Dalam eksekusi nyata, Kurikulum Merdeka memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk menyesuaikan materi dan metode pengajaran sesuai dengan kebutuhan siswa dan lingkungan sekolah masing-masing. Pemerintah telah memperkenalkan model asesmen baru melalui Asesmen Nasional yang mencakup berbagai aspek, seperti Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), survei karakter, dan survei lingkungan belajar. Dalam penerapannya, siswa tidak hanya diuji dalam mata pelajaran inti tetapi juga dinilai dalam aspek karakter dan kompetensi dasar, seperti literasi dan numerasi, yang dianggap penting untuk kehidupan sehari-hari. Sekolah diberikan otonomi untuk memilih sumber belajar dan melakukan berbagai proyek praktis yang relevan dengan kehidupan siswa, misalnya melalui pembelajaran berbasis proyek atau Project-based Learning (PjBL), yang bertujuan meningkatkan keterampilan kolaborasi, komunikasi, dan pemecahan masalah.
Namun, pelaksanaan Kurikulum Merdeka menghadapi berbagai tantangan di lapangan. Sebagian besar guru dan tenaga pendidik memerlukan pelatihan tambahan untuk benar-benar memahami dan menerapkan konsep "merdeka belajar" dalam kelas. Tantangan ini terutama dirasakan di sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil, di mana akses terhadap sumber daya, teknologi, dan pelatihan sering kali terbatas. Selain itu, penyesuaian dari pendekatan yang berfokus pada tes menjadi pendekatan yang berfokus pada proyek dan kompetensi juga memerlukan waktu, sumber daya, dan bimbingan yang memadai agar berjalan sesuai harapan. Meski demikian, pemerintah telah mulai menyediakan berbagai program pelatihan dan modul yang dapat diakses secara daring untuk membantu para guru dan sekolah dalam mengimplementasikan kurikulum ini.
Kurikulum Merdeka juga tidak lepas dari kritik. Salah satu kritik utama adalah bahwa kurikulum ini dianggap terlalu ambisius dan kurang realistis, terutama untuk sekolah-sekolah yang memiliki fasilitas terbatas. Dalam kurikulum ini, misalnya, diharapkan adanya pembelajaran yang lebih banyak menggunakan teknologi dan sumber belajar mandiri, namun banyak sekolah di Indonesia yang masih kekurangan sarana dan prasarana teknologi dasar. Selain itu, beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa terlalu banyak fleksibilitas dalam kurikulum dapat menyebabkan ketimpangan kualitas pendidikan antar daerah, di mana sekolah dengan sumber daya lebih dapat mengimplementasikan kurikulum dengan baik, sementara sekolah dengan sumber daya terbatas tertinggal.
Beberapa orang juga menyoroti kurangnya kesiapan guru dalam mengadopsi metode pembelajaran yang lebih fleksibel ini. Meskipun konsep merdeka belajar memiliki potensi besar untuk memajukan sistem pendidikan, guru-guru yang terbiasa dengan pendekatan tradisional mungkin merasa kesulitan untuk beralih secara penuh ke sistem baru ini. Tanpa dukungan dan pelatihan yang memadai, implementasi Kurikulum Merdeka dapat berisiko menjadi formalitas belaka, di mana sekolah hanya mengganti metode pengajaran tanpa benar-benar memahami filosofi dan tujuan mendalam dari kurikulum ini. Hal ini bisa mengakibatkan kualitas pendidikan yang inkonsisten, terutama di sekolah yang belum siap beradaptasi dengan perubahan kurikulum.
Meski demikian, Kurikulum Merdeka layak untuk terus dilanjutkan dengan penyesuaian dan perbaikan. Kurikulum ini membawa paradigma baru yang berfokus pada kompetensi, pengembangan karakter, dan kemampuan siswa untuk menghadapi tantangan di luar sekolah. Untuk meningkatkan efektivitasnya, pemerintah perlu memastikan adanya dukungan yang cukup bagi sekolah dan guru, terutama di daerah-daerah terpencil. Bantuan teknis, infrastruktur yang memadai, serta pelatihan berkelanjutan harus diberikan agar sekolah di seluruh Indonesia memiliki kesempatan yang setara dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.
Secara keseluruhan, Kurikulum Merdeka menghadirkan peluang dan tantangan yang memerlukan kerja sama berbagai pihak untuk mewujudkan mimpi pendidikan yang lebih merdeka dan adaptif. Dengan terus melakukan evaluasi dan penyesuaian sesuai kebutuhan di lapangan, Kurikulum Merdeka dapat menjadi fondasi yang kuat bagi pendidikan Indonesia yang lebih inklusif dan relevan di era modern. Jika dukungan yang dibutuhkan diberikan secara konsisten dan penerapan yang fleksibel disertai panduan yang jelas, Kurikulum Merdeka berpotensi besar untuk membantu Indonesia mempersiapkan generasi yang mampu bersaing di tingkat global.
Yang Dihapus
Ujian Nasional (UN) pernah menjadi salah satu instrumen penting dalam sistem pendidikan Indonesia sebelum dihapus. Salah satu kelebihannya adalah sebagai alat ukur standar nasional yang memungkinkan pemerintah untuk mengevaluasi pencapaian pendidikan secara merata di seluruh daerah. Dengan adanya UN, pemerintah dapat melihat sejauh mana siswa di berbagai wilayah mencapai standar kompetensi dasar yang telah ditentukan. Hal ini menjadi acuan untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang membutuhkan bantuan pendidikan lebih lanjut dan untuk menyusun kebijakan yang lebih tepat sasaran guna meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Indonesia.
UN juga berfungsi sebagai motivasi akademis bagi siswa. Banyak siswa yang terdorong untuk belajar lebih keras dan memperdalam pemahaman mereka terhadap materi pelajaran yang diujikan. UN menjadi target bagi siswa untuk membuktikan kemampuan akademis mereka, sekaligus melatih mereka menghadapi ujian berskala besar. Dengan UN, siswa terbiasa dengan pola belajar terstruktur dan disiplin yang dapat berguna dalam jenjang pendidikan berikutnya atau di dunia kerja. Persiapan yang intensif untuk UN juga mendorong sekolah-sekolah untuk menyusun program pembelajaran yang lebih fokus dan terarah.
UN juga memiliki kelebihan dalam mendorong peningkatan kualitas pengajaran di sekolah. Karena hasil UN dijadikan sebagai indikator kinerja sekolah, para guru dan tenaga pendidik terdorong untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka. Hal ini membuat sekolah dan guru bekerja lebih keras dalam menyampaikan materi yang sesuai dengan standar nasional, sehingga diharapkan seluruh siswa dapat menguasai kompetensi yang ditargetkan. Secara tidak langsung, UN menciptakan lingkungan yang kompetitif antar sekolah, yang mendorong inovasi dan peningkatan dalam metode pengajaran.
Kelebihan lainnya adalah UN sebagai dasar seleksi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan UN, pemerintah dan institusi pendidikan dapat menetapkan standar kelulusan yang berlaku secara nasional. Ini penting bagi siswa yang ingin melanjutkan ke sekolah atau universitas tertentu, karena UN berfungsi sebagai tolok ukur objektif untuk menilai kemampuan akademis mereka. Adanya nilai UN membantu perguruan tinggi atau sekolah favorit untuk memilih calon siswa dengan standar yang sama, sehingga proses seleksi menjadi lebih efisien dan adil.