Dalam beberapa hari ini, berita soal kudeta menjadi tranding topic. Pertama terkait kudeta militer yang terjadi di Myanmar. Kedua, kudeta kursi ketua partai Demokrat yang dihembuskan Agus Harimurti Yudhoyono.
Entah bagaimana kedua berita ini bisa muncul hampir bersamaan. Yang pasti kedua berita ini hampir membuat sepi pemberitaan pandemi covid-19 yang masih membuat gusar di tanah air.
Terkait isu kudeta partai Demokrat, berita ini jadi menarik diperbincangkan karena memang banyak berita seksi untuk diolah. Pertama, tentu saja soal sosok ketua umumnya AHY, yang adalah anak dari Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
Dalam pernyataan publiknya beberapa waktu lalu, AHY sempat menyebut 5 nama yang dituding sebagai tokoh dibalik isu kudeta yang digulirkan. Termasuk nama Jenderal Moeldoko yang saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan RI.
Masuknya nama Moeldoko kemudian juga turut menyeret nama Presiden RI Joko Widodo, yang disebut-sebut sebagai "Pak Lurah". Entah bagaimana nama "Pak Lurah" itu bisa turut disebut-sebut, yang jelas secara terang-terangan, Moeldoko dengan tegas menantang pihak Demokrat dengan kalimat "Jangan ganggu Pak Jokowi!".
Selain Moeldoko, isu kudeta Demokrat ini juga turut melibatkan nama Mahfud MD. Selasa (2//2/2121), Melkopplhukam Mahfud MD menanggapi dengan pernyataan "Ada isu aneh, dikabarkan beberapa menteri termasuk Menkopolhukam Mahfud MD, merestui Ka. KSP Moeldoko mengambil alih Partai Demodrat dan AHY melalui KLB. Yakinlah saya tak pernah berbicara itu dengan Pak Moeldoko maupun dengan orang lain. Terpikir saja tidak, apalagi merestui."
Cuitan Mahfud MD di Twitter itu pun ditanggapi tajam oleh tokoh lain yang juga disebut-sebut sebagai tokoh yang akan melakukan kudeta, Marzuki Ali. Dalam cuitan bernada 'ngece itu, Marzuki Ali menulis "Takut akan hantu, terpeluk setan. Tidak siam memimpin partai, sebaiknya mundur daripada fitnah kanan kiri, masuk neraka."
Kedua, isu kudeta ini makin memanas setelah mencuat isu masalah internal di partai Demodrat. Kepemimpinan AHY yang disebut-sebut "kurang berpengalaman" ditambah dengan isu "Politik Dinasty" di partai Demokrat, makin hangat setelah sejumlah tokoh mengancam akan "buka borok".
Belakangan juga muncul pernyataan dari para senioran partai Demokrat yang menyebut adanya pungutan iuran ke DPC oleh DPP Partai Demodrat. Isu ini berpotensi jadi polemik besar, pasalnya selama ini tak pernah ada soal "pungutan" semacam ini di Partai Demodrat, baru terjadi di era kepemimmpinan AHY.
Ditambah lagi isu yang dimunculkan ke permukaan soal keabsahan AHY sebagai ketua umum Partai Demokrat. Jika kemudian ini memunculkan gugatan soal keabsahan karena dinilai tidak sesuai dengan AD/RT, maka isu kudeta partai Demodrat ini akan makin seksi dibicarakan.
Menarik jika mengaitkan isu kudeta Partai Demodrat dengan kudeta militer yang terjadi di Myanmar. Pada selasa (2/2/2021) lalupuluhan orang di Yangon, Myanmar, serentak "pukul panci" sebagai bentuk aksi perlawanan publik memprotes kudeta yang dipimpin militer negara itu sehari sebelumnya.
Meski awalnya aksi ini hanya direncanakan berlangsung beberapa menit, namun kemudian diperpanjang menjadi lebih dari 15 menit. Warga Yangon berteriak dan berseru agar pemimpin yang ditahan, Aung San Suu Kyi, dalam keadaan sehat dan segera dibebaskan.
Ketika mendengar berita ini dari kompas.tv, saya lantas teringat kejadian waktu kecil dulu. Di tempat kelahiran saya, ada tradisi "pukul panci" saat terjadi gerhana bulan sebagai bentuk kepercayaan masyarakat untuk mengusir setan yang dipercaya memakan bulan.
Sepertinya aksi "Pukul Panci" juga menjadi budaya dalam masyarakat Myanmar seperti budaya di kampung kami ketika mengusir setan. Tindakan kudeta yang terjadi di Myanmar dianggap sesuatu yang tidak baik dan ditunjukkan dengan "Pukul Panci".
Terkait dengan isu kudeta yang terjadi di Partai Demokrat, AHY seolah sedang "Pukul Panci" mengusir "setan" yang seolah ingin mengambil alih "rumah"-nya. Masalahnya, siapa yang dianggap "setan" ini akan menjadi sumber petaka, karena melibatkan nama-nama besar termasuk "Pak Lurah".
Entahlah, menurut saya AHY terlalu berani dan gegopoh dalam hal ini. Bisa jadi 'kegaduhan' yang dibuatnya justru akan 'memukul' dirinya, SBY sebagai tokoh besar di Partai Demokrat dan bukan tidak mungkin Partai Demokrat itu sendiri.
Menariknya, "pukul panci" justru tak terdengar dari kader-kader Partai Demokrat di daerah sebagai bentuk protes dan ketaksetujuan terhadap isu kudeta yang dikuatirkan. Seperti yang terjadi di Myanmar, bukankah seharusnya "Pukul Panci" justru jadi aksi serempak para kader sebagai bentuk protes atas apa yang terjadi?
Namun hingga kini belum terdengar tanggapan langsung dari SBY terkait isu kudeta ini. Yang jelas "panci" sudah "dipukul", mau tidak mau AHY dan Partai Demokrat harus bisa menuntaskan kasus ini yang terlanjur jadi isu nasional, termasuk sejumlah polemik internal yang mencuat.
Jika AHY mampu menyelesaikan polemik ini dengan baik, ia akan mampu membuktikan diri memang telah siap memimpin Partai Demokrat menuju kegemilangan yang pernah diraih partai ini di era-era sebelumnya.
Terlepas dari itu semua, sebagai warga negara, justru saya malah menyayangkan isu kudeta ini yang dibesar-besarkan hingga menjadi isu nasional. Saya justru kuatir masalah ini akan turut menyita perhatian seantero negeri dengan Pandemi Covid-19 yang masih menguatirkan hingga hari ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H