Mohon tunggu...
Joshua Krisnawan
Joshua Krisnawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Journalist of Suara Baptis and Indonesia Travel Signature magazine

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Maaf, Saya Nggak Jualan Darah!

16 Agustus 2014   16:32 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:24 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi saya, urusan nyawa sesama adalah hal yang sangat jauh lebih penting dibandingkan dengan nilai nominal tertentu. Saya relawan yang tidak menerima imbalan. Bahkan untuk urusan 'amunisi' pulsa telepon, saya memang mengalokasikan anggaran dari kantong pribadi. Namanya juga relawan, sebisa mungkin memberi dengan maksimal baik dalam hal tenaga, pikiran, waktu, jika perlu juga soal dana. Tidak ada pamrih yang menjadi insentif bagi saya, selain daripada membagi kasih bagi sesama manusia. Saya teringat mba Silly dan banyak inspirator gerakan kemanusiaan lainnya, apa yang saya berikan tak sebanding dengan yang telah mereka kerjakan.

Saat saya menuangkan tulisan ini, saya sedang dalam perjalanan dari Jogja menuju Semarang. Berangkat pagi-pagi sekali dengan shuttle bus, dan turun di Java Mall beberapa menit selepas jam delapan. Seperti pada umumnya, mall baru beroperasi jam 9:00 atau malah jam 10:00. Saya menunggu sambil menikmati satu cangkir kopi di sebuah gerai makanan cepat saji. 120 kilometer jauhnya dari Jogja, saya diundang untuk menjadi perwakilan dari Blood For Life Indonesia dalam kegiatan donor darah serentak di 23 kota yang diselenggarakan oleh Tupperware Indonesia. 'A Drop for Hopes', itulah tajuk kegiatan tersebut. Kali ke-3 saya menghadiri undangan untuk acara yang sama di tahun-tahun lalu.

[caption id="attachment_319496" align="aligncenter" width="560" caption="Donor Darah, Selamatkan Hidup Sesama (Sumber: Dokumen Pribadi)"]

14081561001418659459
14081561001418659459
[/caption]

Sabtu, 16 Agustus 2014 ini memang sedikit berat bagi saya. Salah satu anggota dari keluarga besar saya berpulang sore kemarin, dan hari ini adalah pemakamannya. Sedih, karena tidak bisa berkumpul dengan keluarga dan saling menguatkan. Namun tugas ini tetap harus saya jalani dengan baik.

Mungkin belum banyak dari kita yang sadar, bahwa Tuhan menganugerahkan kepada kita darah yang selalu baru. Suatu cairan yang sangat mahal harganya, Ia berikan kepada umatNya dengan cuma-cuma. Namun, masih banyak di antara kita yang menolak untuk mendonorkan darah. Kecuali, memang kondisi kita tidak memungkinkan secara medis maupun sebab-musabab lainnya. Saya tidak berhak mempersalahkan atau menghakimi, tugas saya hanya melakukan yang bisa saya lakukan. Jika itu bermanfaat, saya akan mengajak orang lain untuk berjalan di langkah yang sama dengan saya.

Sedih rasanya, jika mendengar kabar pasien sulit mendapat donor darah. Dari 240 juta jiwa penduduk Indonesia, mungkin ada sekitar separuhnya yang memenuhi syarat donor. usia dewasa di atas 17 tahun, dan memiliki syarat-syarat yang ditetapkan bagi seorang pendonor. Sementara, PMI hanya menargetkan 4 juta kantong darah per tahun. Jika seseorang aktif donor, maka ia bisa memberikan darahnya 3 bulan sekali. Artinya, setahun bisa memberikan 3 hingga 4 kantong darah. Indonesia hanya perlu 1,5 - 2 juta donor yang aktif untuk bisa memenuhi kebutuhan pasokan darah. Itu asumsi dari hitungan kotor di kepala saya. Namun, realisasinya PMI masih sering mengalami kekurangan stok darah.

Pemikiran dan perhitungan seperti itu, dengan hasil realisasi yang belum memenuhi kalkulasi, membuat saya, teman-teman Blood For Life Indonesia, dan juga ribuan relawan yang tergabung di komunitas lainnya sadar bahwa kita harus mengatasi persoalan seperti ini. Menggalakkan kegiatan donor darah, edukasi, mengajak untuk menjadi Donor Darah Sukarela (DDS), dan banyak cara lainnya telah dilakukan. Harapannya hanya satu, kebutuhan darah terpenuhi, pasien terselamatkan jiwanya.

Saya hanya bagian yang sangat kecil dari gerakan ini. Tanpa inspirasi dari mba Silly, tanpa bergandengan tangan dengan semua relawan, saya bukanlah siapa-siapa. Saya, saat ini jadi relawan. Mungkin suatu hari nanti, saya ataupun anggota keluarga saya mendapat giliran menjadi pasien yang memerlukan transfusi darah. Akankah saya hanya terdiam.

Telepon saya kembali berdering. Ya, pria itu lagi yang berbicara di seberang sana. Kali ini kata-katanya lebih bersemangat. Kabar gembira (bukan karena ada ekstrak kulit manggis) karena sang isteri kondisinya telah sehat kembali. Saya memeroleh kepuasan batin sekali lagi untuk kali ini.

"Terima kasih Pak Joshua. Jadi saya harus membayar berapa?" tanya pria itu.

"Maaf, saya nggak jualan darah, Pak! Dengan membantu sesama, saya sudah bersuka cita. Tuhan sendiri yang akan membalasnya," jawab saya kepada pria itu dengan lembut dan hati lega.

Java Mall, Semarang. Suatu akhir pekan yang riuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun