Mohon tunggu...
Healthy

Penderita Hemofilia, Punya Harapankah?

25 November 2017   21:47 Diperbarui: 25 November 2017   23:50 10696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kehidupan sehari-hari, begitu banyak aktivitas dan kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan terkadang tanpa sadar kita terluka. Untungnya, setelah terluka darah akan segera berhenti mengalir. Tapi, bagaimana jika darah yang keluar setelah kita terluka tidak dapat berhenti mengalir?

Pasti banyak dari antara kita yang sering mendengar istilah hemofilia. Sebenarnya apa itu hemofilia? Sebelum membahas tentang hemofilia, ada baiknya kita mengetahui seluk-beluk tentang darah terlebih dulu. 

Darah merupakan jaringan ikat khusus yang terdiri atas sel-sel darah, keping darah, serta matriks yang berbentuk cairan (plasma). Komponen penyusun darah yaitu plasma darah, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). 

Plasma darah adalah cairan berwarna bening kekuningan yang mengandung protein plasma (albumin, globulin, dan fibrinogen) serta bahan campuran kompleks. Sel darah merah memiliki fungsi untuk mengedarkan oksigen ke seluruh jaringan melalui pengikatan oksigen oleh hemoglobin. Sel darah putih berfungsi dalam membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Keping darah berfungsi dalam hemostasis (penghentian pendarahan), perbaikan pembuluh darah yang robek, serta pembekuan darah.

Sudah kita ketahui bahwa proses pembekuan darah adalah fungsi yang dilakukan oleh trombosit. Apabila kita mengalami luka dan darah keluar, maka trombosit akan bersentuhan dengan permukaan luka yang kasar dan kemudian pecah sehingga mengeluarkan enzim trombokinase (tromboplastin). Enzim trombokinase bersama-sama dengan ion Ca2+dan vitamin K akan mengubah protrombin menjadi trombin. Trombin kemudian akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang akan menghalangi keluarnya sel darah, sehingga pembekuan darah akan terjadi dalam waktu sekitar 5 menit dan darah tidak akan keluar lagi.

Nah, setelah mengetahui tentang seluk-beluk darah dan fungsinya masing-masing, sekarang kita akan langsung masuk ke topik utama, yaitu 'Apakah Penderita Hemofilia dapat Membekukan Darah?'.

Hemofilia adalah kelainan genetik pada darah di mana seseorang tidak memiliki atau memiliki tingkat protein tertentu (faktor-faktor pembekuan) yang menyebabkan darah tidak dapat membeku dengan baik. Saat penderita hemofilia terluka, darahnya akan membeku dalam sekitar 50 menit hingga 2 jam. Hal ini akan mengakibatkan penderita hemofilia mengalami kehilangan banyak darah dan dapat menimbulkan kematian. Ada 13 jenis faktor pembekuan, dan zat ini bekerja dengan trombosit untuk membantu proses pembekuan darah.

Hemofilia ada tiga jenis, yaitu hemofilia A, B, serta C. Hemofilia A timbul jika ada kelainan pada gen yang menyebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII (FVII). Hemofilia ini adalah hemofilia klasik dan merupakan jenis hemofilia yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah. Kebanyakan orang dengan hemofilia A memiliki penyakit yang parah seperti pendarahan ke dalam sendi-sendi besar seperti lutut atau pinggul. 

Menurut National Heart, Lung, dan Blood Institute (NHLBI), 8 dari 10 orang penderita hemofilia memiliki hemofilia tipe A. Hemofilia B, atau sering disebut dengan Penyakit Natal, disebabkan oleh kurangnya faktor pembekuan IX (FIX). Hemofilia B diderita sekitar 1 dari antara 50.000 orang. Hemofilia C, atau biasa disebut defisiensi XI faktor disebabkan kurangnya faktor pembekuan XI (FXI). Hemofilia tipe C diwariskan berbeda dari hemofilia A atau B, akibatnya hemofilia C dapat diderita oleh anak laki-laki maupun perempuan. Orang dengan tipe hemofilia ini jarang atau sering tidak mengalami pendarahan spontan, pendarahan biasanya terjadi setelah trauma atau operasi.

Hemofilia A dan B tidak dapat dibedakan karena mempunyai tampilan klinis yang mirip dan pola pewarisan gen yang serupa. Penderita hemofilia A adalah yang terbanyak dibandingkan yang lain, totalnya 80 persen dari kasus keseluruhan. Menurut Federasi Dunia Hemofilia (WFH), sekitar satu dari 10.000 orang dilahirkan dengan penyakit ini. Hemofilia adalah salah satu penyakit genetik tertua yang pernah dicatat.

Hemofilia adalah penyakit yang diturunkan, yang berarti bahwa seseorang tidak dapat terinfeksi oleh penyakit ini. Namun, ada beberapa kasus yang terjadi yang tidak memiliki riwayat keluarga hemofilia. Kasus-kasus seperti ini disebut sebagai hemofilia sporadis. Menurut Federasi Dunia Hemofilia (WFH), sekitar 30% dari hemofilia tidak diwariskan dari orang tua mereka tetapi karena perubahan dalam gen mereka sendiri. Hemofilia adalah penyakit genetik, karena mengandung gangguan dalam kromosom. 

Hemofilia diturunkan melalui kromosom X. Kromosom X membawa gen hemofilia A dan B. Penyakit ini banyak terjadi pada laki-laki, karena mereka hanya mempunyai satu kromosom X, sedangkan pada perempuan umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Namun tidak menutup kemungkinan bahwa perempuan pun juga bisa menderita hemofilia jika pria hemofilia menikah dengan wanita carrier hemofilia.

Ada 3 tingkat hemofilia diklasifikasikan berdasarkan jumlah faktor pembekuan dalam darah, yaitu:

- Hemofilia ringan (di atas 5%)

Penderita yang mewarisi hemofilia ringan mungkin tidak memiliki gejala apapun sampai suatu peristiwa terjadi yang menyebabkan luka jaringan, dan darah yang keluar lama untuk berhenti. Pendarahan sendi jarang terjadi pada hemofilia ringan.

- Hemofilia moderat (1% sampai 5%) 

Penderita yang mewarisi hemofilia moderat memiliki gejala sejak anak usia dini. Anak-anak akan mudah memar dan juga mungkin mengalami gejala pendarahan internal, terutama di sekitar sendi, atau setelah jatuh. Pendarahan paling sering mempengaruhi pergelangan kaki, lutut, siku, dan  kurang umum mempengaruhi bahu, pinggul, atau sendi lainnya.

- Hemofilia berat (kurang dari 1%) 

Gejalanya mirip dengan yang ditemukan pada hemofilia moderat, tetapi lebih sering terjadi dan biasanya lebih parah. pendarahan spontan dan memar kadang muncul tanpa cedera.  

Bagaimana hemofilia didiagnosis? Diagnosis hanya dapat dilakukan setelah penderita mengalami pendarahan abnormal setelah trauma, cedera, atau pembedahan. Diagnosis untuk hemofilia meliputi:

- Prenatal testing

Jika seorang wanita hamil memiliki sejarah hemofilia, tes gen hemofilia bisa dilakukan selama kehamilan. Sebuah sampel dari plasenta dihapus dari rahim dan diuji. Tes ini dikenal sebagai Chorionic Villus Sampling Test atau Tes CVS.

- Tes darah 

Jika dokter mencurigai seorang anak mungkin memiliki hemofilia, tes darah dapat menentukan apakah pasien memiliki hemofilia A atau B, serta beratnya. Tes darah dapat dilakukan dari saat kelahiran dan seterusnya.

Dalam anamnesa biasanya akan didapatkan riwayat adanya salah seorang anggota keluarga laki-laki yang menderita penyakit yang sama, yaitu adanya pendarahan abnormal. Beratnya pendarahan bervariasi, akan tetapi biasanya beratnya pendarahan itu sama dalam satu keluarga. Pendarahan dapat terjadi semenjak lahir atau neonatus. Gejala lain yang sering timbul diantaranya mudah memar, pendarahan intramuskular, dan hemartrosis. Gangguan yang mengancam jiwa terjadi bila pendarahan terjadi di organ yang vital, seperti sistem saraf, sistem pernafasan, dan sistem pencernaan.

Komplikasi yang dapat timbul di antaranya:

1. Akibat dari pendarahan atau transfusi darah. Komplikasi akibat pendarahan adalah anemia, ambulasis atau deformitas sendi, atrofi otot atau neuritis.

2. Kerusakan sendi dan otot

3. Hematuria, bila gumpalan darah terjadi di uretra dapat menyebabkan nyeri yang tajam.

4. Pendarahan sistem pencernaan, kelainan yang timbul dapat berupa adanya darah pada feses dan muntah. Kehilangan darah secara kronis akibat ini dapat menyebabkan anemia pada pasien.

5. Pendarahan intrakranial

6. Sindroma kompartmen

Luka kecil saja dapat menyebabkan pendarahan luar biasa terhadap pengidap penyakit hemofilia. Seperti halnya penyakit genetis lain, sampai saat ini masih belum ada terapi yang dapat menyembuhkan penyakit hemofilia secara total. Penanganan hanya ditujukan untuk pencegahan dan pengobatan jika terjadi pendarahan. Pengobatan definitif yang bisa dilakukan oleh penderita hemofilia adalah dengan metode RICE, yaitu:

- Rest yaitu penderita harus senantiasa beristirahat.

- Ice yaitu jika terjadi luka pendarahan dapat dibekukan dengan mengompres menggunakan es.

- Compression yaitu luka harus dibebat atau dibalut dengan perban.

- Elevation yaitu berbaring dan meninggikan luka tersebut lebih tinggi dari posisi jantung.

Para penderita tersebut dapat mengontrol pendarahan yang dialaminya dengan memberikan suntikan protein yang tepat. Pemberian suntikan protein ini dapat dilakukan apabila pendarahan sedang terjadi dan tergantung juga pada kondisi dan keadaan penderita. Perawatan jenis ini disebut dengan terapi on demand. Sebagai tindakan preventif, pemberian suntikan secara reguler pada penderita dinyatakan dapat mengurangi pendarahan.   

Tantangan lain yang muncul saat ini adalah penderita dapat menjadi resisten terhadap obat pembekuan darah tersebut. Dalam tubuh penderita, sekitar 20% hingga 30% dari penderita hemofilia A, dan 1% hingga 6% penderita hemofilia B mengembangkan antibodi inhibitor yang menyebabkan pengobatan menjadi tidak efektif. Isu ini menjadi satu tantangan tersendiri bagi para tenaga medis untuk dapat menemukan jalan keluarnya.

Pemberian infus protein telah menjadi pengobatan andalan bagi para penderita hemofilia sejak berabad-abad. Para peneliti saat ini telah menjalani percobaan pengobatan terbaru yang dapat memperbaiki cacat genetik penderita. Hemofilia disebabkan oleh cacat gen dalam organ hati, maka dengan terapi gen penderita dapat menerima infusi gen faktor pembekuan darah pada organ hatinya. Selanjutnya gen akan bereproduksi dan menjadi bagian dari tubuh penderita. Terapi gen ini masih akan terus dikembangkan dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Pada saat pengembangan terapi gen ini terus berjalan, di sisi lain pengobatan melalui pemberian infus protein pun pasti juga akan mengalami perkembangan yang lebih baik.

Hemofilia tidak dapat disembuhkan, namun dapat diminimalisir gejalanya. Berikut adalah cara-cara untuk meminimalisir gejala hemofilia:

- Faktor pembekuan konsentrat

Terbuat dari darah manusia (produk plasma yang diturunkan) atau diproduksi menggunakan sel rekayasa genetika yang membawa gen faktor manusia (produk rekombinan). Penggunaan konsentrat faktor menghapus atau menonaktifkan virus melalui darah.

- Kriopresipitat 

Berasal dari darah dan mengandung faktor pembekuan VIII, yang efektif untuk pendarahan sendi dan otot.

- Fresh Frozen Plasma (FFP) 

Sel darah merah dalam darah dihapus meninggalkan protein darah termasuk faktor VIII dan IX. Perawatan ini adalah satu-satunya perawatan yang tersedia untuk hemofilia A dan B di beberapa negara.

- Desmospressin 

Desmospressin dapat juga disebut DDAVP, adalah hormon sintetis yang merangsang pelepasan faktor VIII yang biasa digunakan untuk pasien hemofilia A ringan untuk mengobati pendarahan kecil. 

Baru-baru ini, The Food and Drugs Administration (FDA) memberikan lampu hijau bagi Adynovate, Antihemophilic Factor (Recombinant), sebuah obat terbaru yang dapat digunakan untuk mengobati penderita hemofilia tipe A. Obat tersebut muncul secara bersamaan dengan dua obat lain yang disetujui pada tahun 2015, yakni Antihemophilic Factor (Recombinant) Lyophilized Powder, yang dapat digunakan bagi penderita hemofilia A dan Ixinity bagi penderita hemofilia B.

Adynovate, Anthihemophilic Factor (Recombinant), dan obat yang belum diketahui namanya (karena masih menunggu persetujuan) ini diperkirakan akan dapat bertahan lebih lama di dalam aliran darah dibanding tipe protein sebelumnya, sehingga dapat memberikan waktu yang lebih lama bagi penderita hemofilia A untuk menerima infusi. 

Efek samping umum yang terjadi setelah penderita mengkonsumsi Adynovate adalah sakit kepala, mual, dan kemungkinan diare. Sedangkan pada uji klinis, komplain umum yang terjadi para obat yang belum disebutkan namanya ini adalah hidung tersumbat, sakit tenggorokan, nyeri sendi, dan juga sakit kepala. Tetapi kelebihannya, obat ini dapat memperpendek jangka waktu infusi dari tiga kali seminggu menjadi dua kali seminggu, sehingga obat ini dapat sangat membantu bagi para penderita hemofilia.

Pencegahan terbaik untuk penyakit hemofilia adalah dengan melakukan pengetesan pada pasangan sebelum kehamilan. Dengan hal ini, kita dapat membantu mendeteksi sejak awal faktor waris yang dibawa oleh kedua belah pihak. Bila kehamilan terlanjur terjadi, kita juga bisa melakukan deteksi dengan metode Chorionic Villus Sampling (CVS) yang dilakukan dengan pengambilan sampel dari plasenta pada usia janin 11 sampai 14 pekan. Hanya saja metode ini bisa menyebabkan masalah pada kesehatan janin dan kehamilan bila tidak dilakukan dengan tepat.

Apabila anda atau orang terdekat sudah divonis mengidap hemofilia, maka hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan mencegah aktivitas yang dapat menimbulkan pendarahan seoptimal mungkin. Hindari aktivitas fisik berlebihan yang bisa memicu luka terbuka, efek pecahnya pembuluh darah, dan benturan. Rawat kesehatan gigi dan gusi untuk mencegah kerusakan gigi dan gusi berdarah. Hindari juga sembarangan memencet jerawat, mencungkil luka, dan kebiasaan-kebiasan berisiko lainnya, serta menghindari obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi trombosit seperti aspirin dan ibuprofen.

Sekian artikel ini berdasar pendapat saya dan tambahan dari berbagai sumber, mohon maaf bila ada kesalahan dalam informasi. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan anda.

Sumber Referensi: 1, 2, 3, 4, 5 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun