Pandemi Covid-19 memang telah banyak mengubah tatanan kehidupan kita, tak terkecuali dunia pendidikan. Sejak diberlakukannya Belajar Dari Rumah (BDR), praktis pertemuan tatap muka di sekolah tak lagi terjadi dimana-mana.
Semua tingkatan pendidikan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Perguruan Tinggi harus mendesain Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk memastikan proses pembelajaran dapat tetap terlaksana. Teknologi Komunikasi pun jadi pilihan utama sebagai media belajar dalam jaringan (daring).
Di awal-awal penerapan belajar daring, sekolah-sekolah yang berada di perkotaan memanfaatkan sejumlah aplikasi video conference (vicon) seperti Zoom, Webex, Google Meet dan beberapa alternatif lainnya. Namun pemanfaatan aplikasi vicon tentu tidak dapat diandalkan sepenuhnya, terlebih jika dihitung-hitung, media ini cukup banyak menguras kuota internet.
Belum lagi jika jaringan internet tidak stabil, maka bisa-bisa peserta didik terlempar keluar dari ruang meeting online dan akan butuh waktu untuk masuk kembali. Parahnya jika sang guru yang tiba-tiba keluar, maka peserta didik yang masih bergabung akan jadi riuh bak anak ayam yang kehilangan induknya.
Dalam teori PJJ, kita mengenal dua istilah komunikasi dalam pembelajaran, yaitu sinkron dan asinkron. Menggunakan aplikasi vicon merupakan model pembelajaran sinkron, di mana guru dan siswa sama-sama online pada waktu yang sama.
Kelebihan dari model pembelajaran sinkron ini adalah guru dan siswa bisa saling bertatap muka meski hanya secara virtual. Biasanya guru akan memanfaatkan fitur share screen untuk menyampaikan materi kepada peserta didiknya. Interaksi umpan balik pun dapat langsung terjadi, baik secara langsung dengan bertanya jawab maupun dengan fasilitas chatting yang disediakan.
Kelemahan dari model ini adalah, layaknya pembelajaran tatap muka di kelas, peserta didik yang malu-malu akan banyak diam pula, dan pembicaraan akan banyak dikuasai oleh peserta didik yang sangat aktif. Selain itu, peserta didik yang daya tangkatnya lebih lambat dari yang lain akan selalu ketinggalan materi pembelajaran.
Untuk mengatasi kelemahan ini, pembelajaran sinkron harus dikombinasikan dengan pembelajaran asinkron dimana guru dan siswa tidak secara langsung berinteraksi dalam waktu yang sama layaknya menggunakan aplikasi web meeting atau vicon.
Pada dasarnya, pembelajaran asinkron menerapkan pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Peserta didik dimungkinkan belajar secara mandiri sesuai dengan tingkat kecepatan pemahamannya.Â
Jika seorang siswa belum memahami satu topik dalam satu kali belajar mandiri, ia dapat mengulang-ulang kembali sendiri tanpa harus malu bertanya seperti pada model pembelajaran sinkron.
Ada banyak media yang dapat dimanfaatkan guru untuk pembelajaran asinkron. Yang paling mudah bisa melalui email atau blog. Jika ingin lebih interaktif, dapat memilih salah satu platform yang menyediakan kelas maya seperti Google Classroom, Edmodo, Rumah Belajar, dan sebagainya.