Artikel kali ini akan membahas kegiatan yang dilarang berdasarkan UU 5/1999. Â Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi:
Monopoli (pasal 17)
Secara sederhana, pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa monopoli adalah penguasaan atas produksi dan/atau distribusi komoditas oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Pelarangan kegiatan ini dituang dalam pasal 17 ayat 1yang berbunyi:
"Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat."
Berdasarkan ayat 2, kriteria penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa ini dibagi menjadi empat, meliputi:
- Komoditas tersebut belum ada substansinya;
- Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk pasar komoditas tersebut;
- Satu pelaku usaha atau satu kelompok menguasai lebih dari 50% pangsa pasar bersangkutan.
Secara dogmatis, monopoli terbagi menjadi dua, yaitu Monopoly by Nature dan Monopoly by Law. Monopoly by Nature merujuk pada perbuatan monopoli yang dilakukan oleh pelaku usaha karena pelaku usaha tersebut memang mampu untuk melakukannya. Kemampuan pelaku usaha tersebut didasarkan oleh sumber daya manusia yang kompeten, modal moneter yang kuat, kapasitas manajerial yang mumpuni, memiliki kontrol terhadap sumber komoditas, serta pemanfaatan relasi yang membuka jalan-jalan khusus yang memungkinkan pelaku usaha tersebut dapat melakukan monopoli.
Sementara Monopoly by Law adalah perbuatan monopoli yang direkayasa menggunakan peraturan perundangan. Di Indonesia, Monopoly by Law dilakukan dikarenakan pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD NRI 1945 menyatakan bahwa cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, serta bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Monopsoni (pasal 18)
Monopsoni pada intinya adalah struktur pasar dimana hanya ada banyak penjual dan hanya satu pembeli. Pasal 18 ayat 1 berbunyi:
"pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat."
Dari pasal tersebut, dapat dikatakan bahwa strukur pasar monopsoni dapat diciptakan dengan cara membeli suatu komoditas tertentu secara masif dari banyak penjual sehingga pelaku usaha tersebut menjadi pembeli tunggal. Adapun syarat pelaku usaha dikatakan melakukan monopsoni tertuang pada ayat 2, yaitu Pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% jenis komoditas tersebut.
Tindakan ini akan terkait dengan tindakan persekongkolan, dikarenakan adanya presumption of guilty bahwa pelaku usaha yang menjadi pembeli tunggal dapat menimbun komoditas tersebut untuk menciptakan kelangkaan komoditas di pasar, yang dapat mengakibatkan kenaikan harga komoditas tersebut, terutama apabila komoditas tersebut merupakan kebutuhan primer masyarakat.
Penguasaan pasar (pasal 19 sampai dengan pasal 20)
Penguasaan pasar yang dimaksud merujuk pada tindakan pelaku usaha dalam struktur pasar yang dapat memberikan posisi dominan. Posisi dominan sendiri, sebagaimana dikatakan dalam pasal 1 ayat 4, adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu."
Adapun tindakan yang dilarang terhadap para pelaku usaha, dituangkan dengan jelas pada pasal 19, yang meliputi:
- Menolak dan/atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
- Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu
- Membatasi peredaran dan/atau penjualan komoditas pada pasar bersangkutan;
- Melakukan praktek monopoli terhadap pelaku usaha tertentu.
Selain itu, beberapa cara yang juga dilarang pelaku usaha dalam rangka menguasai pasar, meliputi:
- Banting harga dengan maksud menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya;
- Menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya menjadi bagian dari komponen harga komoditas.
Persekongkolan (pasal 22 sampai dengan pasal 24)
Dibagi dalam 3 pasal, persekongkolan yang dimaksud merujuk pada perbuatan kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.
Adapun perbuatan persengkongkolan ini meliputi:
- Mengatur dan/atau menentukan pemenang tender;
- Mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaing yang diklasifikasikan rahasia perusahaan;
- Menghambat produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa pesaing, dengan maksud agar komoditas itu berkurang secara kualitas, kuantitas, ataupun ketetapan waktu.
Secara umum, persekongkolan juga sering disamakan dengan konspirasi, dimana dalam konteks ini ada pelaku usaha dengan maksud menguasai pasar melakukan kerjasama untuk melakukan hal yang melanggar hukum dengan tujuan yang disepakati bersama. Lalu, bentuk-bentuk persekongkolan sendiri ada banyak, dan secara umum dapat dikategorikan meliputi:
- Bid Suppresion: bicara tentang panggung tender dimana peserta tender mengundurkan diri dengan harapan pidahk yang sudah ditentukan dapat memenangkan tender.
- Complementary Bidding: bicara tentang panggung tender dimana peserta memberikan penawaran dengan harga sangat tinggi agar tidak pemilik pekerjaan mencari harga yang lebih murah.
- Bid rotation: bicara tentang panggung tender, dimana peserta memberikan penawaran dengan harga sangat rendah
- Subcontracting: bicara tentang kesepakatan para peserta untuk tidak ikut tender dengan catatan akan ikut bekerja dengan pemenang tender.
Adapun persengkongkolan juga memiliki beberapa jenis, yang meliputi:
- Persengkongkolan Horizontal: pada intinya persengkongkolan antar pelaku usaha dengan sesama pelaku usaha.
- Persengkongkolan Vertikal: pada intinya persengkongkolan antar pelaku usaha dengan panitia lelang, pemilik pekerjaan, atau bahkan penggunan barang dan jasa pelaku usaha tersebut.
- Persengkongkolan vertikal dan horizontal: intinya gabungan dari persengkongokal horizontal dan vertikal, dimana persengkongkolan tersebut saling beketerkaitan antara para subjeknya, mulai dari panitia, pelaku usaha, penyedia komoditas, juga pemberi pekerjaan.
Demikianlah sedikit tentang Hukum Persaingan Usaha (5), tentang Kegiatan yang dilarang dalam menyelenggarakan usaha. Menjadi suatu pertanyaan sederhana adalah, bagaimana bila kegiatan yang dilarang ini dilakukan oleh negara dalam kapasitasnya sebagai pelaku usaha? Jawabannya penulis serahkan pada pembaca.
Artikel ini tidak sempurna selain karena kekurangan penulis, juga dibingkis sesederhana mungkin. Ada banyak hal yang dapat dikaji lebih dalam, terutama bila dikaitkan dengan contoh kasus serta realita yang terjadi di Indonesia. Akhir kata, artikel ini bukan artikel sosial budaya, semoga berkenan dan tetap semangat.
Artikel ini bermuatan opini pribadi penulis dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.
acuan:
UU 5/1999
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H