Saya segera membawa istri ke IGD dan menginformasikan nama dokter yang selama ini menangani kehamilan istri. Setelah dilakukan pemeriksaan standar, kami pun diarahkan ke ruang bersalin. Karena tanda-tanda akan segera melahirkan belum begitu terlihat, kami pun memutuskan untuk menunggu di ruang bersalin VIP, kamar khusus persis di sebelah ruang bersalin umum.
Hampir 3 hari 3 malam menunggu disana, kontraksi yang terjadi tidak juga mengalami perkembangan, bahkan suara tangisan bayi yang baru lahir sudah berulang-ulang kami dengar dari kamar sebelah. Bidan yang memeriksa selalu menyatakan kondisi istri masih bukaan dua. Dokter juga telah memberikan perangsang kontraksi yang dimasukkan melalui cairan infus.
Istri saya makin sering merasakan kontraksi terjadi, tetapi perkembangan bukaan yang ditunggu tak juga terjadi, masih bertahan di bukaan satu. Istri saya tetap yakin dengan keputusannya untuk melahirkan secara normal, seperti yang sering ia sampaikan ke dokter saat konsultasi setiap bulan.
Selama di ruang bersalin itu, ia terus berjalan kesana kemari, sambil melakukan senam kehamilan seperti yang telah ia pelajari sebelumnya dari klub ibu-ibu hamil. Saya juga mengajaknya turun naik tangga RS untuk mempercepat proses bukaan. Namun, hingga memasuki malam ketiga, bukaan tak kunjung berkembang padahal ia mulai mengeluh sakit akibat obat rangsangan kontraksi yang diberi.
Malam itu sekitar pukul 22, dokter pun menemui kami dan menyarankan agar dilakukan operasi caesar, karena istri terus mengeluarkan cairan dan dikuatirkan air ketubannya akan kering. Setelah berdiskusi sebentar, akhirnya istri pun bersedia untuk menjalankan operasi caesar dengan syarat saya diperbolehkan ikut masuk ke ruang operasi.
Dokter pun memberikan izin. Dan akhirnya saya menyaksikan operasi caesar itu secara langsung. Istri saya telah berbaring di atas meja operasi, lampu operasi telah dinyalakan, dan saya tepat berdiri di atas kepalanya seraya menyampaikan doa-doa di telinganya.
Tepat pukul 23.15 tanggal 17 Agustus, terdengar suara tangisan bayi mungil kami yang baru lahir. Seorang bayi perempuan dengan berat 3,6 kg dan panjang 51 cm. Kulitnya seperti berkerak, dokter menjelaskan ini akibat terlalu lama di dalam kandungan dan air ketuban yang mulai mengering.
Namun, dokter menjelaskan kondisi bayi kami sehat-sehat saja. Kekuatiran sebelumnya kalau bayi dalam kandungan yang terlalu lama di dalam perut hingga 41 minggu dapat mengalami keracunan, tidak terjadi. Putri kecil kami itu terlahir dengan sangat sehat.
Rasa haru pun kami rasakan, tak terasa air mata bahagia mengalir dari sudut mata istri saya yang saat itu belum sepenuhnya tersadar akibat pemberian obat bius untuk operasi. Sebuah perjuangan telah selesai ia lakukan, membawa bayi di dalam perutnya dalam waktu 41 minggu dengan berbagai dinamika kehamilan yang terjadi.
Fase 3: Full Memberikan ASI Eksklusif 2 Tahun hingga Senang Membacakan Buku Cerita Kepada Anak