Dalam praktiknya, ia menjelaskan dalam melakukan pelacakan tersangka, tim polisi seringkali menggunakan teknologi IP Address dan posisi yang diberikan oleh provider pesawat telepon. Ia menjelaskan bahwa jejak yang ditinggalkan dalam dunia cyber sangat sulit untuk dihilangkan secara komperhensif, sehingga menjadi salah satu peluang sistem surveilansi sebagai bentuk pengendalian sosial.
Kelemahan utama dari penggunaan teknologi cyber yakni GPS, IP Address dan pesawat telepon ini berkaitan dengan bagaimana pengguna teknologi ini (baik dari pelaku maupun pihak berwajib) dapat mengendalikan teknologi tersebut tersebut.
Baik dari GPS, IP Address dapat di spoofing sehingga posisi mereka tidak terbaca oleh sistem surveilansi. Penyerangan, eksploitasi dan perlindungan setiap hal di dalam dunia digital sangatlah bergantung pada seberapa jauh seseorang dapat mengenal konstruksi dalam, karakteristik fitur dan bagaimana mekanisme dari teknologi tersebut (Libicki, 2007)
Selain dari teknologi yang sudah diterapkan secara umum dan masif menjadi sistem surveilans, penulis juga melihat bagaimana teknologi RFID juga dapat digunakan sebagai salah satu bentuk pengendalian sosial. RFID atau Radio Frequency adalah sebuah metode identifikasi dengan menggunakan sarana yang disebut label RFID atau transponder untuk menyimpan dan mengambil data jarak jauh.
Label, tag, atau kartu RFID adalah sebuah benda yang bisa dipasang atau dimasukkan di dalam sebuah produk, hewan atau bahkan manusia dengan tujuan untuk identifikasi menggunakan gelombang radio. Label, tag atau kartu RFID tersebut berisi informasi yang disimpan secara elektronik dan dapat dibaca dari jarak jauh. Dalam hal ini, penulis akan mengungkapkan beberapa penggunaan RFID dalam konsep surveilansi sebagai bentuk pengendalian sosial dan ide baru sebagai masa depan pengendalian sosial.
Yang pertama adalah penggunaan RFID dalam hewan atau tumbuhan langka untuk mencegah terjadinya wildlife crime. Pemasukan tag RFID kedalam tubuh hewan atau tumbuhan langka dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan memantau pergerakan melalui sistem surveilansi RFID S Sujanani, dkk (2016). Berdasarkan website Cybra.com (developer RFID), Google telah memberikan kontribusi yang besar terhadap duniia RFID dalam mencegah wildlife crime.Â
Yakni dengan mengembangkan Unmanned aerial vehicles (UAVs) untuk menunjang penggunaan RFID dalam proses surveilensi hewan- hewan langka di Namibia sejak tahun 2013. Melalui UAV ini, RFID tag yang telah dimasukan kedalam hewan dapat dibaca dan dipantau dari jarak yang jauh melalui drone di udara. Hasil dari kolaborasi google, developer RFID (cybra), dan menteri lingkungan hidup dan wisata Namibia in telah membawakan hasil yang mecengangkan.
Berdasarkan Cybra.com, pada tahun 2013, Afrika Selatan telah kehilangan lebih dari 1000 Badak oleh karena perburuan liar, sedangkan Namibia hanya kehilangan 2 ekor saja. Oleh karena itu, RFID dapat menjadi teknologi surveilansi yang sangat efektif dalam pengendalian sosial, terutama jenis kejahatan wildlife crime.
Potensi penggunaan RFID sebagai teknologi surveilansi lainnya adalah surveilansi berdasarkan RFID yang di implant dalam tubuh manusia. Teknologi implant RFID memang pada awalnya digunakan hanya untuk hewan saja, Kevin Warwick pada tahun 1998 melakukan eksperimen implant terhadap tubuhnya sendiri.
Implant tersebut kemudian, digunakannya untuk hal- hal sederhana seperti membuka pintu, menyalakan lampu. Seiring dengan perkembanganya, implant RFID dalam tubuh manusia telah memiliki berbagai fitur baru seperti pembayaran tanpa tunai, autentikasi tanpa password, mengambil data kesehatan pengguna implan dan pelacakan posisi pengguna implant tersebut (Gasson dkk, 2012).Â
Memang penggunaan RFID tag ini masih dalam tahap proses pengembangan awal, dan memiliki banyak pro dan kontra, salah satunya yakni berkaitan dengan masalah privasi dan keamanan data yang diambil dari RFID itu sendiri.