Jika arca-arca yang terdapat pada candi-candi yang tersebar di daerah lain diserupakan dengan tokoh-tokoh suci maupun dewa-dewi, lain halnya dengan arca-arca di Candi Ceto yang menggambarkan tokoh pewayangan. Belum ada arca yang diidentifikasi berbentuk manusia. Cerita Samudramanthana dan cerita Garudewa merupakan mitologi purbakala yang melatarbelakangi bentuk filosofis dari arca-arca di candi ini.
Memasuki kawasan Candi Ceto, Anda akan terbuat terkagum oleh arsitektur nirmananya. Candi Ceto memiliki 13 teras berbentuk punden berundak-undak yang merupakan ciri khas candi-candi kecil di Tanah Air. Anda akan melihat tiga aras setelah melalui gapura. Aras pertama setelah gapura masuk (yaitu teras ketiga) merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman. Pada aras ketiga terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi yang tak lain adalah leluhur masyarakat Dusun Ceto.
[caption id="attachment_330311" align="aligncenter" width="576" caption="Iseng-iseng, penulis menyapa sang arca dan ber-selfie. "]
[caption id="attachment_330313" align="aligncenter" width="576" caption="Susunan arca berbentuk kura-kura. (Fotografer: Adian Saputra)"]
Â
[caption id="attachment_330374" align="aligncenter" width="576" caption="Relief candi pada satu titik yang masih menggambarkan kura-kura dan ukiran batu yang menceritakan kehidupan masyarakat di kaki Gunung Lawu."]
Saat menaiki tangga menuju teras demi teras areal candi ini, mata Anda akan dibuat terbelalak oleh susunan bebatuan yang menyerupai kura-kura dalam sayap garuda. Bentuk bebatuan menyerupai kura-kura ini diilhami dari cerita Samudramanthana yang mengisahkan kedua istri Kasyapa yaitu Kadru dan Winata pada pengadukan lautan susu untuk mencari air kehidupan. Gunung Mandara dipakai sebagai pengaduknya. Dewa Wisnu menjelma menjadi kura-kura dan menopang Gunung Mandara. Kadru menebak bahwa ekor kuda yang membawa air kehidupan berekor hitam, sementara Winata menebak kuda berekor putih. Tebakan Winata tak meleset. Kuda yang membawa air kehidupan berekor putih, tapi anak-anak Kadru yang berwujud ular menyemprotkan bisanya sehingga warna ekor seketika menghitam. Karena kecurangannya, Kadru berhasil menjadikan Winata sebagai budaknya.
Pada mitologi Garudewa menceritakan sang anak yang tak tinggal diam untuk menyelamatkan ibundanya. Garudewa meminta para ular yang nota bene adalah anak-anak Kadru untuk membebaskan Winata dari perbudakan ibunda mereka. Para ular akan menyanggupi jika Garudewa memenuhi syarat yang mereka ajukan kepadanya, yakni ia bersedia menukarkan ibunya dengan air kehidupan. Air kehidupan, selanjutnya disebut air amarta, adalah sejenis air suci yang disimpan dalam sebuah tempat yang dijaga para dewa. Setelah berhasil mendapatkan air amarta dan menyerahkannya kepada para ular, barulah Garudewa dapat menyelamatkan Winata.
Keunikan Candi Ceto tak sebatas arca kura-kuranya. Jika Anda perhatikan dengan teliti, maka Anda akan menemukan arca berbentuk phallus atau alat kelamin pria yang disatukan dengan alat kelamin wanita. Arca ini merupakan simbolisasi dari rasa syukur yang tak terhingga atas panen yang melimpah di tanah setempat, serta perlambang kesuburan, sedangkan arca kura-kura melambangkan proses penciptaan manusia.
[caption id="attachment_330355" align="aligncenter" width="576" caption="Arca berbentuk phallus (kelamin pria) dan vagina (kelamin wanita) yang menggambarkan kesuburan."]