KETENTUAN PENUTUP.
Diatur dalam pasal 100 sampai dengan 104, pada intinya bicara tentang keberlakuan UU. UU 12/2011 ini mencabut UU 10 2004 yang merupakan predecessornya, dan mengatakan bahwa UU 12/2011 berlaku paling lama 1 tahun sejak diundangkan, yaitu pada tanggal 12 agustus 2011.
METODE OMNIBUS.
Metode ini baru dikenal dalam peraturan perudangan sejak UU 13/2022. Metode ini dikenal juga metode sapu jagat karena mengandung begitu banyak peraturan perundangan dari beragam sektor yang kemudian dijadikan satu peraturan perundangan (omni), contohnya UU Cipta Kerja.
Pada proses pembentukannya, metode omnibus tidak jauh berbeda dengan pembentukan UU, sehingga sudah diketahui peraturan perundangan tersebut merupakan bagian dari kamar 'omnibus' sejak dari awal perencanaannya. Judul dari peraturan omnibus secara sederhana harus menyangkut karakteristik umum yang diatur dalam suatu peraturan perundangan itu sendiri.
Misal, UU Cipta Kerja, di dalamnya terdapat UU ketenagakerjaan, mineral dan batu bara, arsitek, dan banyak lagi yang pada intinya berpusat pada pembangunan ekonomi, sebagaimana didefinisikan dalam UU 11/2020 yang berbunyi:
"cipta kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional."
Dan, mengingat begitu banyak polemik terhadap bentuk undang-undang omnibus ini, penulis sendiri melihat memang menjadi sangat rumit untuk memahami isi dari suatu undang-undang omnibus. Terutama karena, penggunaannya masih harus menggunakan peraturan perundangan lain yang terkait namun tidak dicabut.
Tidak seperti undang-undang biasa, misalnya UU 12/2011 mencabut UU 10/2004 dan dengan demikian, lebih santai untuk didalami karena ada kejelasan UU apa yang digunakan. Omnibus Law tidak santai untuk dibaca (malah terkesan ngajak berantem karena sedikit-sedikit ada frasa dihapus, dirubah dsb, tapi untuk mengetahui apa yang dihapus harus kembali pada undang-undang yang bersangkutan), walaupun pasti dapat dikatakan jelas.
Bentuk Hukum omnibus, setidaknya dari sampel cipta kerja, tidak memiliki daftar isi yang dicantumkan sebagai penjelas peraturan perundangan. Dan karena ketidakringkasan itu, penulis kira penulis sedikit mengerti mengapa banyak ahli hukum yang 'sepanteng' dengan UU tersebut, selain daripada kritik terhadap isinya yang dinilai lebih mengakomodir pelaku usaha, yang secara substansi adalah hal yang diperdebatkan.
Demikianlah sedikit tentang pembentukan peraturan perundangan: epilog dan menjadi akhir serial pembentukan peraturan perundangan. Seperti omnibus, penulis melakukan 'sapu jagat', sehingga masih ada yang dapat ditelaah dalam hal ini, inter alia bagian partisipasi masyarakat dan pembentukan secara elektronik. Setidaknya, ada kejelasan umum tentang partisipasi masyarakat dan bagaimana pemantauan dan peninjauan ulang dilakukan.