Jalan besar dekat pantai dipenuhi oleh orang-orang dari banyak negara sementara patung-patung besar mulai bermunculan. Patung-patung menjulang itu mulai bergerak di udara, dan masyarakat lokal dengan semangat mengangkat panggung tempat karya estetis itu berdiam. Tak jarang, kamera-kamera ponsel dari para turis tidak berhenti menyoroti perayaan itu.
Fenomena yang sama juga terjadi di seluruh tempat di pulau itu. Saat itu, diyakini sebagai waktu kejahatan dan kegelapan yang lahir dari kepahitan manusia, mengerahkan angkara murka semaksimal mungkin, demi meruntuhkan rezim kebaikan dan kebenaran dalam pertarungan semesta yang menyangkut hajat hidup orang banyak, sebelum akhirnya manifestasi kejahatan itu dipurifikasi dengan api.
Di sisi makna spiritual yang begitu dalam dan bermakna, para pendatang dari luar pulau, terutama yang sama sekali tidak terafiliasi dengan budaya setempat, bahkan menolak mengerti, hanya terperangah melihat wujud dari niat yang termanifestasi dari masyarakat lokal, dan lebih banyak dari mereka yang mengambil dokumentasi, lalu kembali ke penginapan seraya bergumam "cool."
Narasi di atas bicara tentang peristiwa Ogoh-ogoh, suatu festival yang biasa dilakukan oleh Masyarakat Bali sehari sebelum Hari Raya Nyepi. Festival yang sarat nilai religio-magis tersebut merupakan salah satu dari banyak festival adat maupun adat-agama yang masih ada di Indonesia. Bedanya, Festival Ogoh-ogoh mungkin lebih tersorot karena Bali sendiri merupakan tempat yang sangat kaya akan industri pariwisata.
Terlepas dari monetisasi Festival Ogoh-ogoh yang mungkin dilakukan pihak tidak bertanggung jawab, serta mendapat kontra bagi Masyarakat Bali yang meyakini festival tersebut sakral dan suci, tak bisa dipungkiri bahwa Festival Ogoh-ogoh tersebut juga termasuk sebagai kearifan lokal yang berpangkal pada Kekayaan Intelektual. Kekayaan Intelektual demikian dikenal sebagai Kekayaan Intelektual Komunal.
DEFINISI
Pasal 1 ayat 1 PP nomor 56 tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal berbunyi :
"Kekayaan Intelektual Komunal yang selanjutnya disingkat KIK adalah kekayaan intelektual yang kepemilikannya bersifat komunal dan memiliki nilai ekonomis dengan tetap menjunjung tinggi nilai moral, sosial, dan budaya bangsa."
Dari definsi tersebut, secara sederhana dapat diketahui bahwa ada Kekayaan Intelektual bersifat komunal, atau, dalam bahasa sehari-hari, adalah Kekayaan Intelektual 'ramai-ramai'. Kekayaan Intelektual itu tidak eksklusif dimiliki orang perseorangan, melainkan dimiliki oleh satu komunitas yang sepakat dengan nilai yang terkandung dalam Kekayaan Intelektual itu, dan telah menjalaninya dari zaman ke zaman hingga nilai tersebut mengendap dalam genetik mental dan spiritual mereka.
KLASIFIKASI
Secara sederhana, KIK terbagi menjadi beberapa klasifikasi, yang meliputi :