Terlepas dari betapa kentalnya wajah kota Solo dengan Jokowi saat ini, kota yang terkenal dengan Sungai Bengawan Solo-nya telah berubah menjadi kota modern berbasis budaya. Masyarakatnya masih tak ragu untuk bepergian dengan andong maupun becak, bangga menyandang batik saban hari, hingga banyak insan kelahiran Solo yang sukses menjadi pesohor negeri ini, termasuk Jokowi. Berbeda jauh saat kunjungan pertama saya sekitar enam tahun yang lalu. Kota Solo telah berbenah wajah. Kini, kota Solo yang dahulu gersang kini rindang dihiasi pepohonan, kota yang dulu sepi kini hiruk pikuk dengan masyarakatnya yang santun dan berbudaya, kota yang dulu bukan apa-apa kini menjadi sorotan dunia karena mantan walikotanya yang kini siap memimpin negeri.
Sebelum seluruh rangkaian tur kami akhiri dengan pulang ke kota masing-masing bersama kereta api malam, kami sempatkan untuk berbelanja penganan ringan nan lezat di Pasar Singosaren. Tak lengkap berwisata ke Solo tanpa menjinjing kardus atau tas plastik berisi oleh-oleh seperti keripik, kue basah, keripik belut, intip, hingga abon sapi pedas. Toko Era Jaya adalah pusatnya. Di sekitarnya pula terdapat kedai-kedai wedangan yang baru saja buka. Kalau di Jakarta sih, namanya kedai nasi kucing.
Menjelang petang, kami kembali ke guesthouse dengan semua oleh-oleh yang kami kumpulkan. Batik, makanan ringan, hingga pengalaman dengan kesan menyenangkan siap kami bawa dan bagikan bersama orang-orang tercinta, tak ketinggalan semua yang kami butuhkan untuk menulis reportase di Kompasiana. Kami kembali ke Guesthouse Griya Teratai, Mangkubumen, untuk berkemas dan check out.
Saya dan rekan-rekan kembali diantar menuju Stasiun Solo Balapan untuk pulang ke Jakarta dengan kereta api malam. Staf Deltomed, Agatha Nirbanawati, menyalami dan melepas kepulangan kami dengan penuh sukacita. Meski kami lelah berkeliling sepanjang hari, namun kami tak menyangkal rasa kehilangan akan momen dan kebersamaan yang tentunya memberi arti sepanjang tur Kompasiana-Deltomed selama dua hari belakangan. Pengetahuan, kebersamaan, dan kekeluargaan, adalah semua hal berharga yang saya kumpulkan selama tur, bukan semata-mata oleh-oleh atau wisatanya yang menjadi penting.
Beberapa menit lagi saya dan rekan-rekan akan meninggalkan Solo. Saat beberapa rekan Kompasianer lainnya tengah menikmati makan malam di stasiun, saya duduk lemas menunggu kereta yang hendak berhenti di peron lima. Air mata saya menetes berjatuhan, mengenang perjalanan penuh kesan selama dua hari.
Nang Stasiun Balapan, Kuto Solo sing dadi kenangan. Aku ninggal Solo, ra' troso netes peluh ning pipiku.
Kereta api malam Argo Dwipangga mengantarkan kami dari Stasiun Solo Balapan menuju Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, selama kurang lebih 9 jam dari pukul 19:25 WIB. Kami akhirnya tiba dengan selamat dan penuh syukur di Jakarta pada pukul 04:25 WIB dengan perhentian pertama di Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur. Adalah saya dan Pendi Kuntoro yang turun kereta lebih dulu.
Saya menghela nafas panjang saat meninggalkan Stasiun Jatinegara untuk diantar Pendi pulang, dengan membuncahnya rasa syukur di dada. Alhamdulillah. Tak lupa dari hati ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk Kompasiana dan Deltomed yang telah memberikan saya kesempatan untuk mengunjungi Pabrik Deltomed di Wonogiri sekaligus wisata Kota Solo.
Kemudian bertanyalah saya dalam hati, kapankah gerangan saya akan tiba lagi di kota semangat Jawa ini? Semoga, Yang Maha Kuasa akan memberi saya kepanjangan umur dan kesempatan untuk bisa sowan lagi ke kota ini.
*** S E L E S A I ***
Baca juga tulisan Joshua tentang wisata Solo lainnya dengan klik di sini.