Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Pidana Baru: Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Umum (3)

15 Juni 2024   12:13 Diperbarui: 15 Juni 2024   13:08 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel kali ini akan mengulas tentang bagian kedua dari tindak pidana terhadap ketertiban umum, yaitu Penghasutan dan Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana. Bagian kedua ini memiliki beberapa paragraf, yang akan dituangkan langsung.

Penghasutan untuk melawan penguasa umum (246-248)

Inti dari delik ini terletak pada pasal 246, yang berbunyi:

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan:

  • Menghasut orang untuk melakukan tindak pidana;atau
  • Menghasut orang untuk melawan penguasa umum dengan kekerasan;

Pada penjelasan pasal 246, diberitahukan tentang definisi menghasut, yang berbunyi:

"yang dimaksud dengan "menghasut" adalah mendorong, mengajak, membangkitkan, atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu. Menghasut dapat dilakukan dengan lisan atau tulisan, dan harus dilakukan Di Muka Umum, artinya di tempat yang didatangi publik atau di tempat yang khalayak ramai dapat mengetahui."

Pada pasal 158 KUHPB, memberikan definisi yang lebih pasti terhadap yang dimaksud Di Muka Umum, yang berbunyi:

"Di Muka Umum adalah di suatu tempat atau Ruang yang dapat dilihat, didatangi, diketahui, atau disaksikan oleh orang lain, baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui media elektronik yang membuat publik dapat mengakses Informasi Elektronik atau dokumen elektronik."

Kemudian, siapa yang dimaksud dengan penguasa umum? secara umum diketahui bahwa stigma terhadap penguasa umum langsung merujuk pada presiden atau pejabat, namun secara yuridis belum ada tafsir formal atau definisi penguasa umum itu sendiri, setidaknya sebisa penulis mencari dengan segala keketerbatasan.

Apabila benar demikian, artinya, pasal ini tidak serta merta terikat pada pejabat pemerintahan termasuk presiden, melainkan juga orang-orang yang secara materiil memiliki 'kekuasaan' dalam ruang sosial mereka, misal saja, influencer yang memiliki begitu banyak follower, misal juga pebisnis-pebisnis yang kaya raya, dan sebagainya. Mengingat juga, kekuasaan berbeda dengan kewenangan. Atau tidak? Penulis serahkan jawabannya pada pembaca.

Lalu pasal 247 bicara tentang perbuatan-perbuatan lain yang dapat menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar, memperdengarkan rekaman, menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi hasutan agar melakukan Tindak Pidana atau melawan penguasa umum dengan Kekerasan. Perlu ditambahkan, tindakan tersebut harus dilakukan dengan intensi atau memiliki maksud. Terdapat penjelasan 247 bahwa yang dimaksud dengan 'menyiarkan' termasuk juga perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan dokumen elektronik dalam sistem elektronik.

Pasal 248 bicara tentang orang yang menggerakkan orang lain. pasal 248 ayat 1 sendiri berbunyi:

"setiap orang yang menggerakkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 huruf d untuk melakukan Tindak Pidana dan Tindak Pidana tersebut atau percobaannya yang dapat dipidana tidak terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Pada penjelasan pasal 248 ayat 1 ada tertuang:

"ketentuan ini mengatur mengenai penggerakan yang gagal. Menurut pasal ini, orang yang menggerakkan sudah dapat dipidana, walaupun orang yang digerakkan itu belum melakukan Tindak Pidana atau percobaan yang dapat dipidana. Penggerakan ini harus menggunakan sarana yang ditentukan dalam pasal 20 huruf d. Penggerak tidak dapat dipidana apabila tidak jadinya orang yang digerakkan melakukan tindak pidana atau percobaan yang dapat dipidana itu karena suatu hal yang terletak pada kemauan penggerak sendiri, misalnya penggerak menarik kembali anjurannya, menghalang-halangi, dan lain-lain."

Adapun pasal 20 huruf d berbunyi:

"menggerakkan orang lain supaya melakukan Tindak Pidana dengan cara memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, melakukan kekerasan, menggunakan ancaman kekerasan, melakukan penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan."

Penjelasan pada pasal 20 huruf d tersebut berbunyi:

"yang dimaksud dengan 'menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana', termasuk juga membujuk, menganjurkan, memancing, atau memikat orang lain dengan cara tertentu.

Melihat dari penjelasan yang tertuang disini, akan sangat amat menarik, karena dengan demikian muncul sebuah pertanyaan sederhana. Apa Flexing dapat dikategorikan perbuatan yang mengganggu ketertiban umum sehingga dapat dikenakan pasal ini? penulis serahkan jawabannya pada pembaca.

Penawaran untuk melakukan tindak pidana (249-252)

Pasal 249 berbunyi:

"Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana untuk melakukan Tindak Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II."

Kemudian, dalam penjelasan pasal 249 berbunyi:

"yang dimaksud dengan "menawarkan" misalnya, orang yang memberikan jasa berupa informasi dengan meminta imbalan."

Pasal 249 ini berkesinambungan hingga pasal 250, sementara pada pasal 251 dan pasal 252 memiliki bunyi yang sama sekali berbeda, yang dapat dikategorikan sebagai hasutan tidak langsung, karena walaupun dalam rumusan pasal tidak dituangkan perbuatan-perbuatan yang spesifik sebagaimana tertuang pada pasal sebelumnya, namun perbuatan tersebut dapat menimbulkan 'harapan', sehingga orang dapat terpancing untuk melakukannya. Adapun pasal 251 ayat 1 berbunyi:

"setiap orang yang memberi obat atau meminta seorang perempuan untuk menggunakan obat dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa obat tersebut dapat mengakibatkan gugurnya kandungan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Kemudian, ayat 2 merupakan ekstensi pasal 251 ayat 1, dimana orang yang melakukan hal tersebut berada dalam rangka menjalankan profesinya, maka orang tersebut dapat dijatuhi pidana tambahan, yaitu pencabutan hak.

Lalu, pasal 252 ayat 1 berbunyi:

"Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Pada penjelasan pasal 252 ayat 1 tersebut ada tertuang:

"ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib dan mampu melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain."

Pasal 252 ini merupakan pasal yang terkenal dengan pasal santet yang juga pernah menjadi kontroversi karena paradigma berfikir yang sederhana dan santainya berpersepsi "gimana caranya juga santet dibuktikan? Masa iya nangkep setan?"

Kelakar pasal 252 tersebut mengakhiri ulasan tindak pidana terhadap ketertiban umum bagian kedua, penghasutan dan penawaran untuk melakukan tindak pidana ini.Artikel ini tidak sempurna selain karena kekurangan penulis, juga karena kesederhanaan. Setidaknya, artikel ini memberitahu bahwa upaya penghasutan dapat mengakibatkan seseorang dipidana. Akhir kata, semoga berkenan dan tetap semangat.


Artikel ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Acuan:

KUHPB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun