Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tetelestai dan 3 Peristiwa Supranatural pada Hari Jumat Agung

2 April 2021   18:08 Diperbarui: 2 April 2021   18:31 1745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam peristiwa kematian Yesus seperti dicatat oleh injil Lukas, terjadi 3 peristiwa supranatural.

Pertama, setelah jam dua belas, kegelapan meliputi seluruh daerah tempat Yesus disalibkan itu sampai jam tiga.

Alam seolah turut berduka dengan terjadi kegelapan sekitar tiga jam lamanya. Panas matahari yang sebelumnya memanggang tubuh Yesus yang tergantung di atas kayu salib, tiba-tiba menghilang dan situasi menjadi gelap. Saya membayangkan bagaimana tiba-tiba setiap orang yang ada disana terperangah dengan respon alam saat-saat kematian Yesus yang makin dekat.

Dalam kekristenan, kegelapan sering dikonotasikan dengan dosa atau sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Kegelapan yang sedang terjadi saat itu, seolah menunjukkan kegelapan hati manusia yang menyalibkan Yesus yang tidak berdosa.

Melalui peristiwa alam di hari Jumat Agung itu, kita diingatkan agar waspada dengan kegelapan rohani. Karena hidup manusia sesusungguhnya bukan hanya soal hal-hal jasmani saja, tetapi juga hal-hal rohani. Sebagaimana kita selalu menjaga jasmani kita tetap sehat, demikian juga kehidupan rohani harus dijaga tetap sehat dan kuat agar jauh dari kegelapan dan dosa-dosa yang tidak berkenan di hadapan Tuhan.

Kedua, tabir bait suci terbelah dua.

Pada masa itu, ritual ibadah umat kepada Tuhan dilakukan di bait Allah dengan perantaraan Imam. Umat hanya bisa menyampaikan korban persembahan melalui para Imam di bait Allah. Ada batas antara umat dan Allah, ada tabir pembatas sehingga Allah tidak berkenan bertemu langsung dengan umat kecuali melalui perantaraan Imam.

Peristiwa tabir bait Allah yang terbelah dua, menunjukkan kini tidak ada lagi kasta orang beriman. Setiap orang sekarang bisa datang langsung kepada Tuhan untuk beribadah dan berkeluh kesah tanpa harus melalui perantara. Kematian Yesus telah menghancurkan tabir pembatas itu, karena mulai saat itu, Yesuslah perantara langsung antara jemaat dan Tuhan.

Saya membayangkan bagaimana jika tidak terjadi peristiwa terbelahnya tabir bait suci itu. Hingga sekarang tentu saja kita masih harus beribadah melalui perantara Imam bait Allah. Permohonan pengampunan dosa dan doa-doa tidak bisa kita sampaikan langsung kepada Allah. Kematian Yesus memang suatu anugerah besar agar kita bisa beribadah dan bercakap-cakap langsung dengan Allah melalui doa-doa pribadi kita.

Ketiga, kematian Yesus.

Sesaat sebelum kematianNya, Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku. Kematian Yesus sesungguhNya bukan semata-mata karena Ia tersalib, tetapi karena Ia menyerahkan nyawanya.

Sebelum perkataan ini disampaikanNya, masih di atas kayu salib itu, Yesus sempat berseru: "Eli, Eli, Lama Sabachthani!" Kalimat yang berarti "Allahku, ya Allahku, mengapa Kau tinggalkan Aku?" ini sebenarnya sedang menunjukkan pergumulan yang besar dialami Yesus karena harus mengalami penyaliban, dipandang sebagai manusia berdosa, padahal sejatinya Ia adalah Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun