Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tak Hanya Penjual Bandrek, Guru Swasta Pun Menantikan Bantuan Program PEN

9 Agustus 2020   22:56 Diperbarui: 10 Agustus 2020   08:56 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini, pemerintah pusat sedang berupaya menggenjot kembali roda perekonomian nasional melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari Kementerian Keuangan RI.

Pelaksanaan Program PEN ini dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Secara detail, Program ini tertuang dalam PP Nomor 23 Tahun 2020. Tujuan utamnya adalah guna menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.

Lebih spesifik, tujuan Program PEN sebagaimana tercantum pada bab II Pasal 2 bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para Pelaku Usaha dalam menjalankan usahanya.

Pelaku Usaha yang dimaksud pada PP ini adalah pelaku usaha di sektor riil dan sektor keuangan yang meliputi Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, Usaha Besar, dan Koperasi yang kegiatan usahanya terdampak oleh pandemi Covid-19.

Lebih detail, defenisi Usaha Mikro dijelaskan sebagai usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Usaha Kecil yang dimaksud merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Sedangkan yang dimasksud dengan Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Selain itu, untuk memberi stimulus kepada keluarga yang tengah membangun atau merintis usaha, Kementerian Sosial turut meluncurkan Program Kewirausahaan Sosial (Prokus). Melalui Program ini, setiap peserta yang terseleksi akan menerima pendampingan dan bantuan sosial insentif modal usaha sebesar Rp 3.500.000 agar usahanya lebih berkembang.

Terkait dengan bantuan yang akan diberikan ini, sebagai salah satu warga saya menyambut baik upaya pemerintah untuk tetap menggerakkan roda ekonomi dalam negeri, khususnya dalam mendampingi unit-unit usaha yang sedang dijalankan masyarakat.

Selama kurang lebih 5 bulan dikepung pandemi covid-19, bukanlah rahasia umum jika ada banyak masyarakat yang terimbas secara ekonomi. Dampak tak langsung dari pemberlakuan PSBB beberapa waktu lalu telah membuat sebagian usaha harus gulung tikar, khususnya usaha kecil di bidang kuliner atau pedagang makanan pinggir jalan.

Asisten Rumah Tangga (AST) yang membantu di rumah kami secara paruh waktu, berkeluh kesah terkait salah satu anaknya yang harus di-PHK di awal pemberlakuan PSBB di Pekanbaru. Padahal anaknya tersebut menjadi salah satu penopang kehidupan ekonomi mereka, khususnya dalam mendukung biaya pendidikan adik-adiknya yang masih bersekolah.

Penutupan mall di masa PSBB telah memaksa Departmenen Store tempatnya bekerja memutuskan untuk melakukan PHK kepada sejumlah karyawan termasuk anak AST kami tadi. Ia pun tak mendapat pesangon dan harus menghadapi masa-masa sebagai pengangguran.

Sisa tabungan dari hasil bekerja sebelumnya kemudian dibelikan gerobak dan modal awal membuka usaha berjualan bandrek secara kecil-kecilan. Di awal-awal merintis tersebut, sebenarnya usahanya cukup menghasilkan, paling tidak untuk mencukupkan kebutuhannya sehari-hari.

Namun ketika angka penularan covid-19 makin mengkuatirkan, pemerintah daerah sempat melakukan pembatasan terhadap jam operasional para pedagang pinggir jalan. Dan sejak saat itu, pendapatan hariannya pun menurun drastis hingga tidak lagi mungkin untuk diteruskan karena harus mengalami kerugian.

Cerita lainnya saya dengar dari teman dekat yang bekerja di sebuah perusahaan pembiayaan. Pandemi covid-19 juga telah memaksa perusahaan tempatnya bekerja harus mengurangi sejumlah karyawan karena faktor income perusahaan yang terganggu.

Ia memang masih terhitung jari bekerja di perusahaan tersebut, dan sebagaimana kebijakan perusahaan, para karyawan yang terhitung masih baru terpaksa akan dirumahkan. Meskipun dijanjikan jika kondisi nanti akan stabil seperti sedia kala ia akan dipanggil kembali, nyatanya berselang lima bulan ini masih belum ada panggilan bekerja kembali.

Tidak mungkin terus berdiam diri tanpa penghasilan, ia pun mencoba untuk menjalankan kembali akun ojek online yang sempat ia punya sebelum bekerja di perusahaan tadi. Namun pandemi covid-19 memang telah mengubah banyak hal. Dalam sehari ia hanya bisa dapat satu hingga dua pelanggan, dan tentu itu jauh dari bisa menopang kehidupan.

Cerita seperti ini tidak dari satu atau dua orang yang saya dengar secara langsung. Bahkan ada teman dengan tanggung jawab besar karena harus membiayai pendidikan beberapa anaknya yang bersekolah pun terimbas PHK dari perusahaan.

Beberapa yang memiliki tabungan yang cukup, langsung putar otak untuk membuka usaha apapun, yang penting menghasilkan. Beberapa berjualan kebutuhan harian door to door dengan promosi melalui WAG, yang lainnya membuka usaha jasa penitipan belanja dapur ke pasar.

Tentu saja ini bisa mereka lakukan jika ada modal meski untuk membuka usaha kecil-kecilan. Tak terbayang bagi mereka yang tidak punya modal apa-apa, bagaimana mungkin akan berwirausaha?

Ketika Pemerintah mencanangkan PEN atau Prokus, tentu ini menjadi angin segar bagi mereka-mereka ini. Semoga penyalurannya tepat sasaran, sehingga masyarakat yang sangat membutuhkan modal untuk usaha dapat terbantu karenanya.

Selain cerita soal PHK, juga tidak sedikit masyarakat yang masih tetap bekerja tetapi mengalami pemotongan pendapatan. Tidak sedikit perusahaan swasta yang terimbas secara pendapatan selama pandemi covid-19 dan pemberlakuan PSBB.

Demi menjaga kestabilan perusahaan, selain merumahkan sejumlah karyawan, yang masih dipekerjakan pun harus mengalami pemotongan gaji. Beberapa teman yang saya dengar bahkan ada yang mengalami pemotongan hingga 70%, dan itu jelas sangat mengganggu kehidupan perekonomian keluarga.

Tak hanya di perusahaan, sebagian besar teman yang bekerja sebagai guru di sekolah swasta pun turut mengalami pemotongan gaji ini. Meskipun besaran pemotongan sangat beragam tergantung kebijakan yayasan. Sekolah yang cukup bisa bertahan ada yang memotong gaji guru 30% namun beberapa yang sangat kesulitan mengharuskan potongan hingga 50%.

Pemotongan ini terkait dengan keluhan masyarakat yang juga terimbas dari segi pendapatan dan pemberlakuan belajar dari rumah. Sebagaimana sering terdengar belakangan ini, banyak orangtua yang meminta keringanan uang SPP anak mereka.

Imbasnya dana yayasan sekolah yang hanya mengandalkan sumbangan orangtua turut terganggu. Akhirnya meski dengan berat hati, yayasan pun kemudian memotong gaji guru-gurunya.

Pengurangan pendapatan pastilah dialami oleh cukup banyak masyarakat yang bekerja dari berbagai sektor swasta. Dan ini akan berdampak pada turunnya daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat. Karenanya, saya sangat menyambut baik jika pemerintah mengeluarkan APBN guna menolong masyarakat melalui program PEN.

Erick Thohir selaku Ketua Pelaksana Komite Penangangan Covid-19 dan PEN memberikan penjelasan, dalam rangka meningkatkan konsumsi masyarakat, pegawai swasta bisa mendapatkan bantuan PEN dari pemerintah dengan syarat memiliki gaji di bawah Rp lima juta per bulan dengan besaran bantuan Rp 600.000 selama 4 bulan.

Selanjutnya, ada tiga persyaratan utama bagi masyarakat untuk mendapatkan bantuan ini yaitu bukan sebagai ASN atau karyawan BUMN, merupakan karyawan swasta yang belum terkena PHK serta terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran di bawah Rp 150.000 per bulan.

Meskipun nilai bantuan yang diberikan, yaitu sebesar Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan ini mungkin saja tidak sebanding dengan jumlah pemotongan gaji yang dialami, paling tidak ini bisa sedikit membantu untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Sekali lagi, semoga penyaluran dana bantuan ini tepat sasaran. Pihak-pihak yang terkait, khususnya bagian HRD perusahaan kooperatif dan aktif untuk mendaftarkan karyawannya melalui aplikasi yang ditentukan pemerintah.

Semoga pandemi ini segera berakhir, dan kita semua dapat kembali beraktivitas, tetap sehat dan bisa menjalani kehidupan seperti sedia kala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun