Kemendikbud juga mengimbau agar peringatan HGN 2020 dilakukan dengan cara-cara yang kreatif dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Meskipun hiruk pikuk peringatan HGN kali ini tidak akan sama seperti tahun-tahun sebelumnya, namun tidak berarti akan mengurangi makna dan hikmadnya HGN itu sendiri.
Pada peringatan HGN tahun 2020 ini, Kemdikbud mengangkat tema "Bangkitkan Semangat Wujudkan Merdeka Belajar". Tema ini disertai penetapan logo peringatan HGN berbentuk hati dengan kombinasi berbagai warna seperti ungu, biru, oranye, merah muda, biru dan hijau.
Dalam logo tersebut dilukiskan empat orang anak yang sedang bersorak gembira. Desain logo ini merupakan karya Teguh Prasongko E., pemenang sayembara logo HGN tahun 2020 yang diselenggarakan oleh Kemendikbud.
Masa pendemi covid-19 yang mengharuskan sekolah melaksanakan PJJ hampir 9 bulan ini, telah membuat para siswa belajar dari rumah (BDR). Sejatinya, anak-anak belajar sambil bermain bersama temannya di sekolah. Namun, BDR telah membuat anak-anak terkurung di rumah dan tidak bersosialisasi dengan teman sebayanya.
Secara akademik, BDR mungkin saja akan memenuhi hak anak-anak untuk belajar dan memperoleh ilmu pengetahuan yang baik. Namun, hak bermain dan berinteraksi dengan teman-temannya tidak dapat terpenuhi akibat pembatasan sosial yang diterapkan.
BDR yang telah berjalan cukup lama, telah menimbulkan kejenuhan di hati anak-anak. Berbagai tuntutan tugas-tugas yang harus diselesaikan mandiri dari rumah juga telah banyak dinilai membuat anak-anak mengalami stres.
Kondisi stres juga telah dialami oleh banyak orangtua yang mendampingi anak-anak saat belajar. Bagaimanapun, orangtua juga punya tanggung jawab lainnya untuk tetap menjaga kelangsungan kehidupan seluruh anggota keluarga.
Namun BDR tidak akan mungkin terlaksana dengan baik jika orangtua alfa dalam mendampingi anak. Terutama bagi anak-anak di level pendidikan PAUD dan Sekolah Dasar, dimana anak-anak belum dapat secara mandiri belajar.
Bagi siswa di level Sekolah Mengengah, khususnya bagi para peserta didik baru SMP dan SMA, BDR juga telah membuat mereka gamang memulai pendidikan di level yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Meskipun sekolah telah melakukan masa pengenalan sekolah secara virtual, tetap saja hasilnya tidak dapat disetarakan dengan pelaksanaan secara langsung di lingkungan sekolah. Belum lagi menyoal keragaman status sosial dan tingkat kognitif anak, membuat pelaksanaan BDR mengalami kendala dan keterbatasan.
Sebenarnya tidak hanya bagi siswa dan orangtua, para guru pun mengalami tantangan besar untuk menghadirkan PJJ yang ideal. Berbagai kendala teknis seperti kemampuan terhadap penguasaan media digital sesungguhnya dapat cepat diatasi dengan latihan dan pencarian informasi yang dilakukan oleh guru.