Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pembentukan Peraturan Perundangan: Perencanaan

11 April 2024   21:07 Diperbarui: 11 April 2024   21:08 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada artikel Pembentukan Peraturan Perundangan: Jenis, Hierarki, dan Materi, telah tertuang sedikit jenis-jenis peraturan perundangan. Dan pada artikel Pembentukan Peraturan Perundangan: Alur dan Asas, juga telah dituliskan bahwa pembentukan peraturan perundangan memiliki proses yang harus dilewati dari awal hingga menjadi utuh sebagai produk hukum yang dikenal sebagai peraturan perundangan. Proses hukum pertama yang dilakukan, adalah perencanaan.

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

Perencanaan peraturan perundangan diatur dari pasal 16 sampai pasal 42 UU 12/2011 P3. Pasal 16 UU 12/2011 P3 sendiri berbunyi:

"Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam Prolegnas."

Pasal 1 ayat 9 UU 12/2011 P3 menyatakan bahwa Prolegnas adalah Program Legislasi Nasional yang merupakan intstrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Singkatnya, prolegnas adalah pangkal pembahasan yang dikaji untuk membuat Undang-undang dan hanya undang-undang, bukan peraturan perundangan.

Penting dibedakan antara undang-undang dan peraturan perundangan, karena tidak jarang kesesatan terjadi dalam pembedaan terminologi ini, bahkan dikalangan akademisi hukum itu sendiri. Undang-undang hanya bicara tentang produk hukum yang diterbitkan DPR dengan persetujuan Presiden dengan tujuan legal yang holistik.

Sementara peraturan perundangan bicara tentang produk hukum tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dengan tujuannya masing-masing, sehingga walaupun berlaku secara umum, tujuannya belum tentu untuk umum/publik. Misalnya, Putusan Hakim MK berwujud regeling dan dengan demikian merupakan peraturan perundangan, berbeda dengan putusan hakim biasa yang berwujud vonnis, dimana putusan itu peraturan perundangan yang spesifik berlaku bagi subjek yang diadilinya. Kemudian, Prolegnas sendiri memiliki poin yang meliputi:

  • Program pembentukan undang-undang (RUU)
  • Materi yang diatur (latar belakang, tujuan, dan jangkauan)
  • Keterkaitan dengan peraturan perundangan lain

Dimana kesemua hal tersebut harus terkandung dalam satu naskah yang dikenal sebagai Naskah Akademis. Secara prosedural, prolegnas disusun oleh DPR dan Pemerintah, ditetapkan untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas RUU, dan ditetapkan sebelum penetapan RUU APBN. Khusus untuk prolegnas jangka menengah anggota DPRnya adalah anggota DPR baru.

Hasil dari prolegnas tahunan dan prolegnas jangka menengah. Tidak dijelaskan jangka menengah ini berapa lama waktunya, apa perminggu, perbulan, percaturwulan, atau persemester. Setidaknya tidak di dalam UU 12/2011, UU 15/2019 Perubahan Pertama P3, maupun UU 13/2022 Perubahan Kedua P3 yang penulis baca. Kemudian, pasal 20 UU 15/2019 Perubahan Pertama P3 memasukkan DPD sebagai organ yang ikut terlibat dalam penyusunan Prolegnas yang juga berpartisipasi dalam prosesnya.

Untuk koordinasi penyusunan prolegnas, DPR melakukannya menggunakan Alat Kelengkapan DPR (sudah dituangkan di artikel sebelumnya), sementara penangangan pemerintah dilakukan oleh Dirjen Peraturan Perundangan di bawah naungan Kemenkumham. Yang menarik dari pasal 21 adalah ayat 3 yang berbunyi:

"Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan dengan mempertimbangkan usulan dari fraksi, komisi, anggota DPR, DPD, dan/atau masyarakat."

Artinya, pelibatan masyarakat dalam penyusunan prolegnas bersifat alternatif. Penyusunan Prolegnas dapat dilakukan tanpa adanya partisipasi masyrakat. Menjadi menarik, karena dengan demikian, masyarakat yang menuntut untuk dilibatkan dalam prolegnas tidak memiliki dasar hukum melakukan penuntutan, kecuali diperkatakan lain dalam undang-undang setara atau dalam lingkup prosedural. Benar-salah, baik-buruk, tepat-tidak tepat, penulis serahkan pada pembaca.

Adapun Prolegnas memiliki daftar kumulatif terbuka. Daftar kumulatif terbuka adalah kumpulan register atau catatan yang menjadi tambahan pembahasan Prolegnas selain RUU yang dapat diajukan kapan saja oleh pihak yang memiliki wewenang melakukan pengajuan. Daftar kumulatif terbuka tersebut meliputi:

  • Pengesahan perjanjian internasional tertentu;
  • Akibat putusan MK;
  • APBN;
  • Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah provinsi, kabupaten/kota;
  • Penetapan/pencabutan Perppu.

PERENCANAAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANGAN LAIN

Selain prolegnas yang secara konkret hanya tertuju pada RUU, terdapat perencanaan pembentukan peraturan perundangan lain yang dapat dilakukan oleh lembaga berkewenangan sesuai tupoksi dari peraturan perundangan tersebut. Hal ini meliputi:

Perencanaan Peraturan Pemerintah (pasal 24-pasal 29)

Singkatnya, Perencanaan Peraturan Pemerintah tersebut memuat daftar judul dan pokok materi muatan Rancangan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang, ditetapkan untuk jangka waktu 1 tahun, dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Perencanaan Peraturan Presiden (pasal 30-pasal 31)

Mutatis mutandis terhadap Perencanaan Peraturan Pemerintah. Artinya, Perencanaan Peraturan Presiden diperlakukan menyerupai Perencanaan Peraturan Pemerintah secara holistik, hanya pembeda yang paling kentaranya adalah Perencanaan Peraturan Presiden dilakukan oleh dari untuk lembaga kepresidenan.

Perencanaan Peraturan Daerah Provinsi (pasal 32-pasal 38)

Pada intinya menyerupai prolegnas. Maka ada naskah akademiknya juga, partisi-partisi lembaga berkepentingan (dalam hal ini eksekutifnya gubernur atau yang setara dengan tingkatan provinsi, bukan presiden), dengan jangka waktu dibatasi oleh APBD, dan sebagainya dalam spektrum provinsi. Pengecualian terhadap RPDP (rancangan peraturan daerah provinsi) dimana penyusunannya meliputi:

  • Perintah peraturan perundang-undangan lebih tinggi;
  • Rencana pembangunan daerah;
  • Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
  • Aspirasi masyarakat daerah.

Kemudian, dalam rangka keselarasan antara Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan diatasnya, yaitu undang-undang serta sistem hukum nasional, diberkan keterangan norma yang berada dalam pasal 33 ayat 3 dan pasal 36 ayat 3. Pasal 33 ayat 3 UU 12/2011 sendiri berbunyi:

"Materi yang diatur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah melalui pengkajian dan penyelarasan dituangkan dalam Naskah Akademik."

Dan penjelasannya berbunyi:

"yang dimaksud dengan "pengkajian dan penyelarasan" adalah proses untuk mengetahui keterkaitan materi yang akan diatur dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya yang vertikal atau horizontal sehingga dapat mencegah tumpang tindih pengaturan atau kewenangan."

Kemudian, pasal 36 ayat 3 menyatakan:

"Penyusunan Prolegda Provinsi di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal terkait."

Penjelasan pasal 36 ayat 3 itu berbunyi:

"yang dimaksud dengan "instansi vertikal terkait" antara lain instansi vertikal dari Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum."

Perencanaan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (pasal 39-pasal 41)

Mutatis mutandis dengan perencanaan peraturan daerah provinsi.

Perencanaan Peraturan Perundang-undangan lainnya (pasal 42)

Pada intinya peraturan perundangan ini yang bukan diatur oleh peraturan sebelumnya, dan itu bisa apapun, misalnya Peraturan Menteri, Peraturan Direktorat Jenderal, Peraturan Komisi Yudisial, dan banyak lagi, yang disesuaikan dengan kebutuhan lembaga, komisi, atau instansi masing-masing yang kemudian ditetapkan masing-masing untuk jangka waktu 1 tahun.

Pada UU 13 tahun 2022 Perubahan Kedua P3, disisipkan pasal 42a yang berbunyi:

"penggunaan metode omnibus dalam penyusunan suatu Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan."

Metode omnibus ini merupakan metode baru, dan dengan demikian, layak untuk dituangkan dalam artikel tersendiri.

Demikianlah sedikit tentang Pembentukan Peraturan Perundangan: Perencanaan Pembentukan. Artikel ini tidak sempurna selain karena kekurangan penulis, juga karena dibuat dengan sederhana, serta buru-buru. Buru-buru, karena kesibukan penulis yang tiba-tiba sangat banyak dan belum dapat dilakukan penyesuaian antara waktu, pembuatan artikel, serta kegiatan penulis lain. Namun setidaknya, artikel ini sedikit menggambarkan proses perencanaan pembentukan peraturan perundangan yang terjadi dalam pembentukan peraturan perundangan. Akhir kata, semoga berkenan dan tetap semangat.

Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Peraturan perundangan:

UU 12/2011; UU 15/2019; UU 13/2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun