Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Accessorius Sequitur Naturam Sui Principalis

13 Januari 2024   16:00 Diperbarui: 13 Januari 2024   16:00 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Black Law Dictionary Fourth Edition, accessorius sequitur naturam sui principalis memiliki arti "an accessary follows the nature of his principal" atau dalam Bahasa Indonesia berarti "assesoris mengikuti sifat alami dari prinsipnya". Pada bagian keterangan, ada tertuang "one who is accessary to a crime cannot be guilty of a higher degree of crime than his principal" yang memiliki arti "seorang tambahan dalam tindak kriminal tidak bisa dikenakan pidana lebih tinggi dari seorang yang membawanya."

Asas ini dapat ditemukan dalam buku The Third Part of The Institutes of Law of England karya Lord Coke, pada bab 64. Pada halaman 139, asas ini menjadi bagian kalimat yang berbunyi : "the accessory cannot be guilty of petit treason, where the principal is guilty but of murder, for accessorius sequitur naturam sui principalis". Petit Treason yang dimaksud tertuang pada Bab II Petit Treason dalam buku yang sama, menjelaskan bahwa Petit Treason pada intinya merupakan tindak pidana yang dilakukan pihak yang memiliki status sosial lebih rendah daripada korbannya secara legal.

Beberapa kasus yang membentuk adanya Petit Treason meliputi seorang pembantu membunuh istri atau suami yang jadi majikannya, kemudian pembantu yang menunjukkan niat jahat yang berencana melakukan pembunuhan terhadap majikannya. Petit Treason juga mencakup tindakan saat seorang istri yang membunuh suaminya bersama dengan orang lain yang asing.

Dari hal ini, dapat diketahui bahwa asas accessorius sequitur naturam sui principalis merupakan asas hukum pidana, yang digunakan dalam konteks pidana pengkhianatan dan melibatkan tindakan berupa pembunuhan atau keinginan membunuh. Petit Treason ini juga dibedakan dengan High Treason yang secara umum dikenal sebagai pengkhianatan dan serangan terhadap negara.

Sebelumnya, asas terkait aksesoris pernah dibahas dalam artikel Accessorium non Ducit, sed Sequitur Suum principale yang pada intinya menerangkan bahwa peserta pembantu tidak memimpin, namun mengikuti peserta utama, yang fungsinya secara umum merupakan asas hukum pidana dan dapat diperluas menjadi asas hukum umum. Asas ini termasuk dalam asas preferensi karena sifatnya yang mengkonkretisasi peranan dalam hubungan hukum, dan biasanya digunakan dalam hukum pidana untuk menimbang posisi pelaku utama dan pelaku tambahan.

Maka, accessorius sequitur naturam sui principalis ini kemudian mengembangkan peranan asas tersebut, dengan mengkonkretitasi spektrum pidana secara eksak hingga ada dalam kategori pidana Petit Treason, serta tidak melepaskan peranan subjek hukum yang melakukan perbuatan tersebut, walaupun hukuman yang diterapkan memiliki bobot yang berbeda.

Dalam konteks keindonesiaan, tindak pidana yang melibatkan pelaku pembantu masuk dalam kategori pidana penyertaan. Secara teori, tindak pidana penyertaan memiliki dikotomi pengertian, yang meliputi penyertaan yang berdiri sendiri dan penyertaan yang tidak berdiri sendiri. Secara konkrit, hal ini tertuang dalam KUHP lama pada pasal 55 ayat 1 nomor 1 yang berbunyi :

"Dipidana sebagai pelaku tindak pidana, mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan".

Dalam KUHP Baru (UU 1/2023) juga menerangkan tentang tindak pidana penyertaan. Hal tersebut tertuang pada pasal 20 huruf c yang berbunyi :

"Setiap Orang dipidana sebagai pelaku Tindak Pidana jika turut serta melakukan Tindak Pidana."

Dan diperjelas dengan pasal 21 ayat 1 yang berbunyi :

Setiap Orang dipidana sebagai pembantu Tindak Pidana jika dengan sengaja:

a. memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan Tindak Pidana; atau

b. memberi bantuan pada waktu Tindak Pidana dilakukan.

Kemudian, pidana turut serta juga mencakup turut serta dalam Organisasi yang bertujuan melakukan Tindak Pidana, melakukan usaha judi, penyerangan dan perkelahian secara berkelompok. Pada bagian penjelasan pasal 20 huruf c, dilakukan pembatasan terhadap maksud turut serta melakukan Tindak Pidana yang berbunyi :

"yang dimaksud dengan "turut serta melakukan Tindak Pidana" adalah mereka yang bekerja sama secara sadar dan bersama-sama secara fisik melakukan Tindak Pidana, tetapi tidak semua orang yang turut serta melakukan Tindak Pidana harus memenuhi semua unsur Tindak Pidana walaupun semua diancam dengan pidana yang sama."

"Dalam turut serta melakukan Tindak Pidana, perbuatan masing-masing orang yang turut serta melakukan Tindak Pidana dilihat sebagai satu kesatuan."

Dari hal tersebut, telah terang bahwa pidana penyertaan berhubungan dengan asas accessorius sequitur naturam sui principalis atau "assesoris mengikuti sifat alami dari prinsipnya". Hal ini karena Tindak Pidana yang terjadi dilihat sebagai satu kesatuan utuh dalam Peristiwa, namun terhadap pertanggungjawabannya dilakukan secara terpisah.

Pemisahan pertanggungjawaban pidana bermuara pada setiap subjek hukum akan ditimbang secara pribadi, sehingga sangat mungkin dalam suatu perbuatan pidana yang terencana, seluruh subjek hukum tersebut kemudian menjadi pelaku utama dan tidak lagi mempertimbangkan adanya pelaku serta itu sendiri.

Dalam konteks keindonesiaan, hal ini terlihat pada putusan tindak pidana korupsi yang terjadi pada mantan menteri komunikasi dan informatika yang dijatuhi pidana penjara selama 15 tahun, pidana denda 1 miliar, dan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar 15 miliar. Di sisi lain, salah satu subjek hukum yang bekerja sama dengannya dikenakan hukuman yang lebih tinggi darinya.

Hal ini menarik, karena pada dasarnya tindak korupsi hanya dapat dilakukan ketika tindakan tersebut berkaitan langsung dengan negara. Hal ini diketahui dari pengertian Korupsi yang tertuang dalam KBBI yang berbunyi "penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain" dan tidak tegas didefinisikan dalam peraturan perundangan, selain daripada bentuk-bentuknya sehingga definisi korupsi dalam hukum harus diinterpretasikan ulang.

Maka, tindak pidana korupsi hanya dapat dilakukan ketika ada pejabat negara yang ikut andil dalam alokasi anggaran uang negara tersebut, sehingga sangat mungkin pejabat tersebut menjadi pelaku utamanya. Sebab, tanpa adanya pejabat yang membukakan jalan, maka korupsi tidak terjadi. Hal ini tidak terjadi dalam contoh kasus.

Terlepas dari pro kontra karena pertimbangan tersebut sangat mungkin untuk diperdebatkan, dalam kasus tersebut para hakim tidak menggunakan accessorius sequitur naturam sui principalis sebagai preferensi untuk menjatuhkan hukuman yang lebih berat kepada pelaku utama dan lebih ringan daripada pelaku pembantu.

Hal ini karena dalam kasus itu sendiri, para hakim tidak melakukan kategorisasi terhadap siapa pelaku utama dan pelaku pembantu dan hanya menyertakan pernyataan yang berbunyi "korupsi secara bersama-sama". Pernyataan tersebut menimbulkan ambiguitas terhadap pidana penyertaan dalam spektrum pidana korupsi. Terlebih karena pidana penyertaan harus memisahkan antara pelaku utama dan pelaku serta.

Apabila kemudian dinyatakan 'bersama-sama' dan bukan 'turut serta', maka dapat disimpulkan semua subjek tersebut menjadi pelaku utama korupsi uang BTS tersebut. Hanya saja, hal tersebut tidak mungkin terjadi, karena peranan setiap subjek hukum dalam kasus tersebut memiliki bibit, bebet, dan bobot yang berbeda-beda, walaupun tujuannya sama.

Terlepas dari kasus di Indonesia itu, pada intinya accessorius sequitur naturam sui principalis merupakan asas yang berbunyi "assesoris mengikuti sifat alami dari prinsipnya" merupakan asas preferensi dalam hukum pidana, dimana seorang pelaku tambahan dalam pidana harus dijatuhi hukuman lebih rendah dari pelaku utama tindak pidana tertentu.

Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Referensi :

Putusan Nomor 54/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jkt.Pst

KUHP Lama. Pasal 55

KUHP Baru. Paragraf 5 Penyertaan.

Black Law Dictionary Fourth Edition.

KBBI.

Selected Writing of Sir Edward Coke Volume II. Chapter 2 Petit Treason. 992.

Third Part of the Institutes of Law of England. Cap 65 Of Principall and Accessory. 139.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun