Kita harus respect dengan hal-hal kecil yang tertangkap oleh mata. Tumbuhkan semangat untuk melakukan pembinaan secara tulus. Jika kita tulus membina siswa maka ada kemudahan yang kita terima. Buanglah sikap pragmatis, misalnya ini bukan anak saya, anaknya orang. Ya, kita harus sadar bahwa seorang anak lahir bukan kehendak kita, bukan sekadar pertemuan sel seperma dan sel telur dari kedua orang tua. Ingatlah, kehadiran mereka adalah titipan ilahi, semua terjadi bukan atas kehendak kita. Apa pun yang terjadi pada seorang anak adalah tanggung jawab untuk membina dan mengarahkan  dengan tulus hingga akhirnya ia menyadari pentingnya menjadi pribadi yang terus berproses demi mencapai pribadi dewasa, bertanggung jawab serta beradab.
Globalisasi semakin merajalela setiap lini kehidupan manusia. Generasi Alfa, generasi Z tengah berada di arus diskusi informasi yang meluas. Mereka mudah mengaksesnya. Ingat, bila tidak memiliki pengetahuan yang cukup, maka akan terjerumus kepada hal-hal yang kurang baik, termasuk kesadaran moral semakin hilang, tergerus oleh rasa egosentris.Â
Nilai kemanusiaan, sopan santun seharusnya menjadi perhatian serius bagi generasi ini. Ya, kita harus peka terhadap hal ini, jika kita tidak mengatasi hal seperti kejadian yang dilakukan oleh siswa SMK tersebut, dikemudian hari kita akan ditertwakan oleh negera-negara adikuasa. Generasi kita hancur, moral buruk, egosentris meningkat, nilai budaya sopan santun semakin termakan oleh arus budaya barat sehingga hilangnya ia sedikit demi sedikit. Tentu saja kita akan mengalami "Kalathidha".
Kalatidha merupakan jaman penuh keraguan. Kata ini terdiri dari kala berarti jaman dan tidha berarti ragu. Harapan hal ini tidak terjadi pada generasi Alfa dan generasi Z saat ini. Semoga mereka istikomah berkat kepedulian para orang tua dan guru dalam mendidik mereka.
Kita haru tegas dengan kejadian yang terjadi seperti yang telah di ulas. Kita bukan hidup di jaman edan. Secara harafiah jaman ini digambarkan sebagai jaman gila-seseorang tidak dapat berpikir secara waras, tidak mempunyai hati nurani. Perbuatan kacau, dan sering menimbulkan kekacauan.Â
Seharusnya ketika kita hidup di era 4.0 kita semakin memiliki keadaban sehingga membawa kita semakin mawas diri dalam bertutur kata dan bertindak. Namun, ini berbanding terbalik dengan kenyataan. Akankah kita berhenti? Kita tetap semangat untuk membina generasi bangsa, walau diterjang ombak persoalan. Tidak ada yang berubah di dunia ini, selain kesetiaan untuk melakukan dari nurani yang suci.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H