku dalam mengutip atau mengambil contoh dari karya orang lain. Penulisan daftar pustaka dan catatan kaki harus menggunakan format APA. Setelah disetujui oleh guru pembimbing, penelitian belum selesai. Kami masih harus mempresentasikan hasilnya kepada khalayak umum.
Mengungkapkan ide, gagasan, dan hasil penelitian melatih keberanian berpikir serta kemampuan berkomunikasi. Hal itu ditujukan agar sebagai alumni, Â kita dapat berkontribusi pada masyarakat luas. Pengalaman ini sangat membekas di hati saya dan membentuk kemampuan soft-skills yang baik.
Saat ini, saya duduk di bangku kelas 12 SMA Kanisius. Semester ini adalah kali kedua saya mengikuti kegiatan C-XLENCE. Kesempatan ini sangat berguna untuk mengembangkan keterampilan soft-skills dan hard-skills, sebagai persiapan memasuki jenjang pendidikan tinggi.
Sayangnya, masih sedikit sekolah yang menyadari pentingnya memperkenalkan siswa pada penelitian ilmiah sejak dini. Namun, dengan adanya C-XLENCE di Kanisius, diharapkan pendidikan holistik yang melibatkan riset bisa lebih diperkenalkan. Tak jarang, Kanisius mengundang sekolah sahabat untuk menyaksikan presentasi research paper. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya memberi pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan keterampilan yang tidak bisa digantikan oleh mesin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H