Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Belajar Matematika di YouTube Pak Guru

27 Agustus 2020   19:07 Diperbarui: 30 Agustus 2020   17:11 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi Covid-19 memang telah banyak mengubah tatanan kehidupan kita, tak terkecuali dunia pendidikan. Sejak diberlakukannya Belajar Dari Rumah (BDR), praktis pertemuan tatap muka di sekolah tak lagi terjadi dimana-mana.

Semua tingkatan pendidikan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Perguruan Tinggi harus mendesain Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk memastikan proses pembelajaran dapat tetap terlaksana. Teknologi Komunikasi pun jadi pilihan utama sebagai media belajar dalam jaringan (daring).

Di awal-awal penerapan belajar daring, sekolah-sekolah yang berada di perkotaan memanfaatkan sejumlah aplikasi video conference (vicon) seperti Zoom, Webex, Google Meet dan beberapa alternatif lainnya. Namun pemanfaatan aplikasi vicon tentu tidak dapat diandalkan sepenuhnya, terlebih jika dihitung-hitung, media ini cukup banyak menguras kuota internet.

Belum lagi jika jaringan internet tidak stabil, maka bisa-bisa peserta didik terlempar keluar dari ruang meeting online dan akan butuh waktu untuk masuk kembali. Parahnya jika sang guru yang tiba-tiba keluar, maka peserta didik yang masih bergabung akan jadi riuh bak anak ayam yang kehilangan induknya.

Dalam teori PJJ, kita mengenal dua istilah komunikasi dalam pembelajaran, yaitu sinkron dan asinkron. Menggunakan aplikasi vicon merupakan model pembelajaran sinkron, di mana guru dan siswa sama-sama online pada waktu yang sama.

Kelebihan dari model pembelajaran sinkron ini adalah guru dan siswa bisa saling bertatap muka meski hanya secara virtual. Biasanya guru akan memanfaatkan fitur share screen untuk menyampaikan materi kepada peserta didiknya. Interaksi umpan balik pun dapat langsung terjadi, baik secara langsung dengan bertanya jawab maupun dengan fasilitas chatting yang disediakan.

Kelemahan dari model ini adalah, layaknya pembelajaran tatap muka di kelas, peserta didik yang malu-malu akan banyak diam pula, dan pembicaraan akan banyak dikuasai oleh peserta didik yang sangat aktif. Selain itu, peserta didik yang daya tangkatnya lebih lambat dari yang lain akan selalu ketinggalan materi pembelajaran.

Untuk mengatasi kelemahan ini, pembelajaran sinkron harus dikombinasikan dengan pembelajaran asinkron dimana guru dan siswa tidak secara langsung berinteraksi dalam waktu yang sama layaknya menggunakan aplikasi web meeting atau vicon.

Pada dasarnya, pembelajaran asinkron menerapkan pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Peserta didik dimungkinkan belajar secara mandiri sesuai dengan tingkat kecepatan pemahamannya. 

Jika seorang siswa belum memahami satu topik dalam satu kali belajar mandiri, ia dapat mengulang-ulang kembali sendiri tanpa harus malu bertanya seperti pada model pembelajaran sinkron.

Ada banyak media yang dapat dimanfaatkan guru untuk pembelajaran asinkron. Yang paling mudah bisa melalui email atau blog. Jika ingin lebih interaktif, dapat memilih salah satu platform yang menyediakan kelas maya seperti Google Classroom, Edmodo, Rumah Belajar, dan sebagainya.

Biasanya guru akan menyiapkan e-modul dan mengunggahnya di kelas maya. Peserta didik akan mengunduh modul tersebut dan mempelajari secara mandiri.

Namun mempelajari modul berbentuk tulisan secara mandiri, tentu tidak akan mudah bagi sebagian siswa. Apalagi selama ini, peserta didik belum terbiasa melakukannya. Hal ini tak ubahnya belajar mandiri dari buku cetak.

Jika tujuan pembelajaran berada di ranah mengetahui, mungkin hal ini bisa-bisa saja tercapai. Namun akan sulit jika indikator pencapaian tujuan pembelajaran sudah pada tingkatan penerapan atau bahkan di atasnya.

Salah satu media alternatif yang cukup baik untuk pembelajaran asinkron adalah YouTube. Karena konten YouTube biasanya berbentuk video, maka akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik khususnya bagi mereka yang bisa lebih mudah menangkap materi pelajaran dengan cara membaca, melihat dan mendengar.

Selain itu, peserta didik cukup mengunduh video sekali saja, dan dapat diputar berulang-ulang kali secara offline sehingga tidak mengurangi kuota internet. Peserta didik layaknya belajar private dengan gurunya, namun tak perlu sungkan untuk meminta penjelasan berkali-kali karena cukup diputar ulang saja.

Terlebih jika yang harus dipelajari adalah matematika. Bukanlah rahasia umum, jika matematika adalah mata pelajaran yang dianggap sulit bagi sebagian besar siswa. Kesulitan ini sebenarnya dikarenakan materi-materi ajar matematika pada umumnya paling rendah berada di ranah penerapan atau menghitung.

Sering kali, seorang siswa protes pada guru matematika. Saat tes atau ujian, soal yang diberikan ternyata berbeda dari contoh soal saat belajar atau soal-soal latihan yang diberikan.

Tentu saja seorang guru matematika yang baik, tidak akan memberikan soal tes yang persis sama dengan soal-soal yang pernah dibahas dan didiskusikan sebelumnya. Sebenarnya indikator soal yang diberikan tetap sama, namun redaksi soal dan angkanya saja yang diganti. Namun tetap saja ini akan mendatangkan protes bagi beberapa siswa.

Padahal, di sinilah tugas mata pelajaran matematika itu sendiri, yaitu melatih siswa memahami konsep lalu menerapkannya dalam pemecahan masalah. 

Justru jika seorang guru matematika memberikan soal yang persis sama saat proses pembelajaran, maka sama saja guru tersebut hanya mengajari siswanya menghafal dan tak pernah melatih mereka untuk berpikir kritis.

Kembali soal pemanfaatan YouTube sebagai media pembelajaran asinkron. Soal penyajian materi ajar matematika di YouTube, penekanannya bukan pada asesoris videonya yang atraktif dengan pernak-pernik animasi. Fokus utama video pembelajaran matematika adalah pada konten atau isi materi ajar itu sendiri.

Karenanya, seorang guru matematika yang akan membuat video pembelajaran, jangan berfokus pada aplikasi video editing, tetapi pada materi yang akan disajikan. Indikator pencapaian pembelajaran harus ditetapkan secara spesifik dan terukur agar materi video fokus pada pencapaian indikator ini.

Menurut saya, suatu video pembelajaran matematika tidak boleh terlalu panjang karena akan membuat siswa jenuh. Sebaiknya berdurasi maksimum 15 menit saja, namun materi yang tersaji padat dan berisi. Lagian kan bukan sedang untuk menambah jam tayang Channel YouTube guru, tujuannya memang untuk membantu peserta didik belajar lebih mudah.

Soal aplikasi video editing, dengan bisa melakukan cut dan mix, serta keterampilan memadukan video, sound dan teks, itu sudah lebih dari cukup untuk membuat sebuah video pembelajaran matematika. Jika bisa memanfaatkan aplikasi tambahan rekam layar, sudah jauh lebih dari cukup.

Berdasarkan pengalaman saya dalam membuat video pembelajaran matematika selama ini, justru video-video yang sederhana hanya dengan merekam tangan yang sedang menuliskan materi sambil menjelaskan secara verbal, justru ditonton hingga puluhan ribu. Channel YouTube saya bernama Jose Hasibuan.


Video berjudul Fungsi Naik dan Fungsi Turun misalnya, hingga kini telah ditonton lebih dari 32.000 kali. Demikian pula video Persamaan Garis Singgung Pada Kurva, telah ditonton lebih dari 23.000 kali. Kedua video ini saya sajikan berupa tulisan tangan saya yang direkam hanya dengan menggunakan handphone.

Tentu saja yang melihat video ini bukan saja peserta didik saya di sekolah, karena jumlah siswa yang saya ajar setiap tahun hanya sekitar 100 hingga 200 siswa saja. Video-video ini juga telah ditonton oleh siswa-siswi dari berbagai sekolah yang ada di Indonesia.

Ada rasa bangga dan haru, jika usaha sederhana saya untuk menyajikan materi kepada siswa-siswi saya di sekolah melalui video YouTube, ternyata juga membantu siswa-siswi lainnya selama belajar daring di masa PJJ ini. Apalagi ketika membaca komentar-komentar yang mereka tulis di Kanal YouTube saya, sungguh memberikan kepuasan tersendiri.

Di akhir tulisan ini, saya mengajak rekan-rekan guru di seluruh Indonesia, khususnya guru matematika untuk berkreasi menyajikan materi pembelajaran dengan memanfaatkan YouTube. Semoga usaha kecil yang kita lakukan, bermanfaat bagi mencerdaskan anak-anak didik kita.

Ayo, Belajar Matematika di YouTube Pak Guru!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun