Sudah menjadi baku bahwa setiap produk hukum selalu memiliki asas dan tujuan, tak terkecuali dengan UU 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang akan sedikit diulas dalam artikel ini.
Asas Demokrasi Ekonomi
Pada asasnya, larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dilandasi oleh asas demokrasi ekonomi yang bersifat equilibrium. Hal ini dituangkan dalam pasal 2 UU 5/1999 yang berbunyi:
"Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum."
Sebagai penjelas, pelaku usaha yang dimaksud merujuk pada pasal 1 ayat 5 yang berbunyi:
"Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi."
Karena kepentingan umum sudah dijelaskan pada artikel sebelumnya, maka tidak lagi dituangkan. Kemudian, yang dimaksud perjanjian disini didefinisikan dalam pasal 1 ayat 7, yang berbunyi:
"perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis."
Terkait dengan demokrasi ekonomi yang menjadi asas utama, tidak dituangkan secara langsung apa yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi itu. adapun demokrasi ekonomi tertuang juga dalam UUD NRI 1945 amandemen keempat, dalam pasal 33 ayat 4, dengan bunyi:
"Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional."
Lebih lanjut, penjelasan pasal 33 ayat 4 UUD NRI 1945 ini menyatakan bahwa demokrasi memiliki ciri bahwa suatu produksi dikerjakan oleh semua dan untuk semua dan dilakukan dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Sifat dari demokrasi ekonomi merujuk pada kemakmuran masyarakat sehingga disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan dengan tujuan kemakmuran bagi segala orang.
Lebih dalam lagi terkait demokrasi ekonomi, TAP MPR IV/1978 tentang GBHN menuangkan, bahwa keabsahan demokrasi ekonomi ditentukan oleh masyarakat yang berperan aktif dalam melakukan pembangunan ekonomi negara, sementara pemerintah sebagai penyelenggara negara berkewajiban untuk mengarahkan dan membimbing masyarakat dalam pembangunan ekonomi tersebut.
Adapun berdasarkan TAP MPR IV/1978 tentang GBHN ini, dinyatakan bahwa ciri positif dan ciri negatif. Ciri positif dari demokrasi ekonomi meliputi:
- Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan;
- Cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
- Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
- Sumber-sumber kekayaan dan keuangan Negara digunakan dengan permufakatan Lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanannya ada pada Lembaga Perwakilan Rakyat pula.
- Warga Negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
- Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
- Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap Warga Negara diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
- Fakir-miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.
Di sisi lain, ciri negatif dari demokrasi ekonomi meliputi:
- Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktural posisi Indonesia dalam ekonomi dunia.
- Sistem etatisme dalam mana Negara beserta aparatur ekonomi Negara bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor Negara.
- Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Penulis tidak akan membahas tentang free fight liberalism ataupun sistem etatisme, yang mungkin sangat jarang didengar oleh publik. Namun dari bunyi yang masih dan tetap tertuang dalam TAP MPR tersebut, cukup jelas bahwa kegiatan monopoli adalah sifat alami dari sistem demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan itu sendiri, dan dengan demikian, UU 5 tahun 1999 menjadi salah satu alat kontrol monopoli untuk menghindari demokrasi ekonomi bergerak menuju posisi negatif (dalam arti buruk atau tidak yang diharapkan).
Tujuan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Sebagai alat kontrol monopoli, pada pasal 3 UU 5/1999 dinyatakan bahwa tujuan dari larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, yang berbunyi:
- Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
- Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;
- Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
- Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Keempat tujuan ini selaras niat awal mengapa monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dilarang, dimana pada poin utamanya kegiatan ekonomi diarahkan pada kesejahteraan rakyat yang terkait dengan sistem demokrasi. Sistem demokrasi sendiri, merupakan sistem dimana rakyat yang memegang kedaulatan penuh, yang memberikan kebebasan bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi serta berproses dalam kegiatan kenegaraan apapun, termasuk juga dalam pembangunan ekonomi sebagaimana yang sudah diterangkan pada bagian Asas Demokrasi Ekonomi.
Pertanyaan adalah, mengingat undang-undang ini lahir secara sah dan meyakinkan pada tahun 1999, dan sekarang tahun 2024, apa masyarakat Indonesia sudah merasakan apa yang dimaksud dengan kesejahteraan sebagaimana yang tertuang dalam UU 5/1999 ini? Apalagi, sangat mungkin kesejahteraan seorang adalah penderitaan yang lain. Untuk jawabannya, penulis serahkan pada pembaca.
Namun demikianlah, sedikit tentang asas dan tujuan UU 5/1999, yang menjadi pondasi utama Hukum Persaingan Usaha. Artikel ini tidak sempurna selain karena kekurangan penulis, juga untuk kesederhanaan. Mengingat eksposisi dari asas dan tujuan merupakan pendapat semata di mata penulis, maka tidak ada yang dapat diperpanjang dari artikel ini. akhir kata, Semoga berkenan dan tetap semangat.
Artikel ini bermuatan opini pribadi penulis dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.
Acuan:
UU 5 tahun 1999
TAP MPR IV/1978 tentang GBHN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H