Bom atom tidak mungkin tercipta tanpa pemahaman mendalam tentang atom dan sifatnya. Uranium (U), sebuah unsur radioaktif dengan nomor atom 92, menjadi bahan utama dalam pembuatan bom nuklir. Uranium merupakan logam berat yang memiliki sifat unik, yakni dapat mengalami reaksi fisi nuklir.
 Tetapi, apa sebenarnya atom itu? Atom adalah partikel terkecil dari suatu unsur kimia yang masih memiliki sifat unsur tersebut. Atom tidak dapat dilihat dengan mata telanjang maupun mikroskop cahaya biasa, melainkan hanya dapat diamati menggunakan mikroskop elektron yang menggunakan sinar-X dan elektron untuk menangkap citra atom. Meskipun ukurannya sangat kecil, atom memiliki energi yang luar biasa besar. Ketika inti atom mengalami pembelahan (fisi nuklir), energi yang dilepaskan mampu menciptakan ledakan dahsyat, sebagaimana yang terjadi pada bom atom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.
Â
J. Robert Oppenheimer dan Proyek Manhattan
Â
Salah satu tokoh utama di balik penciptaan bom atom adalah Julius Robert Oppenheimer, seorang fisikawan jenius yang memimpin Proyek Manhattan---sebuah proyek rahasia yang dikembangkan oleh Pemerintah Amerika Serikat selama Perang Dunia II. Tujuan utama proyek ini adalah menciptakan senjata nuklir untuk mengakhiri perang.
Â
Inspirasi utama dalam pengembangan bom atom berasal dari teori relativitas Albert Einstein, yang menunjukkan bahwa sejumlah kecil massa dapat diubah menjadi energi dalam jumlah sangat besar (E = mc). Oppenheimer, bersama tim ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, termasuk para fisikawan dan ahli kimia Amerika Serikat, bekerja tanpa henti untuk mewujudkan teori ini dalam bentuk senjata nuklir yang nyata.
Â
Namun, sebelum Amerika Serikat berhasil menciptakan bom atom, Jerman di bawah kepemimpinan Adolf Hitler juga sempat mengembangkan penelitian mengenai uranium dan potensinya sebagai bahan bakar bom nuklir. Werner Heisenberg, seorang fisikawan ternama sekaligus mantan guru Oppenheimer, menjadi salah satu ilmuwan yang memimpin proyek nuklir Jerman. Namun, beberapa faktor seperti kurangnya dukungan Hitler terhadap penelitian ini, keterbatasan sumber daya alam, serta minimnya pendanaan, membuat Jerman gagal mencapai tujuannya.