Mohon tunggu...
Joshua Michael Ahuluheluw
Joshua Michael Ahuluheluw Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis | Life Coach | Grafolog

Joshua Michael Ahuluheluw, M.Psi., Psikolog, CMHA merupakan seorang pribadi yang aktif dan suka sekali berbagi pengalaman dengan berbagai golongan. Joshua yakin bahwa setiap orang memiliki keunikannya tersendiri. Dengan keunikannya, individu mampu bangkit menjadi pribadi yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Respons Psikologis Kita ketika Mengalami Stres

19 Desember 2022   10:10 Diperbarui: 21 Desember 2022   08:04 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda merasa bingung (stuck) ketika ingin menghadapi sebuah situasi yang menekan? Atau mungkin Anda pernah merasakan ingin kabur ketika berhadapan dengan sebuah masalah?

Kedua hal tersebut adalah respons wajar ketika Anda mengalami kondisi tertekan atau yang biasa kita kenal dengan istilah stres. Uniknya lagi, masih ada satu respons lagi yaitu "melawan". Lebih lanjut, respons ini kita perlukan agar bisa tetap bertahan hidup dari ancaman yang kita dapatkan (Lennon, 2021).

Sebelum kita membahas lebih lanjut akan ketiga respons tersebut, kita perlu paham dulu dengan stres. 

Stres didefinisikan sebagai reaksi kita, baik secara fisik maupun emosional (mental/psikis), apabila ada ancaman perubahan dari lingkungan yang mengharuskan kita menyesuaikan diri.

Berdasarkan pengertian tersebut, sebenarnya kehadiran si "stres" ini baik. Ia hadir untuk membantu kita merespons perubahan mendadak yang tidak sesuai dengan harapan kita.

Hanya saja, kita seringkali beranggapan bahwa stres itu tidak baik (padahal salah besar lho.. hehehe, akan saya coba jelaskan di artikel berikutnya ya)

Pada saat kita mengalami stres, secara naluriah kita memiliki tiga respons ini, antara lain (Taylor, 2022) :

  • Fight (Melawan): kondisi dimana Anda memilih untuk menghadapi ancaman tersebut secara agresif
  • Flight (Menghindar): kondisi dimana Anda memilih untuk lari dari sumber ancaman tersebut.
  • Freeze (Membeku): kondisi dimana Anda tidak bisa bertindak bahkan melawan sumber ancaman tersebut

Mungkin Anda bertanya-tanya, bagaimana ketiga respons ini muncul?

Untuk lebih mudahnya, Anda bisa melihat gambar yang saya sematkan di atas.

Skema respons fight, flight, freeze ketika berhadapan dengan ancaman (Sumber: medillsb.com
Skema respons fight, flight, freeze ketika berhadapan dengan ancaman (Sumber: medillsb.com

Bila saya jelaskan sebagai sebuah cerita, mungkin seperti ini gambarannya :

Mata : "Tidak!! Di depan kita ada ular!! Apa yang harus aku lakukan tubuh? Aku takut!!"

Amigdala : "Ini ancaman berat, kita hanya punya tiga pilihan yaitu MELAWAN atau MENGHINDAR atau DIAM saja tunggu digigit. Coba kita tanya ke Hipotalamus"

Hipotalamus : "Duh, kayanya kita harus LARI dari ancaman ini. Kita bisa terluka berat bila digigit oleh ular ini. Oke, saatnya aku kirimkan sinyal ke sistem saraf otomatis. Aku akan suruh dia untuk memproduksi bahan bakar untuk bergerak"

Sistem Saraf Otomatis (SSO) : "Baik hipotalamus. Kita akan siapkan bahan bakar berupa adrenalin dan kortisol, hormon stres yang bisa bantu kita untuk gercep (gerak cepat) dan lari dari ancaman ini". Dan seketika itu juga, manusia lari menjauhi si ular

Ketika berhadapan dengan sumber stres atau ancaman, memang tidak sekompleks itu. Terjadinya sangat singkat, bahkan bisa dalam hitungan detik.

Secara umum, pada saat SSO terstimulasi, sensasi yang dirasakan oleh beberapa anggota tubuh antara lain (Nunez, 2020):

Detak jantung

Pada kondisi seperti ini detak jantung menjadi lebih cepat untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh. Namun pada saat tubuh "membeku", detak jantung bisa jadi meningkat atau menurun.

Paru-paru

Nafas menjadi lebih cepat utnuk memasok oksigen ke dalam darah. Pada saat kondisi freeze, mungkin Anda akan menahan nafas.

Mata

Jangkauan pengelihatan Anda menjadi lebih luas untuk mengamati kondisi sekitar. Pupil akan terdilatasi dan mengijinkan sumber cahaya masuk lebih banyak (sehingga pengelihatan Anda semakin lebih jelas).

Telinga

Pendengaran Anda akan jauh lebih peka dari biasanya.

Darah

Kondisi darah menjadi lebih kental, sehingga tubuh lebih siap bila akan ada kemungkinan terluka.

Kulit

Akan memproduksi lebih banyak keringat atau bahkan merasa dingin. Hal ini membuat Anda terlihat pucat atau muncul sensasi "merinding".

Tangan dan Kaki

Dikarenakan aliran darah meningkat ke seluruh tubuh, tangan dan kaki Anda akan terasa dingin.

Persepsi akan rasa sakit

Secara tidak langsung, respons fight atau flight menurunkan sensasi rasa sakit.

Tentunya beberapa reaksi tubuh di atas bergantung dengan bagaimana Anda merespon sumber stres. Biasanya butuh waktu 20-30 menit agar kondisi tubuh kembali dalam kondisi normal.

Saya harap artikel ini dapat membantu pemahaman Anda dalam menghadapi stres atau ancaman dalam kehidupan sehari-hari ya.

Bila ada beberapa pertanyaan terkait dengan stres, Anda bisa diskusikan di instagram saya @joshua_michaela

Sampai jumpa, sehat dan sukses selalu untuk kita semua!

Referensi :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun