Di usia awal, anak dapat dikenalkan angka dasar 0--9 juga melalui lagu-lagu. Salah satunya melalui lagu "satu ditambah satu" yang akrab saat masa kecil kita dulu.
Saat menyanyikan lagu ini, orangtua bisa sambil memperagakan jumlah jari ketika lirik angka dinyanyikan. Kegiatan ini dapat menjadi literasi dasar numerik untuk mengenalkan konsep jumlah bilangan sambil bernyanyi.
Angka "1" sebenarnya hanyalah lambang bilangan. Namun memberi pemahaman sejak dini "1" itu apa menjadi kemampuan penting yang harus dimiliki oleh anak.
Mengenalkan literasi numerik kepada anak di usia dini tidak bisa bersifat abstrak, daya nalar mereka belum mampu untuk mencernanya. Karena itu mulailah dengan sesuatu yang konkret, misalnya berapa jumlah mata mereka dan dilanjutkan menyebutkan angka 2.
Anggota tubuh dapat dipakai sebagai media belajar untuk mengenalkan konsep abstrak angka melalui hal konkret yang bisa mereka lihat dan raba. Jika konsep matematis ini dapat dipahami, anak-anak tidak akan alergi dengan matematika di usia yang lebih tinggi nanti.
Pemikiran saintis juga sangat diperlukan oleh anak-anak sejak usia dini. Mengenalkan mereka dengan ilmu alam (baca: sains), akan membuat kemampuan berpikir kritis mereka terbentuk.
Kemampuan berpikir kritis adalah salah satu dari 4 kecakapan hidup yang dibutuhkan di abad 21. Dan kemampuan ini bisa dilatih dengan kegiatan literasi sains.
Kegiatan literasi sains bukan berarti mengajak anak ke laboratorium. Secara sederhana, kegiatan ini bisa dilakukan dengan mengobservasi tumbuhan dan hewan yang mudah dijumpai sehari-hari di rumah.
Kreativitas orangtua dalam hal ini diperlukan untuk mengemasnya menjadi suatu pembelajaran yang menarik dan menimbulkan rasa ingin tahu dalam diri anak.
Orangtua bisa mengenalkan dunia tumbuhan dengan mengajak anak saat merawat tanaman hias di rumah. Misalnya saat ada tanaman di pot terlihat mulai layu, orangtua bisa menstimulus anak mengapa hal itu bisa terjadi.