Time so flies so fast merupakan ungkapan idiom dalam bahasa inggris. yang artinya waktu begitu cepat berlalu. Ungkapan ini tidak asing terdengar di telinga. Sebagian orang mengungkapkan kalimat ini sebagai moment spesial.
Ungkapan ini mengungkapkan kesan tersendiri bagi seseorang. Saat ini kamu sedang mengikuti wisuda, atau sedang melaksanakan sumpah untuk mendapatkan pengukuhan sebagai dokter hewan (7/2/24), Perawat, sebagai Apoteker, bahkan kamu sedang membuat komitmen dengan dirimu sendiri.
Ada beragam kisah yang telah mewarnai lika-liku perjuangan yang telah membersamaimu selama ini. Gembira, sedih, kesal, bahkan sampai suatu titik kamu ingin meningalkan segala sesuatu yang kamu jalani, tetapi ada tangan tak terlihat (invisible hand) yang menarikmu agar kamu tidak terjatuh begitu lama.
Ada suatu hal yang kurang disadari bahwa disaat sulit, kamu merasa memiliki kekuatan untuk bangkit kembali, karena kamu sedang disupport oleh invisible hand. Ia ibarat kekuatan yang tak terlihat memberikan kamu daya untuk berjedah sejenak, sembari inhale and exhale untuk menetralkan pikiran dan perasaan yang sedang menghantuimu.
Pada saat itu, apa yang kamu alami bahwa kamu berani bangkit karena kamu tertolong oleh invisble hand; dan kamu merasa biasa-biasa saja. Mungkin apa yang kamu lakukan karena kamu merasa bahwa dirimu mampu melakukan sepenuhnya.
Sadar atau tidak, dibalik kekuatan yang kamu miliki saat ini, termasuk kamu berani memutuskan untuk lanjut kuliah sampai tuntas, bekerja secara sungguh-sungguh, atau apapun halnya, karena itu semua datang dari doa ibumu, ayahmu, sanak keluargamu, teman yang mempedulikanmu.
Apakah kamu sungguh merasakan hal diatas, selama kamu melewati masa-masa sulit dalam studimu? Mungkin saja, rasa yang paling terpuruk yang kamu alami membuatmu mampu menyadari hal itu: “kamu sedang didoakan oleh mereka yang sedang berempati denganmu”.
Ini adalah suatu hal yang aneh, mungkin kamu mengatakan seperti itu. Ingat! Ego selalu menjadi tantangan terbesar dalam hidupmu sehingga kamu sulit untuk mengakui invisible hand telah menemani sisa-sisa hidupku dimasa studiku.
Kekuatan ego dapat mengalahkan hal yang dianggap baik dan dengan dengan rendah hati mengakuinya.
Ya, ini adalah sebuah permainan dalam menjembatani antara ego dan invisible hand. Apakah kamu saat ini sedang memperjuangkan untuk mengakui, menyadari bahwa ia selalu menemanimu selama ini?
Realitas diri manusia terapiti oleh kesombongan sehingga ia sungguh-sungguh mengagumi bahwa dirinya mampu memanage segala hal yang ia hadapi.
Kesombongan selalu menciptakan realitas baru untuk menutupi wajah bertopeng. Seseorang yang sombong lebih pandai menciptakan realitas yang menutupi kelemahan sesungguhnya di dalam dirinya.
Waspadalah hal ini sedini mungkin, agar kebaikan siapa pun yang telah kamu alami selama ini kamu persembahkan di mezbah Sang Khalik sebagai ucapan syukurmu.
Ada orang lebih pintar, dari kita. Akuilah keterbatasan sebagai bentuk bahwa kamu sedang humble dengan dirimu.
Ketika kamu humble, kamu semakin masuk dalam suasana kontemplasi, kamu merasakan bahwa dari segala aktivitas belajar yang kamu lakukan selama ini, sebanrnya bukan berasal dari dirimu sendiri.
Dan kamu mengakui bahwa ada hal ilahi yang menghantarkan dirimu untuk tunduk dan taat pada-Nya.
Apakah hal ilahi datang dari kesombongan? Tidak. Ia datang kepada mereka yang memiliki hati yang tulus, selalu siap menerima segala tantangan serta tidak pernah menyerah sebelum melakukan sesuatu. Alkisah ini, kita menyebutnya passion. Passion selalu menemani sesorang dalam segala suka duka tanpa menyerah dengan keadaan. Seperti tidak terlarut dalam mengeluh, menyerah dengan keadaan begitu dalam.
Apa gunanya jika kamu terlarut didalamnya begitu lama? Sebenarnya kamu membuang banyak energi, termasuk kamu menguras pikiranmu untuk memikirkan tentang hal itu. Apakah ini suatu hal yang masuk akal?
Hidup glamor terkadang kita dihipnotis untuk menghadirkan diri kita yang sesungguhnya. Kita sulit untuk mengakui kelemahan diri pada diri sendiri dan kepada orang lain.
Mereka yang mengirim uang kuliah, uang jajan yang selama ini kamu konsumsi telah kamu rasakan sedikit saja. Mugkin saja kamu sedang menciptakan sikap apatis untuk mengartikan kehadiran orang lain selama proses studimu, dalam pekerjaanmu tiada arti sama sekali. Kamu memilih mengakui bahwa apa yang aku lakukan ini semua karena dirimu bisa.
Disaat kamu lemah, doa ibumu, ayahmu yang menghantarkan kamu untuk memiliki kekuatan sehingga perjuangan sampai batas akhir. Percayalah bahwa alam semesta akan menjadi saksi dalam hidupmu. Mereka akan menyuarakan kebenaran bila kamu tulus untuk melakukan sesuatu sebagai cita-cita dalam hidupmu.
Dukungan dari mereka akan memudahkan setiap usaha yang sedang kamu lakukan.
Ingatlah, setiap kesempatan ada waktu untuk berdamai dengan diri. Seperti saat ini, kamu sedang mengungkapkan rasa bangga terhadap dirimu, terhadap ayah dan ibu, serta sanak keluarga yang selama ini telah memberi dukungan moril dan material sehingga kamu memperoleh gelar pendidikan.
Bersyukurlah, kamu merasakan hal itu saat ini. Setiap tetesan keringat ayah dan ibumu tidak bisa kamu hitung. Dibalik itu semua, mereka selipkan big hope, kamu harus menjadi orang sukses. Lantunan doa setiap waktu dari mereka melancarkan segala niat, tekad yang sedang kamu bangun dari awal hingga saat dimana kamu telah memperoleh gelar pendidikanmu.
Suatu hal yang harus kamu akui dengan tidak berkecil hati, yaitu janganlah bangga berlarut-larut dengan kesuksesan yang kamu alami saat ini. Sebaiknya kamu bertanya pada dirimu: apakah aku mampu menerapkan ilmu bagi banyak orang agar mereka “sedikit” merasakan bagaimana bahagianya memiliki ilmu pengetahuan.
Berpikirlah lebih jauh, janganlah larut dalam euphoria sesaat. Cakrawala kehidupan yang harus kamu arungi belum sampai pada titik untuk memulai. Belajarlah, learning not study, dari setiap kesempatan untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik.
Saat yang tepat yang harus kamu refleksi ketika kamu telah menyelesaikan studimu, telah bekerja adalah “apakah kamu siap untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat?”.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jenny Chsters (Juni 2020) dengan judul: Preparing for Succsessful Transitions Between Education Employment in the Twenty Centry, mengungkapkan bahwa apakah sesudah memiliki gelar S1,S2,S3, pekerjaan akan lebih mudah datang? Ternyata gak juga.
Dalam satu studi di Australia, mereka yang bergelar S2-S3 tidak berkorelasi positif terhadap pekerjaan tetap (full-time job). Artinya, mau gelarnya tinggi tetap susah dapat kerja.
Menariknya juga, di jurnal yang sama, mereka yang berpendidikan tinggi juga nggak menjamin kepuasan terhadap pekerjaan mereka.
Lah, sekolah tinggi-tinggi kok susah dapat kerja dan nggak puas di tempat kerja?
Pada akhirnya, perlahan kita mulai disadarkan bahwa emang tujuan pendidikan yang sebenarnya bukan semata gelar—tapi menjadikan manusia lebih berdaya. Humanizing human.
Mereka yang berdaya: memiliki soft skill baik, kemampuan entrepereneurship yang baik, kapasitas diri yang pembelajar, akan tetap bisa sukses di pekerjaan walaupun tanpa gelar.
Bukan berarti nggak boleh sekolah sampe tinggi ya, hanya, harus tetap dilengkapi dengan skill-skill praktikal di kehidupan nyata
Seperti ungkapan Aristoteles, hidup yang tidak direfleksikan tidak layak di hidupi. Atau sebaliknya berpendidikan tinggi bukan seharusnya membanggakan ijazah, tetapi sesngguhnya keterampilan dan kompetensi diri yang perlu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan hidup sehari-hari.
Kompetensi merupakan kekuatan. Kata kompetensi merupakan serapan dari bahasa Latin, yaitu cum, bersama; dan potere dari bahasa Italia yang artinya kekuatan.
Kompetensi diri berarti kita berjalan bersama kekuatan yang dimiliki didalam diri kita untuk mengembang proses belajar memperoleh ilmu pengetahuan.
Bertangungjawablah terhadap ilmu pengetahuan yang telah dimiliki selama proses belajar di perguruan tinggi. Sebab tidak mudah orang bersekolah yang sungguh-sungguh mengembangkan ilmunya tanpa meluangkan waktu untuk mengembangkan ilmu dan keterampilan untuk menujang karya nyata.
Beranilah untuk mengatakan setiap waktu dalam relungan hati kecilmu. “Aku siap mempertangung jawabkan ilmu yang kumliki untuk orang banyak”.
Janganlah cepat puas dengan apa yang dimiliki saat ini. Bersiaplah dirimu untuk belajar hal baru sebagai bentuk pengembangan terhadap keterampilan baru untuk menunjang karirmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H