Mohon tunggu...
Joseph Fajar Simatupang
Joseph Fajar Simatupang Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Mahasiswa

Mahasiswa FH-UB angkatan 2017, sedang berusaha memikirkan skrispi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Melukai Jiwa Dewi Justicia: Tuntutan JPU Melalui Surat Dakwaan Subsidair Terhadap Kasus Penyerangan Novel Baswedan

13 Juni 2020   20:33 Diperbarui: 14 Juni 2020   13:42 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Setelah menghabiskan waktu 3 tahun berlangsungnya proses penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus penyerangan menggunakan asam sulfat (H2SO4) yang mengakibatkan cacat kedua mata penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan membuahkan hasil dengan ditetapkannya pelaku sebagai terdakwa yakni: Ronny Bugis dan Kadir Mahulette dalam surat dakwaan terpisah yang mana keduanya merupakan anggota polri. Namun  terdapat  hal yang janggal dan menjadi sorotan publik bahwa dalam konteksnya standing positon JPU yang dianggap publik tidak pro terhadap korban setelah selesainya proses pemeriksaan alat bukti yang hanya menuntut terdakwa dengan pidana 1 tahun penjara menggunakan konstruksi pasal 353 ayat 2 KUHP dalam surat tuntutan JPU. Berdasarkan keterangan JPU bahwa hal yang memberatkan adalah karena terdakwa dianggap menciderai kehormatan institusi polri dan hal yang meringankan  adalah karena terdakwa dilinai kooperatif dalam persidangan, mengakui perbuatannya, dan belum pernah dihukum.

Sebelumnya JPU dalam surat dakwaannya menggunakan dakwaan Subsidair diantaranya: Pasal 355 ayat 1 KUHP yang menjadi dakwaan primair dan Pasal 353 ayat 2 KUHP yang menjadi dakwaan subsidair. Setelah melalui proses pemeriksaan alat bukti akhirnya JPU berpendapat bahwa fakta persidangan tidak memenuhi kualifikasi konstruksi pasal dalam dakwaan primair sehingga menempatkan konstruksi pasal dakwaan subsidair sebagai dasar penuntutan. Jaksa berdalih terdakwa Rahmat dalam melaksanakan aksinya berniat untuk melukai bagian badan novel dan terdapat unsur ketidaksengajaan saat menyiram cairan asam sulfat yang mengenai dan melukai mata Novel lanjut JPU berpendapat bahwa perbuatan terdakwa merupakan bentuk penganiayaan biasa, padahal sudah jelas bahwa perbuatan terdakwa mengakibatkan kedua mata novel mengalami cacat permanen.

Perbedaan antara pasal 355 dan pasal 353 KUHP:

Bunyi pasal 355:

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Bunyi pasal 353(tuntutan):

(1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka berat yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Perbedaan:
-Pada pasal 355 KUHP dalam hal terjadinya luka berat merupakan niat awal sipelaku secara terencana untuk mengakibatkan luka berat terhadap korban, namun dalam hal matinya korban bukan merupakan niat si pelaku, kemudian pada pasal 353 ayat 2 KUHP dalam hal terjadinya luka berat terhadap korban bukan merupakan niat awal si pelaku walaupun perbuatan dilakukan dengan terencana.

Dalam KUHP sebagai sumber hukum materill umum hukum pudana Indonesia tidak memberikan definisi terkait perbuatan penganiayaan namun Arrest dalam Hoge Raad tanggal Februari 1929 menyatakan bahwa penganiayaan bukan saja menyebabkan perasaan sakit, tetapi juga menimbulkan penderitaan lain pada tubuh.

Dalam melakukan penganiayaan sudah jelas harus memiliki unsur kesengajaan (dolus/opzet) dengan tujuan:

1. Menimbulkan rasa sakit pada orang lain

2. Menimbulkan luka pada tubuh orang lain

3. Merugikan kesehatan orang lain

Pernyataan JPU bahwa terdapat ketidaksengajaan terhadap akibat yang diterima korban sehingga mengakibatkan cacat mata permanen sangat tidak dapat dibenarkan dalam pemahaman hukum manapun. Dalam pemahaman pemidanaan perbuatan ketidaksengajaan(culpa) menjurus pada perbuatan si pelaku bukan pada sasaran objek tubuh karena pada dasarnya dalam perbuatan pidana penganiayaan tidak terdapat pembagian tubuh karena semua tubuh dianggap sama pentingnya. lagipula dalam hal tindak pidana penganiayaan tidak mengenal culpa.

Pernyataan Ahmad Patoni sebagai JPU yang menyatakan bahwa " Dakwaan primer tidak terbukti karena Rahmat Kadir tidak memiliki niat dari awal untuk melukai Novel. Jaksa menyebut motif keduanya melakukan penyiraman air keras hanya untuk memberikan pengajaran ke novel yang dinilai telah melupakan institusi polri" sangat disayangkan. Sikap JPU yang tidak pro kepada korban seperti ini sangat berpotensi besar menjadikan hukum bukan sebagai instrument pencari keadilan dan menjadikan hukum menjadi instrument sesat atau miscarriage of justice serta benar benar melukai jiwa Dewi Justicia.

Jika penulis menjadi JPU maka penulis dengan berani dan jelas menggunakan dakwaan subsidair dengan konstruksi pasal: Primair pasal 340. Jo 53 (1) KUHP dan Subsidair pasal 355 KUHP agar tercapai salah satu cita-cita hukum sesuai denan adagium Fiat Justicia Ruat Caelum.

Pasal 340. Jo 53 (1) KUHP(Percobaan Pembunuhan Berencana):

Unsur-unsur percobaan pembunuhan berencana yang dilakukan A menurut Pasal 340 jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP adalah:

Pasal 340 KUHP:

Unsur Objektif:

  • Barangsiapa: Terdakwa adalah subjek hukumnya dalam kasus ini.
  • Dengan rencana terlebih dahulu: Terdakwa sudah jelas dalam melaksanakan aksinya dilakukan dengan terencana sesuai dalam fakta persidangan bahwa terdakwa sudah mengintai novel pada waktu subuh, menunggu novel keluar rumah untuk melaksanakan sholah subuh ke masjid.
  • Merampas nyawa orang lain: Mengetahui bahwa dengan menyiramkan air keras atau asam sulfat dari jarak dekat ke kepala novel yang dapat menyebabkan kematian/hilangnya nyawa dibuktikan bahwa air keras tersebut sampai masuk ke dalam paru-paru hingga hamper membunuhnya.

Unsur Subjektif:

  • Dengan sengaja:  Opzet berarti pelaku/terdakwa secara sadar atas perbuatannya menghendaki dan mengetahui apa yang diperbuat atau dilakukan. Dari beberapa jenis kesengajaan, Perbuatan terdakwa sudah jelas dianggap sebagai kesengajaan karena ada tujuan yang dimaksud.

Pasal Pasal 53 ayat (1)

  • Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri: Perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa tidak selesai karena novel terselamatkan walaupun air keras yang masuk kedalam paru-parunya hampir membunuhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun