Tetapi pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu mereka pergi ke kubur membawa rempah-rempah yang telah disediakan mereka. Mereka mendapati batu sudah terguling dari kubur itu, dan setelah masuk mereka tidak menemukan mayat Tuhan Yesus. Sementara mereka berdiri termangu-mangu karena hal itu, tiba-tiba ada dua orang berdiri dekat mereka memakai pakaian yang berkilau-kilauan.Â
Mereka sangat ketakutan dan menundukkan kepala, tetapi kedua orang itu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea, yaitu bahwa Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga." Maka teringatlah mereka akan perkataan Yesus itu. (Lukas 24:1-8).
***
Hari ini (Minggu, 4/4/2021), umat Kristen di seluruh dunia merayakan hari Paskah, yaitu hari perayaan kebangkitan Yesus dari kematian. Paskah merupakan hari ketiga setelah kematian Yesus yang diperingati pada hari Jumat Agung lalu.
Menurut Injil Lukas, pagi-pagi benar pada hari itu, Maria dan beberapa perempuan lainnya pergi ke kubur Yesus dengan membawa rempah-rempah. Rasa duka yang masih menyelimuti para murid perempuan itu, membuat mereka sangat ingin mengurapi mayat Yesus sebagai tanda kasih dan penghormatan merrka.
Meski sebenarnya tindakan mereka sangat beresiko, namun mereka memilih untuk berani datang ke kubur Yesus. Bisa saja mereka akan ditangkap oleh pemerintah Romawi saat itu, yang sedang mencari-cari para pengikut Yesus yang mereka salibkan.
Keberanian para perempuan itu menjadi teladan bagi kita semua. Karena kasih yang besar, sesungguhnya tidak mungkin membuat seseorang untuk urung memuliakan dan melayani Dia.
Berani menyaksikan kasih, itulah pesan paskah yang saya maknai tahun ini. Dalam masa pandemi covid-19 yang terjadi saat ini, umat Kristen diminta untuk berani menyatakan hal benar meski resikonya akan disalahmengerti.
Hal sederhana yang bisa saja kita tunjukkan adalah berani menegur orang-orang yang hidup dengan sembarangan dan tidak mematuhi protokol kesehatan. Sudah seharusnya ini menjadi tugas kita bersama, tidak hanya Pemerintah, agar setiap orang punya kesadaran dan tanggungjawab sosial memutus rantai penularan virus corona.
Meski karena sikap tersebut bisa saja kita akan disalahmengerti atau bahkan mengalami bully. Namun, seperti para perempuan menunjukkan keberaniannya karena kasih yang besar, demikian juga kasih kepada sesama menjadi alasan kita untuk berani bersikap demikian.
Selanjutnya, ketika membaca kisah ini, saya berpikir bukankah tindakan pata perempuan itu terlalu ceroboh? Belum lagi soal batu besar penutup kubur, bagaimana mungkin tanpa membawa serta laki-laki mereka dapat masuk ke dalam kubur?
Tetapi sekali lagi, kisah perempuan-perempuan ini memberikan teladan bagi iman Kristen saya. Terkadang saya lebih sering mengandalkan pikiran, dan sangat sulit untuk beriman dengan polos seperti yang ditunjukkan perempuan-perempuan itu.
Beriman dengan polos bukan berarti iman yang buta tanpa dasar, tetapi iman yang tidak neko-neko. Karena sebenarnya, jika semua tanda tanya bisa terjawab oleh pikiran kita, maka sesungguhnya kita tidak sedang beriman yang sungguh-sungguh.
Jika kita menjadi percaya karena telah melihat dan menyaksikan dengan mata sendiri, maka sebenarnya kita belum memiliki iman. Tetapi orang yang beriman adalah mereka yang percaya meski tidak pernah melihat.
Iman polos yang ditunjukkan oleh para perempuan itu, ternyata diperhatikan oleh Tuhan yang mengetahui isi hati manusia yang terdalam. Setibanya di kubur itu, hal yang diluar dugaan terjadi. Ternyata, pintu kubur itu telah terbuka.
Pastilah para murid perempuan itu sangat terkejut. Sejumlah tanda tanya mungkin menguasai pikiran mereka. Dan mungkin saja membuat mereka untuk segera masuk dan melihat apa yang terjadi di dalam.
Ternyata, kubur itu telah kosong. Mereka yakin benar, kubur itu adalah tempat mayat Yesus sebelumnya dibaringkan. Tetapi mengapa kini hanya ada kain kafan disana? Dimana mayat Yesus?
Keberanian dan kepolosan mereka kini berganti dengan kebingungan, kesedihan dan ketakutan. Bingung dengan semua yang terjadi. Kesedihan karena kini mereka tidak lagi bisa bertemu dengan Yesus dan memuliakanNya dengan rempah-rempah seperti yang mereka rencanakan. Ketakutan karena mungkin saja mayat guru mereka itu telah dicuri.
Sekali lagi, Tuhan memahami apa yang mereka rasakan. Malaikat utusan Tuhan datang dan menjelaskan pada mereka apa yang sebenarnya terjadi.
"Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea, yaitu bahwa Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga." Demikian penjelasan kedua Malaikat itu.
Hal ini mengungkap hal lain dari para murid perempuan itu. Selain berani dan polos, ternyata mereka tidak sempurna dalam memahami perkataan dan ajaran Yesus.
Setelah mendengar perkataan Malaikat itu, maka teringatlah mereka akan perkataan Yesus itu. Ternyata, ketidaksempurnaan para murud perempuan justru membuat mereka menjadi saksi pertama dari peristiwa besar, yaitu kebangkitan Yesus yang menjadi kunci iman Kristen.
Dari hal ini saya belajar, ternyata untuk menjadi saksi Kristus, kita tidak harus sempurna dulu dalam memahami setiap ajaranNya. Cukup lakukan saja yang diketahui dan dipahami, selanjutnya Tuhan yang akan menyempurnakan.
Saya jadi teringat dengan proses vaksinasi covid-19 yang sedang diprogramkan pemerintah saat ini. Dalam hal pemahaman, saya pun bergumul dan terkadang ragu, benarkah ini efektif? Tidakkah ini justru beresiko?
Tetapi dalam segala tanda tanya yang ada, saya akhirnya memutuskan untuk percaya pada proses vaksinasi. Saya percaya, pemerintah adalah wakil Tuhan di dunia untuk memimpin dan mensejahterakan bangsa. Dan saya memilih untuk percaya pada program vaksinasi yang dilaksanakan pemerintah.
Dalam konteks pelayanan, teladan para murid perempuan itu mengajarkan kita untuk tidak menunggu sempurna dulu baru melayani Tuhan. Tetapi kapan saja Tuhan memilih dan memanggil, seharusnya kita meresponi dengan taat.
Teladan para murid perempuan itu juga menyadarkan kita, untuk tidak menunggu serba berkelimpahan baru bisa memberi dan menolong orang lain. Dalam masa-masa sulit pandemi covid-19 saat ini, kita diminta untu saling memperhatikan dan saling menolong agar dapat bersama-sama melalui kesulitan ini sebagai satu bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan persatuan yang terkandung dalam Pancasila.
Selamat Merayakan Paskah 2021. Mari bersama bangkit dari keterpurukan karena Pandemi Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H