[caption id="attachment_330364" align="aligncenter" width="576" caption="Pengunjung yang tengah menikmati suasana sekitar rumah teh sambil menggendong seorang anak."]
Â
Tea Walk
Pengunjung yang datang ke sini umumnya berasal dari luar area Karanganyar. Misalnya saja Erin (35), ia mengajak suami dan anak-anaknya untuk mampir ke Rumah Teh Ndoro Dongker. Erin yang berasal dari Jakarta mengaku tak menyia-nyiakan kesempatan liburannya untuk mencoba kuliner dengan suasana berbeda, terutama minum teh di perkebunan teh. "Rasa tehnya segar. Suami saya pun menyukai suasana alamnya yang asri. Di sini saya juga bisa mengajak anak-anak untuk menyusuri kebun teh dan mengenalkan alam," kata ibu dua anak ini.
Selain sajiannya yang ramah di lidah, Erin juga menyukai pemandangan sekitar rumah teh yang asri dengan pepohonan besar, penampakan Gunung Lawu dari kejauhan, ukiran bukit dan tebing di ujung pandangan, serta udara sejuk dan segar. Ya, benar saja. Rumah Teh Ndoro Donker telah menjelma menjadi sebuah destinasi wisata kuliner dan wisata alam tersendiri, karena rumah teh ini berdiri ditengah-tengah kebun teh yang bisa dilintasi pengunjung. Saya juga sempat menyusur sebagian kecil kebun tehnya, dan memetik satu pucuk untuk dijadikan objek foto.
Apa bedanya ngeteh di sini dengan di tempat lain? Tentu saja sensasinya. Semilir angin pegunungan dan hamparan kebun teh mengelilingi tempat ini. Minum teh di rumah teh ini serasa berada di rumah sendiri. Ya, tentunya rumah pada zaman kolonial Belanda. Setengah jam menyeruput teh di sini, saya pun merasa betah berlama-lama.
[caption id="attachment_330362" align="aligncenter" width="576" caption="Suasana ngeteh di Rumah Teh Ndoro Donker yang diabadikan penulis saat penulis dikerjai Kompasianer senior."]
Saking betahnya kami di Rumah Teh Ndoro Donker, saat sedang berfoto-foto, saya pun tak luput dari kejahilan Kompasianer senior seperti Thamrin Sonata dan Ngesti Setyo Murni. Mereka meminta saya mengambil panorama dengan pencahayaan memantul, sehingga saya harus berbaring di atas hamparan rumput untuk memotret. Thamrin dan Ngesti kemudian mengabadikan saya yang sedang berbaring sambil berkutat dengan lensa kamera. Alhasil saya pun tertawa melihat hasil foto mereka. Hal itu menjadi kenangan bagi saya, meski pada akhirnya saya tahu satu teknik baru memotret. Tawa lepas turut menghias kebersamaan kami.
Saya dan teman-teman kembali bersemangat untuk kembali melanjutkan perjalanan untuk makan siang dan menyisir sentra budaya Kota Solo. Semoga esok atau lusa saya dapat kembali lagi menikmati teh di sana. Teh yang tak sebiru namanya, yang akan selalu saya rindukan ketika berkunjung ke Solo.
.
Baca juga tulisan Joshua tentang wisata Solo lainnya dengan klik di sini
atau klik di sini untuk membaca bagian selanjutnya.
Â