Sabak adalah papan tulis kuno yang terbuat dari lempengan batu karbon yang dicetak berbentuk segi empat. Bentuknya menyerupai papan tulis mini masa kini, hanya terbuat dari batu yang keras dan tentu saja berat.
Untuk menulis pada sabak, digunakan "grip" yang juga dari batu dan dibentuk mirip dengan pensil masa kini.Â
Tak terbayang, bagaimana siswa zaman itu membawa batu dari rumah ke sekolah dengan cara menjinjing, karena tentu saja belum ada tas sekolah seperti sekarang ini.
Belum lagi bicara soal jauhnya sekolah dari rumah dan kebanyakan anak-anak harus berjalan kaki sejauh berkilo-kilo meter tanpa sepatu.Â
Betapa besarnya semangat siswa zaman itu untuk mengenyam pendidikan.
Sabak tentu saja tidak memiliki kemampuan menyimpan tulisan seperti komputer dengan piranti penyimpanannya.Â
Jika sabak telah terisi penuh dengan tulisan, maka harus segera dihapus agar dapat digunakan untuk pelajaran berikutnya.
Karena itu, sembari menulis saat belajar bersama guru di sekolah, siswa harus terlatih untuk memiliki kemampuan menghafal yang baik.Â
Jika tidak, maka setelah pulang ke rumah tidak akan ada pelajaran yang diingat karena tidak ada catatan yang dapat dibaca kembali untuk mengulang pelajaran di sekolah.
Memasuki tahun 1990, sekolah sudah mulai menggunakan papan tulis hitam untuk kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.Â
Papan tulis saat itu mirip dengan whiteboard sekarang, hanya permukaannya kesat karena terbuat dari papan tripleks yang dicat berwarna hitam.