Hal ini karena pertama, ayat 1 tersebut secara terang mengatakan 'setiap orang'. Itu artinya, Hak Ekonomi yang seharusnya dimiliki dan dinikmati oleh Komunitas Asal dapat dimiliki orang lain, siapapun itu, selama orang itu mampu. Terlebih mengingat bahwa tidak semua KIK memiliki sifat sakral, rahasia, dan/atau dipegang teguh.
Demikianlah sedikit tentang Kekayaan Intelektual Komunal, sekaligus akhir dari seri Hukum Kekayaan Intelektual. Tulisan ini tak sempurna, terutama karena banyak tidak menerangkan hal administratif dalam banyak spektrum, termasuk juga integrasi hukum internasional yang banyak berpengaruh pada Kekayaan Intelektual di Indonesia. Namun penulis berharap hal krusial untuk mengetahui seluk beluk Kekayaan Intelektual sudah dapat terulas.Â
Akhir kata, Marhaban yaa Ramadhan bagi Umat Islam, dan Rahajeng Rahina Nyepi bagi Umat Hindu. Semoga berkenan dan tetap semangat.
Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.
Peraturan perundangan :
PP 56/2022 tentang KIK
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H