trauma".
Pada saat berpraktik, saya seringkali menemui klien saya yang berkata "Mungkin ini ya yang dinamakanKebanyakan orang mudah sekali untuk melabeli peristiwa tidak menyenangkan dan masih teringat hingga saat ini dengan kata trauma. Tapi tahukah Anda arti sebenarnya dari trauma?
Mengutip dari American Psychological Association (APA), trauma adalah respons emosional terhadap peristiwa mengerikan seperti kecelakaan, pemerkosaan, atau bencana alam. Di samping itu, dapat mengalami trauma sebagai respons terhadap peristiwa apa pun yang mereka anggap mengancam fisik atau emosional atau berbahaya.
Perlu disadari bahwa trauma itu bisa dipulihkan, asal dalam bentuk Post-Traumatic Growth. Menurut Tedeschi dan Calhoun (2004), Post-Traumatic Growth (PTG) adalah suatu proses di mana individu mengalami pertumbuhan psikologis setelah mengalami peristiwa traumatis yang signifikan dalam hidup mereka. PTG merujuk pada proses psikologis yang mengarah pada pertumbuhan pribadi, kekuatan, dan pemahaman baru tentang diri sendiri dan dunia setelah mengalami situasi traumatis.Â
PTG bisa muncul setelah mengalami peristiwa traumatis seperti kecelakaan, kekerasan, atau kematian keluarga. Namun, tidak semua orang mengalami PTG setelah mengalami trauma. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi apakah seseorang akan mengalami PTG adalah dukungan sosial yang diterima, resiliensi pribadi, dan pemahaman tentang kejadian tersebut. (Zoellner dan Maercker, 2006)Â
PTG tidak terjadi secara spontan, melainkan melalui suatu proses yang kompleks dan berbeda pada setiap individu. Terdapat lima tahapan dalam proses PTG, yaitu (Tedeschi & Calhoun, 2004) :
- Denial : Individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan dari peristiwa traumatis yang dialaminya.Â
- Penerimaan : Individu mulai menerima kenyataan dan mulai mencari cara untuk menghadapinya.
- Pencarian Makna : Individu mencoba mencari makna dari peristiwa traumatis yang dialaminya dan mencoba memahami apa yang telah terjadi.Â
- Pertumbuhan Pribadi:Â Individu mulai merasa lebih kuat dan percaya diri dalam menghadapi masa depan.
- Pengakuan : Individu menyadari adanya pertumbuhan pribadi dan perubahan positif dalam dirinya sebagai hasil dari peristiwa traumatis yang dialaminya.
Berbagai faktor juga dapat mempengaruhi munculnya PTG, seperti dukungan sosial yang diterima, keterlibatan dalam aktivitas yang memberikan rasa pemenuhan dan pengakuan, serta pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri dan dunia di sekitar.
Menurut Jayawickreme dan Blackie (2014), terapi kognitif dan perilaku dapat membantu individu yang mengalami PTG dengan mengembangkan keterampilan seperti mengatasi pikiran negatif, memperkuat kemampuan untuk berhadapan dengan situasi sosial (social coping), mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, dan meningkatkan kesadaran akan diri sendiri.
Terapi ini membantu individu mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang peristiwa traumatis, memperbaiki cara mereka memandang dunia dan diri sendiri, serta mengembangkan keterampilan untuk mengatasi tantangan masa depan. Beberapa teknik terapi kognitif dan perilaku yang berguna dalam mengatasi PTG adalah:
- Journaling : Menulis pengalaman dan perasaan mereka setiap hari bisa membantu individu memproses dan mengatasi peristiwa traumatis.
- Mindfulness: Latihan meditasi dan relaksasi dapat membantu individu mengembangkan keterampilan untuk mengatasi stres dan mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang diri dan dunia.
- Pemantauan pikiran: Terapis dapat membantu individu memantau pikiran mereka dan mentranformasi pikiran negatif ke pikiran positif. - bagian dari terapi CBT
- Terapi eksposur: Terapi eksposur membantu individu menghadapi ketakutan mereka dan memperbaiki cara mereka mengatasi stres dan kecemasan.
Jadi, trauma itu dapat dipulihkan dan bukanlah akhir dari segalanya. Selama individu sudah bisa menerima kejadian tersebut sebagai hal yang tidak bisa 'diubah' dan mau memberikan makna berbeda untuk pertumbuhan diri, maka ia dapat bangkit dan menjadi versi terbaik dari dirinya. Namun bagi individu (atau mungkin Anda) yang merasa "masih terpenjara" oleh pengalaman traumatis nya, boleh menemui profesional terkait untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Semoga artikel ini bermanfaat ya. Anda juga bisa berdiskusi dengan saya melalui DM instagram di @joshua_michaela.Sehat dan sukses selalu untuk kita semua!
Referensi :
- Jayawickreme, E., & Blackie, L. E. R. (2014). Posttraumatic growth as a process of positive change: A review. In T. Kashdan & J. Ciarrochi (Eds.), Mindfulness, acceptance, and positive psychology: The seven foundations of well-being (pp. 235–258). Oakland, CA: New Harbinger Publications.
- Tedeschi, R.G., & Calhoun, L.G. (2004). "Posttraumatic Growth: Conceptual Foundations and Empirical Evidence." Psychological Inquiry, 15(1), 1-18.
- Zoellner, T., & Maercker, A. (2006). "Posttraumatic Growth in Clinical Psychology - A Critical Review and Introduction of a Two Component Model." Clinical Psychology Review, 26(5), 626-653.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H