Pengalaman ini sungguh membentuk saya menjadi pribadi yang tangguh karena prosesnya sangat kompleks. Kami mencoba mewawancarai salah satu pengurus di Gereja Katedral Jakarta sebagai referensi. Proses penelitian panjang dan melelahkan, setiap minggu kami harus bolak-balik konsultasi dan revisi.
Penulisan karya ilmiah pun tidak bisa sembarangan. Ada aturan baku dalam mengutip atau mengambil contoh dari karya orang lain. Penulisan daftar pustaka dan catatan kaki harus menggunakan format APA. Setelah disetujui oleh guru pembimbing, penelitian belum selesai. Kami masih harus mempresentasikan hasilnya kepada khalayak umum.
Mengungkapkan ide, gagasan, dan hasil penelitian melatih keberanian berpikir serta kemampuan berkomunikasi. Hal itu ditujukan agar sebagai alumni, Â kita dapat berkontribusi pada masyarakat luas. Pengalaman ini sangat membekas di hati saya dan membentuk kemampuan soft-skills yang baik.
Saat ini, saya duduk di bangku kelas 12 SMA Kanisius. Semester ini adalah kali kedua saya mengikuti kegiatan C-XLENCE. Kesempatan ini sangat berguna untuk mengembangkan keterampilan soft-skills dan hard-skills, sebagai persiapan memasuki jenjang pendidikan tinggi.
Sayangnya, masih sedikit sekolah yang menyadari pentingnya memperkenalkan siswa pada penelitian ilmiah sejak dini. Namun, dengan adanya C-XLENCE di Kanisius, diharapkan pendidikan holistik yang melibatkan riset bisa lebih diperkenalkan. Tak jarang, Kanisius mengundang sekolah sahabat untuk menyaksikan presentasi research paper. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya memberi pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan keterampilan yang tidak bisa digantikan oleh mesin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H