Keserupaan juga terlihat dari mekanismenya bahwa rumusan tersebut merupakan delik aduan. Artinya, Kepala Negara Sahabat dan/atau wakil dari negara sahabat itu harus melaporkan lebih dahulu. Terkecuali, sebagaimana dituang dalam pasal 228, orang yang melakukan tindak pidana ini karena pekerjaan profesi, maka terdapat ketentuan pidana tambahan yang bermuara pada pencabutan hak menjalankan profesi tertentu. Misalnya, wartawan professional, apabila dia melanggar pasal ini, maka wartawan tersebut dapat dicabut hak profesinya.
Kemudian, pasal 230 kembali memberikan dispensasi bahwa penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Kepala Negara Sahabat tersebut dapat dilakukan sepanjang perbuatan itu dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri. Frasa 'kepentingan umum' ini sangatlah ambigu dan memiliki banyak interpretasi, baik secara pidana, perdata, ataupun secara khusus misal dalam hukum tanah. Secara pidana sendiri, interpretasi 'kepentingan umum' dapat menggunakan pasal 218 ayat 2, yang juga sudah dituangkan pada artikel Hukum Pidana Baru: Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Adapun terkait dengan Penodaan Bendera Kebangsaan Negara Sahabat, pasal 231 berbunyi:
"Setiap Orang yang menodai bendera kebangsaan dari negara sahabat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III."
Kategori III merujuk pada nominal angka pidana denda, dimana kategori tersebut merujuk pada maksimal 50 juta rupiah pidana denda. Kemudian, pada penjelasan pasal dikatakan bahwa yang dimaksud dengan 'menodai' adalah perbuatan dalam bentuk apapun yang dilakukan dengan maksud untuk menghina.
Contoh Kasus
Dalam KUHP lama, Tindak Pidana terhadap negara sahabat diatur dari pasal 139a sampai dengan 145 dengan judul 'Kejahatan-Kejahatan terhadap Negara Sahabat dan terhadap Kepala Negara Sahabat serta Wakilnya'.Â
Dengan tidak terdapatnya pembagian yang lebih spesifik seperti yang ada di KUHP baru, maka penjatuhan putusan menjadi kurang terkonsentrasi, menyebabkan semua delik tersebut dimasukkan dalam  kamar yang sama, yaitu Kejahatan Terhadap Keamanan Negara sebagaimana yang tertera dalam situs Yurisprudensi MA itu sendiri. Dan karena spektrumnya yang terlalu luas tersebut, penulis tidak dapat memberikan contoh kasus yang konkret terkait dengan hal tersebut, terutama penggunaan pasal yang demikian.
Putusan MK
Kemudian, rumusan tindak pidana terhadap negara sahabat sendiri, sebagaimana juga tertuang dalam KUHP lama, juga pernah diajukan uji materiil, dan menjadi suatu putusan dalam putusan 7/PUU-XV/2017. Secara sederhana, pemohon ingin merubah makna 'makar' menjadi 'serangan'.Â
Dalam pertimbangannya yang panjang, MK kemudian menolak permohonan pemohon dikarenakan perubahan makar menjadi serangan, sebagaimana dikaitkan dengan bahasa Belanda "aanslag", akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan kesewenangan penegakan hukum, dimana pihak yang melakukan serangan belum tentnu melakukan makar.