Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 7 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Accusare Nemo Debet, Nisi Coram Deo

17 Januari 2024   10:57 Diperbarui: 17 Januari 2024   11:00 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Secara holistik, nemo tenetur seipsum accusare pada dasarnya memiliki arti yang sama dengan accusare nemo debet, nisi coram deo, walaupun secara gramatikal artinya sangat berbeda. Perbedaan signifikan ini dikarenakan accusare nemo debet, nisi coram deo memaknai suatu tuduhan hanya dapat dilakukan dihadapan Tuhan. Hal ini sudah terkait dengan moralitas subjek yang melakukan tindakan tersebut.

Di satu sisi, nemo tenetur seipsum accusare hanya menekankan bahwa subjek tidak boleh dipaksa untuk bersaksi maupun menyediakan bukti yang kemudian memberatkan subjek itu. Kendati demikian, asas maupun postulat tersebut mengerucut pada satu koridor, yaitu koridor hukum pembuktian, dimana dalam pembuktian suatu perkara testimoni seseorang, terutama seseorang yang telah disumpah, memiliki beban sebagai alat bukti.

Di Indonesia, akuntabilitas dari suatu testimoni sebagai suatu beban pembuktian dalam UU 8 nomor 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Pasal 1 ayat 27 berbunyi :

"Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu."

Dan pada ayat 1 pasal 185 juga ada tertuang :

"Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan."

Keterkaitannya dengan nemo tenetur seipsum accusare adalah tidak jarang, dalam pengadilan Jaksa Penuntut Umum sebagai sosok yang bertugas untuk menuntut, memaksa saksi untuk menjawab hal-hal yang kemudian memberatkan saksi, atau setidaknya membuat saksi tersebut menjadi bagian peristiwa pidana.

Maka, postulat nemo tenetur seipsum accusare pada dasarnya digunakan untuk melindungi saksi, terutama saksi tersangka yang testimoninya menentukan nasibnya, karena secara teoritis, seorang saksi juga dapat dijadikan tersangka ketika memenuhi unsur-unsur yang membentuk spektrum peristiwa pidana itu sendiri.

Dimana pada praktiknya, nemo tenetur seipsum accusare memperbolehkan seorang saksi untuk tidak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan, dan menjadi cikal bakal Miranda Rules (Hak untuk Diam), yang secara umum dikenal hanya dilakukan oleh penegak hukum seperti polisi, walaupun tidak terbatas pada spektrum penegakan hukum saja.

Demikianlah, accusare nemo debet, nisi coram deo merupakan asas yang menjadi bagian dari postulat nemo tenetur seipsum accusare, yang berfungsi melindungi saksi agar tidak serta merta menjadi pelaku kriminal. Dimana asas ini digunakan dalam hukum pembuktian, yang meletakkan perkataan subjek hukum dalam pengadilan sebagai beban pembuktian perbuatan.

Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun