Kemudian, dalam UU 12/2011 dari pasal 52 sampai dengan pasal 53 mengatur tentang Perppu. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) sederhananya bicara tentang peraturan perundangan yang ditetapkan Presiden dalam hal ihwal kegentingan memaksa. Intinya, ada urgensi yang harus dilakukan oleh lembaga eksekutif sehingga harus menerobos lalu lintas regulasi tata pemerintahan demi mengeksekusi suatu hal.
Dalam hal ini, DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan yang konsekuensinya menjadi Undang-Undang. Bila tidak disetujui, maka Perppu itu akan dicabut, menyebabkan lembaga eksekutif tidak lagi dapat melakukan tindakan yang dilakukan atas dasar urgensi. Contoh konkret yang mungkin pernah kita rasakan, misal Perppu Covid yang pada saat itu tidak sempat dibuat rapat seperti pembahasan UU.
Menariknya, Perppu Covid yang menjadi UU 2/2020 itu tidak dicabut, melainkan diubah dengan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pertanyaannya, apa Perppu yang menjadi Undang-Undang, tidak perlu dicabut atas dasar premis antisipasi bila Covid atau yang sejenisnya kembali mewabah di Indonesia? Atau ada alasan lain hingga perubahannya masuk ke dalam UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan? Jawabannya penulis serahkan pada pembaca.
Penyusunan Peraturan Pemerintah
Apabila Perppu disusun sepihak oleh lembaga kepresidenan dan DPR berlaku sebagai pihak pelengkap, maka dalam Penyusunan Peraturan Pemerintah dilakukan oleh seluruh lembaga pemerintahan berkepentingan dalam peraturan tersebut bersama dengan lembaga non-kementerian. Peraturan Pemerintah ini tidak membutuhkan persetujuan DPR.
Penyusunan Peraturan Presiden
Pada esensinya menyerupai peraturan pemerintah, hanya tujuannya berbeda. Peraturan Pemerintah bertujuan untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. sementara peraturan presiden bertujuan agar presiden dapat menjalankan perintah peraturan perundangan yang lebih tinggi dalam penyelenggaraan negara.
Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi
Dalam UU 12/2011, penyusunan ini diatur pada pasal 56 sampai dengan pasal 62. Sekali lagi, konsepnya menyerupai bagaimana DPR dengan Presiden, atau Presiden dengan DPR, menyusun RUU. Perbedaan signifikannya adalah pihak yang diajak kerja sama berada pada tingkat lebih rendah namun tidak paling rendah sebagai konsekuensi tingkatan hierarki peraturan perundangan, karena subjek yang melakukan adalah DPRD dan Gubernur.
Kemudian pada pasal 58 ayat 1 UU 13/2022 perubahan kedua P3, ada bunyi:
"Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dikoordinasikan oleh Menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan."